Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

6 || Tidak Lebih Dari Daun Musim Gugur.

Di meja bacanya, Adipati Feng tampak serius menggoyangkan tangan berteman kuas kecil. Angin bertiup, membelai wajah setenang es miliknya. 

Brak! 

Pintu kamarnya dibuka kasar; memecah keheningan.

Adipati Feng meletakkan kuasnya perlahan kemudian mengangkat wajah dengan ekspresi dingin tak kunjung usai. 

Di ambang pintu, Hao Yang berdiri tegak tanpa pandangan menunduk seperti Hao Yang dahulu kala.

Sorot matanya memperlihatkan pemberontakan yang mungkin musim demi musim terpendam dalam kepatuhan.

Adipati Feng berkedip laksana detak jarum jam. Sedikitpun tidak beranjak, sedikitpun tidak mengubah posisi duduknya.

Hao Yang maju satu zhang atau disebut tiga langkah. Dengan ketegasan yang terlukis jelas di matanya dia berkata, "Aku tidak sudi mengikutimu, Adipati Feng!"

Bukan itu yang Adipati Feng inginkan dari Hao Yang! 

Meski begitu sikap Adipati Feng tetap tenang, tetapi tidak ada yang tahu pria itu seketika menekan telunjuk jarinya pada selembar kertas.

"Bukankah selama ini aku tidak lebih berposisi dari bayanganmu sendiri? Jadi aku sarankan kamu membawa seseorang yang bisa memuaskan mata si ahli keadilan di dunia ini!"

Adipati Feng belum maksud dengan seseorang yang disebut sebagai si ahli keadilan di dunia.

Merasa perkataannya sudah cukup, Hao Yang mengangkat dagunya sedikit kemudian berbalik pergi tanpa meninggalkan kehormatan yang selalu dia berikan sepanjang bertemu Adipati Feng.

Pintu kamar pribadi Adipati Feng masih terbuka lebar. Punggung kecil Hao Yang tampak semakin menjauhi dirinya.

Besok masih bertemu, tempat tinggal mereka juga sangat berdekatan tapi Adipati Feng merasa Hao Yang saat ini begitu susah digapai seakan dia tergantung di nirwana.

Begitu Hao Yang tidak terlihat di pelupuk mata, Pengawal pribadi Adipati Feng keluar dari papan pembatas berlukiskan sampan di tengah danau.

Pengawal itu berdiri di sisi Adipati Feng sambil membuang nafas tak puas. Namun ketika dia melihat ke bawah, dia malah menemukan Adipati Feng tersenyum tipis seraya melanjutkan diri melukis gambar wanita cantik dengan beberapa kata di sampingnya.

Hari telah berubah, kamu ikut berubah tapi perasaanku padamu masih sama, serupa tidak berbeda.

Sekarang Hao Yang berjalan melewati koridor luar ruangan menuju kediamannya.

Di arah berlawanan, terdapat Selir Mu Fei yang dikawal beberapa Pelayan muda.

Setiap bertemu Selir Mu Fei di kehidupan sebelumnya, Hao Yang akan sangat menghormati wanita itu meskipun dia lebih tua.

Hal ini semata-mata dilakukan Hao Yang karena Selir Mu Fei adalah orangnya Permaisuri.

Aturan menjunjung tinggi kehormatan Selir Mu Fei masih tertanam hingga detik ini. Dia tentunya selalu gila hormat dari siapapun itu, termasuk dari seorang rendahan seperti Hao Yang. 

Bagusnya hal mengejutkan terjadi!

Tepat ketika Hao Yang berhadap-hadapan dengan Selir Mu Fei, sikap Hao Yang sekarang justru sangat diluar dugaan.

Wanita malang yang selalu dianggap rendah dan selalu menghormati Selir angkuh itu tidak lagi menghormatinya, melainkan melewati dirinya seperti melewati tiang!

Selir Mu Fei tercengang. Satu zhang setelah dilewati Hao Yang, ayunan kakinya terhenti, pun diikuti seluruh Pelayan yang setia mengekor.

Pelayan Selir Mu Fei yang mengenal baik wanita itu, lekas balik badan berteriak, "Lancang!"

Kata itu pernah dilontarkan pada Hao Yang tatkala kali pertama pertemuan mereka di masa silam.

Dahulu Hao Yang peduli. Sekarang wanita itu berpura-pura tuli dengan mengabaikan teriakan salah seorang Pelayannya.

Kemarahan Selir Mu Fei bertambah berkali-kali lipat!

Para Pelayan yang mengikutinya terlihat panik. Dan Pelayan yang sama terpaksa keluar barisan lantas menunjuk Hao Yang yang masih berjalan lurus.

"Berhenti kamu di sana! Beraninya kamu tidak hormat pada Nyonya Mu Fei! Apa kamu lupa siapa wanita berkedudukan ini?"

Jangankan menggubris teriakan itu, mendengarkannya pun tidak Hao Yang lakukan sama sekali.

