4 || Pergi ke Festival dan Mencuci Koin si Penindas.
Adipati Feng bergegas mendatangi kediaman Hao Yang. Tidak seperti sebelumnya yang memiliki keraguan, kali ini pria itu langsung memasuki kediamannya lalu menuju kamar tempat Hao Yang menanggalkan jubah.
Brak!
Pintu dibuka kasar mengejutkan Hao Yang, yang sekarang dalam balutan pakaian tipis tapi tidak transparan.
"A--adipati!" Hao Yang tergagap.
Wanita itu lantas bergegas menjulurkan tangan hendak mengambil jubahnya kembali, tetapi Adipati Feng yang diselimuti kemarahan pun mendorong tubuh Hao Yang ke permukaan dinding.
Bugh!
Punggung Hao Yang terbentur. Sakit tak seberapa seketika menjalar. Matanya terpejam beberapa saat sebelum mengerjap dan menemukan tatapan kecewa dari Adipati Feng.
Hao Yang membatin, "Karena Selir kesayangannya disinggung, dia menjadi semarah ini."
Pelayan pribadi Hao Yang datang tergesa-gesa setelah mendengar keributan. Namun, begitu melihat posisi Adipati Feng dan Hao Yang, gadis muda itu langsung balik badan dan berlari pergi tanpa lupa menutup pintu kamar.
"Ada apa?" Hao Yang melontar angkuh. "Oh, melihat ekspresimu ini … aku menebak, wanita yang sangat kamu cintai itu telah membuat pengaduan sambil menangis buaya."
Kemarahan Adipati Feng bertambah berkali-kali lipat, hatinya bagai dibakar kobaran api secara perlahan, tubuh dan kepalanya menjadi sangat panas.
Hao Yang tersenyum satu sisi. "Aku telah menyinggung wanita yang paling berharga dalam hidupmu. Seperti biasanya, cambuk itu ada di lemari. Tersimpan rapi di sana. Sekarang bisa Adipati Feng ambil dan—"
"Jangan keras kepala!" potong Adipati Feng dengan suara membentak, "kenapa kamu suka sekali dihukum?"
Hao Yang mencerna. Ingatan masa lalunya datang dan dia kembali memejamkan mata lalu mengerjap diselingi senyuman tipis. "Bukan senang dihukum tapi Adipati Feng yang terus melakukannya meski itu bukan kesalahanku. Jadi bagusnya pertanyaan tadi diganti. Kenapa Adipati Feng suka sekali menghukumku?"
Suara itu terdengar lembut saat didengar oleh Adipati Feng. Sorot matanya laksana api membara, namun sedetik kemudian berkaca-kaca bagai bongkahan berlian.
Adipati Feng akhirnya mengingat bagaimana dia selalu menghukum Hao Yang sebelum hari ini ada, termasuk saat wanita itu salah atau tidak sekalipun.
Merasa sakit hati karena pada saat itu Adipati Feng bak pecundang, akhirnya kini dia merenggangkan tangannya pada lengan Hao Yang sebelum dia merengkuh pinggang wanita itu untuk menjatuhkannya dalam pelukan.
"Yang Er …" sebut Adipati Feng setengah berbisik, "ada banyak alasan yang tidak bisa kuberitahu padamu tapi satu hal yang perlu kamu ingat … selama aku masih hidup, aku tidak akan membiarkan orang lain melukaimu."
Ucapan Adipati Feng tidak menggoyahkan kebencian Hao Yang!
Lagipula, di masa silam Adipati Feng ini bukan hanya menghukum dirinya tapi juga membiarkan Selir Nian beserta Selir Mu Fei menyakiti Hao Yang sampai meninggal secara tragis.
Pada saat itu, dimana Adipati Feng? Apakah dia sedang memanjakan dua Selir pembunuhnya atau sedang bermain pedang di taman bambu?
Membayangkan apa yang dilakukan Adipati Feng sampai tidak tahu kematiannya, Hao Yang menjadi benar-benar jengkel sehingga mendorong kasar pundaknya.
Adipati Feng berjalan mundur tanpa menatap wanita itu, melainkan memperhatikan sepatu putih yang menyembul di bawah pakaiannya.
Tidak peduli apa yang dipikirkan Adipati Feng, Hao Yang balik badan memunggungi kemudian selang beberapa saat pintu terdengar dibuka lalu kembali ditutup.
Rupanya Adipati Feng kembali ke kediaman sendiri, dan tak berselang lama Selir Nian datang mengadukan semua keributannya bersama Hao Yang. Namun, pengaduannya itu berbeda dari laporan yang disampaikan Pengawal pribadi Adipati Feng.
Selir Nian menambah beberapa kebohongan, yang dikira akan membuat Adipati Feng dongkol, termasuk kebohongan soal Hao Yang merendahkan Permaisuri.
Usai menyelesaikan pengaduan, Selir Nian meminta Adipati Feng memberi hukuman setimpal pada Hao Yang. "Adipati Feng harus menghukum wanita angkuh itu!"
Adipati Feng terdiam menahan kemarahan, tetapi bukan karena pengaduan Selir Nian, melainkan karena pertemuannya dengan Hao Yang beberapa saat lalu.
"Adipati Feng, beri aku keadilan!" Desak Selir Nian.
"Bai Shang!" panggil Adipati Feng pada Pengawal pribadinya.
"Hamba, Adipati," sahut si Pengawal pribadi.
"Turunkan perintah untuk Selir Hao. Minta wanita itu menyalin kitab kebajikan dari perpustakaan sebanyak seribu lembar dan jangan biarkan dia keluar sebelum hukuman selesai!"
Pengawal pribadinya mematuhi. "Baik! Adipati!"
Perintah hukuman disampaikan pada Hao Yang. Wanita yang lahir kembali setelah kematian tragisnya itu telah menebak apa yang akan terjadi. Maka dia bergegas pergi ke perpustakaan kediaman Feng ditemani Pelayan pribadinya.
Sampai di perpustakaan, Hao Yang hanya menyalin beberapa lembar saja. Setelah itu dia malah mengajak Pelayan pribadinya pergi meninggalkan perpustakaan menuju festival di pusat kota.
"Nyonya! Kamu sudah membawa persiapan sebanyak ini seakan-akan kamu sudah tahu Adipati Feng akan menghukum kamu menyalin kitab kebajikan di Perpustakaan," ucap Pelayan pribadinya di pertengahan jalan menikmati festival.
Hao Yang tersenyum. Sudah pasti dia tahu karena di masa silam juga dia pernah dihukum seperti ini. Bedanya, kali ini dia yang mengawali keributan.
"Dan Nyonya, aku baru tahu Nyonya rupanya mengetahui jalur rahasia di perpustakaan," imbuh Pelayan pribadi Hao Yang.
Ya! Bukannya menyelesaikan hukuman, Hao Yang justru melewati jalur rahasia menuju pusat kota!
"Tebak makna puisi! Tebak makna puisi!"
"Tang Hu Lu! Tang Hu Lu!"
"Hei, Nona nona, silahkan dibeli lentera kelincinya!"
Keramaian suara pedagang memenuhi festival. Hao yang sangat menikmati hari ini. Dia berjalan bebas tanpa ada kekhawatiran. Dan dia berjanji akan selalu melakukan hal ini meski dilarang sekalipun.
"Nyonya! Ada manisan buah! Itu kesukaanmu!" Semangat Pelayan pribadi Hao Yang.
Hao Yang mengangguk. "Tuan, aku minta manisan mangga dan anggur. Masing-masing setengah kilo!"
"Siap, Nona!"
"Yu Li, bayar manisannya!" Suruh Hao Yang.
Yu Li tidak tahu akan pergi ke festival. Gadis muda itu tidak membawa kantong koin. Dia menyeringai kuda. Itu dimaksud Hao Yang.
"Payah," lirih Hao Yang.
"Maaf, Nyonya. Aku tidak tahu kita akan datang ke festival ini."
"Nona, silahkan bayar manisannya!" tegur pedagang.
Hao Yang secara tak sengaja melihat tunangan Sepupu Adipati Feng. Tunangan Sepupunya Adipati Feng itu pernah beberapa kali menindas Hao Yang, jadi dia memiliki rencana untuk pria itu.
"Yu Li, tunggu sebentar disini. Aku akan mencari uang."
Pelayan pribadinya belum sempat menjawab, Hao Yang telah lebih dulu pergi dan menghilang di tengah keramaian.
Kemudian Hao Yang tiba di hadapan tunangan Sepupunya Adipati Feng. Wanita itu berpura-pura terdorong, terdesak-desak lalu jatuh menimpa tubuh tunangan Sepupunya Adipati Feng.
"Lancang!" Marah pria tersebut.
Hao Yang bersicepat berdiri lalu membungkuk meminta maaf. "Maaf, Tuan muda, maaf. Barusan beberapa orang mendorongku."
Pria itu beranjak bangun; mengibaskan jubah mahalnya. Untuk beberapa detik dia menatap wajah Hao Yang sambil mengerutkan kening.
Di matanya, wajah Hao Yang seolah tidak asing, tetapi saat dia berusaha menebak, seseorang memanggilnya.
"Tuan muda Jin!"
Pria itu menoleh, sedang Hao yang mengambil kesempatan melarikan diri tanpa jejak. Ketika pria itu balik menghadap ke depan, Hao Yang sudah menghilang bak ditelan bumi.
Hao Yang kembali ke pedagang manisan. Dia mengeluarkan koin dari hasil curiannya pada Tuan muda Jin.
"Nyonya, ini?" Yu Li menatap setengah tak percaya.
Hao Yang membayar manisan dengan santai sebelum dia menyeret Yu Li ke pedagang lain.
Lalu, tanpa sadar mereka telah membeli banyak barang dan makanan menggunakan uang curian itu. Dan setelah uang tidak tersisa sepeserpun, Hao Yang membuang kantong koinnya ke selokan.
"Kamu telah menindas ku! Uang yang aku habiskan ini sebenarnya jauh dari kata cukup untuk membayar semuanya!"