7 || Tertampar Tapi Tidak Berbekas.
Hao Yang tercengang, dua Selir Adipati Feng yang baru menyusul pun tak kalah tercengang.
Kebingungan membalut sorot mata Hao Yang, sedang Adipati Feng balas menatap dengan tatapan redup yang sebelumnya tidak pernah Hao Yang temukan.
"Selama ada aku dan selain aku, tidak ada yang bisa menghukum atau menyentuh Selir Hao!" Adipati Feng mempertegas suaranya, hingga Hao Yang sadar kalau suaminya itu memiliki suara khas pria gagah.
Perasaan dua Selir Adipati Feng bagai tercabik-cabik seketika. Harapan dan kebanggaan yang mereka gantung di langit seolah tertiup angin kemudian jatuh terpecah belah tanpa sisa.
Merasa ini pasti sebuah kesalahan besar, Selir Mu Fei lekas mengendalikan perasaannya lalu mendekati Adipati Feng dengan tatapan manja. "Adipati Feng … Nyonya Hao bersalah, keputusan Permaisuri adalah yang terbaik."
Di masa lalu, ucapan Selir Mu Fei bagai tombak yang selalu tepat sasaran. Wanita itu yakin dan percaya diri jika Adipati Feng akan lebih mendengarkan dirinya ketimbang seribu Selir sekalipun.
Sayang sekali keyakinan wanita angkuh itu sama-sama laksana terhempas terbolak-balik.
Adipati Feng yang dia tunggu memberi senyuman setuju, malahan menatapnya dengan benci lantas berkata teramat menohok. "Ucapanmu tidak dibutuhkan disini!"
Hao Yang bertambah-tambah kaget. Dia yang awalnya berniat pasrah pergi ke istana dingin, karena disana dia bisa melarikan diri ke pusat ibu kota, sekarang benar-benar kehilangan minat.
"Adipati Feng … hamba hanya mengikuti perintah Permaisuri." Jenderal utusan wanita paling terhormat di Kekaisaran ini akhirnya angkat bicara.
Senyuman tak bersahabat terukir di wajah Adipati Feng!
Sebelum berkata lebih jauh, Adipati Feng meminta Yu Li membawa Hao Yang ke dalam. "Yu Li, bawa Nyonya Hao masuk!"
Yu Li terkesiap. Mulutnya yang setengah ternganga segera mengatup. Dia mengangguk dan buru-buru membawa Hao Yang masuk, melewati Jenderal juga para Prajurit.
"Ini tidak mungkin!" Selir Mu Fei yang angkuh itu balik bersuara seraya menggelengkan kepalanya penuh ketidakpercayaan. "Adipati Feng! Kamu tidak pernah bersikap seperti ini."
Perkataan Selir Mu Fei ibarat angin di musim dingin, sungguh mengganggu.
Adipati Feng hanya fokus pada Jenderal Kekaisaran. Semua ketidaksukaan terhadap dirinya dipamerkan secara terang-terangan sampai Jenderal Kekaisaran, yang memiliki pamor menakutkan di hadapan rakyat itu menjadi tidak bisa berkutik.
Jenderal Kekaisaran pada akhirnya menurunkan ego. Pria berbadan besar itu mengisyaratkan seluruh Prajurit meninggalkan kediaman diawali dirinya sendiri.
Drap drap drap
Pada halaman kediaman yang ditumbuhi banyak pohon prem itu, seluruhnya serentak pergi terkecuali Adipati Feng dan dua Selirnya yang menguap-nguap siap meledakkan api.
Adipati Feng menghela nafas samar dengan mata sipit terpejam. Tanpa memberi penjelasan apapun, dia balik badan lalu meninggalkan dua Selirnya yang terbakar cemburu di tempat!
Karena paling tidak bisa diperlakukan buruk meski hanya sebesar biji wijen, Selir Mu Fei bergegas mengikuti Adipati Feng.
"Adipati! Jangan bertindak sembrono. Ini keputusan Permaisuri."
"Jika kamu tidak bisa diam, lebih baik hafalkan ayat kebajikan!"
Bila mereka menjauh sambil berdebat, lain halnya dengan Selir Nian yang diam tanpa pergerakan selangkah pun, tetapi tatapannya bagai elang di garis cakrawala yang mengawasi hamparan rumput ilalang di tanah gersang.
Kemudian di hari yang sama, laporan mengenai apa yang terjadi di kediaman Hao Yang membuat wanita berpakaian mewah dengan sulaman benang emas serta mahkota Phoenix berkilauan laksana kilau berlian, yang duduk menghadap Selatan itu seketika membanting gulungan bambu bacaannya.
Beberapa Pelayan yang menemani segera menundukan pandangannya dalam-dalam, sedang Jenderal yang dia utus tidak berani berkata lebih lanjut.
"Hanya wanita berasal dari keluarga rendah berani mengusik kehidupan A Fei!" Wanita paling agung itu menggeram.
Tidak ada respon dari orang-orangnya, wanita itu marah lalu meminta mereka bicara. "Katakan sesuatu!"
"Ya, Permaisuri." Jenderal bersuara tanpa mengangkat pandangan. "Adipati Feng Xi merupakan keturunan langsung pendiri pertama Kekaisaran. Hamba … hamba tidak berani menyinggung."
Wanita berstatus Permaisuri itu menghela nafas kasar seraya memejamkan mata.
Meski dia lebih angkuh dari Selir Mu Fei tapi dia tidak akan bertindak gegabah mengingat siapa itu Adipati Feng Xi.
Sedikit saja Adipati Feng merasa terganggu, tentu tahta Kekaisaran akan terancam termasuk posisi Permaisuri saat ini.
"Akan tetapi …" Permaisuri ingat sesuatu. "Bukankah Adipati Feng tidak pernah menilai wanita itu? Bukankah setiap wanita itu dihukum, dia tidak peduli? Kenapa … kenapa sekarang rasanya itu hanya kejadian dalam mimpi?"
Jenderal tidak tahu jawabannya. Namun, rumor perubahan Hao Yang sudah menyebar luas bagai aroma mawar digulung angin musim semi.
"Banyak yang bilang … setelah koma satu minggu Nyonya Hao memiliki kepribadian baru. Dia tidak lagi selembut dandelion."
"Dandelion …" Permaisuri tampak berpikir keras. "Dandelion tidak serapuh kelihatannya."
"Lantas, sekarang bagaimana saran Permaisuri?"
Permaisuri mengibaskan tangan. Dia kelihatannya berniat melupakan masalah ini tapi tentu tidak akan sesederhana itu.
***
Gerbang kediaman dan pintu utama kediaman Hao Yang rusak. Beberapa pekerja diperintah Adipati Feng memasang pintu pintu itu dengan kayu baru.
Saat ini mereka ada di halaman kediaman Hao Yang. Sibuk mengukur, serta memperhatikan bagian lain yang sekiranya harus diganti.
Pemilik kediaman sendiri ada di balkon. Berdiri tenang dengan helaian rambut menari-nari tersapu angin.
"Kediaman ini paling tua dan usang. Adipati Feng tidak pernah peduli tentang renovasi, padahal kediaman lain telah direnovasi lebih dari dua kali, termasuk kediaman Selir Mu Fei. Hal ini … apakah tidak membuat Nyonya curiga?" Yu Li bertanya disertai kekhawatiran tak beralaskan.
Hao Yang menggeleng. Kekhawatiran tidak sedikitpun menghiasi wajahnya, malahan dia saat ini memusatkan perhatiannya pada salah seorang pekerja.
Lantas, dia bertanya pada Yu Li sambil mengarahkan dagunya pada pria yang dimaksud. "Pria itu bukankah masih orangnya Tuan muda keluarga Jin?"
Yu Li mengikuti arah dagu Hao Yang dan mengangguk. Setelah itu dia balik bertanya seraya mengernyitkan alis. "Kalian tidak pernah bertemu sebelumnya, bagaimana bisa Nyonya kenal?"
Hao Yang tersenyum satu sisi. Hatinya berkata, 'Tidak pernah bertemu jika itu di masa silam tapi aku saat ini seseorang yang diberi kesempatan membalikkan keadaan dan bagusnya orang itu dipertemukan denganku jauh lebih cepat.'
"Nyonya!" Yu Li melambai-lambaikan tangan tepat di depan wajah Hao Yang.
Hao Yang mengerjap dan bertanya kembali sambil meneguk teh "Kapan mereka pulang?"
"Aku dengar, Adipati Feng meminta mereka menyelesaikan tugas hari ini juga. Mungkin mereka akan lembur dan pulang besok pagi," jawab Yu Li.
Senyum Hao Yang mengembang sempurna. Dia membuang nafas sambil merenggangkan otot-otot tangannya lalu berkata, "Sudah lama pedangku tidak mencium darah. Sepertinya setetes bisa jadi awal yang bagus."