Sehingga Selir Mu Fei yang angkuh terpaksa balik badan. Lalu, seluruh Pelayan segera menepi sekaligus menundukkan pandangan.

Selir Mu Fei maju satu zhang hanya untuk ikut berteriak. "Aku perintahkan kamu berhenti dan hormat di bawah kakiku!"

Setelah teriakan Selir Mu Fei, Hao Yang seketika menghentikan langkahnya tapi wanita itu masih tetap berdiri membelakangi.

Sudut bibir Selir Mu Fei terangkat bangga. Dia meyakini Hao Yang akan balik badan dan menjilat di bawah kakinya seperti biasa.

Siapa sangka, Hao Yang bukannya berbalik, melainkan keluar area koridor untuk pergi ke bawah pohon prem.

Kedua bola mata Selir Mu Fei bagai mencuat. Kedua tangannya mengepal dengan darah mendidih; meletup-letup.

Hao Yang bukannya berbalik badan menghadapi Selir Mu Fei, melainkan mengambil buah prem kemudian lanjut pergi tanpa ada keraguan.

Selir Mu Fei luar biasa murka. Wanita itu berteriak mengata-ngatai Hao Yang. "Berhenti, Jalang! Beraninya kamu melawanku! Beraninya kamu tidak sopan padaku! Jalang!"

Karena tidak ada tanggapan apapun, dan Hao Yang justru semakin jauh menuju kediamannya, Selir Mu Fei melampiaskan kemarahan pada para Pelayan muda tadi.

Plakkk plakkk plakkk

Mereka ditampar satu persatu sekaligus diocehi. "Wanita sialan! Aku ingin dia mati! Aku ingin dia mati! Aku ingin dia mati!"

Samar-samar Hao Yang mendengar suaranya, dan dengan bibir menyungging tanpa beban, wanita itu memasuki kediaman sendiri lantas meminta Yu Li membersihkan buah prem yang barusan diambil.

"Bersihkan dan jemur buah ini hingga kering."

Yu Li mengerti. Gadis muda itu segera mengambil buah prem nya lalu berjalan penuh semangat ke belakang.

Hao Yang lanjut ke kamar pribadinya kemudian duduk di meja baca.

Di atas meja terdapat sulaman kipas bulat yang belum diselesaikan. Sekarang dia melanjutkan pembuatan bordiran bunga mawar merah secara hati-hati.

Sekitar setengah shichen, Hao Yang hampir menyelesaikannya. Namun disaat yang sama, terdengar suara dobrakan kasar dari depan dan disusul dobrakan tak kalah kasar persis di hadapannya.

Drap drap drap

Beberapa Prajurit berbadan besar memberondong masuk sebelum berbaris rapi di dua sisi.

Hao Yang tahu siapa mereka, juga tahu siapa yang membuat mereka datang secara tidak sopan ke kediamannya.

Drap drap drap

Tak berselang lama setelah kedatangan para Prajurit, seorang Jenderal Kekaisaran yang selalu dipercaya Permaisuri masuk kemudian berdiri di antara barisan Prajuritnya.

Lembaran kertas berlapis kain beludru lembut dibentang lalu isinya dibaca secara lantang. "Nyonya Hao ditetapkan bersalah karena menyinggung orang kesayangan Permaisuri. Nyonya Hao harus dibawa ke istana dingin untuk introspeksi diri."

Yu Li yang baru muncul setelah mendengar suara gaduh pun langsung bersandar lemas pada tiang depan kamar pribadi. Pasalnya, istana dingin bukan sebuah istana melainkan bangunan usang dan tua yang letaknya paling utara.

Di sana matahari hanya menggantung pucat, warna keabuan membuat suasana selalu mencekam. Dibanding sebutan Istana, Istana dingin lebih pantas disebut pemakaman.

"Istana dingin lagi," lirih Hao Yang seraya mengingat masa silam.

Di masa silam, wanita itu telah pergi ke istana dingin selama lima kali. Jika hari ini termasuk, maka akan menjadi enam kali.

"Nyonya Hao, silahkan." Jenderal mempersilahkan Hao Yang beranjak pergi.

Hao Yang mengangkat wajah. Dengan tenang dia memerintah. "Yu Li! Siapkan mantel musim dingin dan lilin merah abadi!"

Yu Li mengerjap sadar. Gadis muda itu akhirnya bergegas pergi dan tidak lama dia kembali membawakan barang yang dimaksud.

Keduanya siap berangkat ke istana dingin, sedang Jenderal beserta para Prajuritnya mengawal dari belakang. Namun siapa yang tahu, Adipati Feng mendadak datang dengan langkah lebar dan wajah marah padam.

Langkah mereka otomatis menggantung lalu Jenderal Kekaisaran itu segera memberi hormat. "Adipati Feng."

Pandangan Adipati Feng tertuju Hao Yang seorang. Detik berikutnya, dia menangkap pergelangan tangan Hao Yang dan berkata tegas. "Siapapun yang akan membawa Hao Yang ke istana dingin, maka dia harus berhadapan denganku!"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel