Bab 9 Aksi Paspampres
Bab 9 Aksi Paspampres
Suasana hening dan mencekam di dalam kabin bagian belakang karena semua orang berharap dalam hati masing-masing agar para pembajak tidak melakukan apapun. Dua jam pertama hampir terlewati dan mereka semua sedang cemas jika apa yang dikatakan sang pemimpin pembajak benar-benar akan terjadi. Bahwa mereka akan mengumpankan satu orang setiap satu jam.
Sang pemimpin sedang berjalan mondar mandir menanti telepon dari darat untuk mengetahui sejauh mana proses yang sedang dilakukan. Presiden menatapnya dengan sangat cemas, ia sudah memberi sandi bahwa apapun yang mereka bicarakan saat ia meminta pembebasan tadi tidak harus dilakukan. Prabu percaya, orang-orang terdekatnya dalam pesawat ini bisa mengatasi situasi. Ia hanya perlu memberi mereka sedikit lebih banyak waktu.
Karena merasa pegal pada kakinya, Rain bergerak bangkit dari posisi duduknya hanya untuk meregangkan tubuhnya. Tapi gerakan itu membuat salah satu pembajak langsung menembakkan peluru, gadis itu terkejut tapi gerakan refleksnya sangat cepat sehingga ia bisa menghindari peluru.
Peluru melesat di atas kepalanya, tapi itu cukup membuat semua orang terkejut. Rain yang spontan menunduk mengutuk dalam hati. Kembali menegakkan kepala ia menatap orang yang baru saja mengeluarkan tembakan. “Kau sakit!” semburnya begitu matanya menemukan si penembak. “Apa alasanmu memuntahkan peluru? Hanya karena aku berdiri?”
Presiden menatap pembajak yang mengeluarkan tembakan tadi dengan rasa geram karena melihat kelakuan mereka yang seenaknya saja. Mereka seperti teroris yang tidak berperikemanusiaan, terbukti mereka bahkan tidak bisa memberikan kesempatan kepada rakyatnya untuk menikmati waktu sendiri mereka.
“Kalian membuat suasana menjadi mencekam, kau pikir duduk berjam-jam itu tidak melelahkan? Aku hanya meregangkan tubuh sama sekali tidak mengancam nyawa kalian. Pengecut seperti kalian memang hanya akan sanggup melakukan perbuatan seperti ini,” belum puas gadis itu terus mengeluarkan kecaman.
Pemimpin pembajak menatapnya kesal. “Kau terlalu banyak bicara, Nona. Orangku hanya bertindak untuk menunjukkan kewaspadaan,” sergahnya kasar. Rain mendengus sebal.
“Hentikan! Apa Anda ingin mencelakan kita semua dengan terus mengeluarkan tembakan yang bisa melubangi dinding pesawat?” teriak Presiden yang sudah tidak tahan lagi dengan kelakuan para penyusup.
“Sebaiknya Anda yang diam Tuan Presiden. Anda tidak punya hak bicara di sini.” Ketua pembajak berhenti bergerak dan menatap pada setiap penumpang yang kepalanya terangkat. Sementara yang lain memilih untuk menunduk dan tidak melihat pemilik suara kecuali para pasukan Paspampres yang sudah menggertakkan gigi mereka.
“Jika ada lagi yang mencoba bergerak atau berbicara tanpa diminta, maka nyawa salah satu diantara kalian yang akan menjadi taruhannya. Silakan coba jika tidak percaya.”
Suasana kembali hening dan kali ini setiap penumpang semakin merasa tertekan karena apa yang barusan diucapkan oleh sang ketua pembajak. Apa yang Presiden lakukan beberapa detik sebelumnya tersebut lebih sebagai bentuk simpati pada rakyatnya yang terlibat dalam situasi buruk ini.
Kalau saja mereka tidak ikut dalam rombongan kunjungan kenegaraannya, pastilah kejadian yang naas ini tidak menimpa mereka. Presiden sudah membayangkan bahwa situasi politik terkadang menjadi penyebab dari berbagai permasalahan pada bangsanya. Selain itu juga, pada taraf tertentu akan sangat mempengaruhi cara seorang pemimpin negara memerintah dan mengambil keputusan.
Dalam kondisi politik seperti saat ini yaitu langsung berhadapan dengan situasi dimana Presiden harus menentukan sikap, bukanlah sesuatu yang mudah. Presiden secara pribadi harus bergumul untuk memilih antara kepentingan rakyatnya ataukah menegakkan hukum yang seringkali menjadi rumit jika berbicara tentang politik dan implikasinya pada penegakan hukum.
Semasa menjadi pengusaha, situasi politik yang tidak menentu lebih pada mempengaruhi harga pasar dan tingkat keamanan yang memberikan resiko pada keinginan untuk berinvestasi. Jika tidak ada gejolak politik yang panas terkait benturan kepentingan antara para penguasa, maka seorang pengusaha akan dengan lega siap menanamkan modal. Namun akan terjadi sebaliknya karena situasi keamanan dari suatu negara sangat dipengaruhi oleh situasi politik.
Namun, jika berbicara tentang hak sipil dari warga negara asing yang berkunjung, lalu melakukan tindakan yang bertentangan dengan faham dari bangsa yang dikunjungi, kemudian dihukum berdasarkan undang-undang yang berlaku di negara yang asing bagi si pelaku tersebut, maka kasusnya menjadi semakin rumit. Sebagai seorang pemimpin, Presiden harus membuat keputusan yang bijaksana, sehingga tidak mempengaruhi hubungan kerjasama bilateral maupun multilateral yang sudah diinisiasi sejak awal melalui perjanjian kerjasama antar negara, dan juga memastikan penegakan hukum terjadi demi martabat dari bangsa dan negara sendiri.
Rain menatap tajam pembajak yang baru saja menembaknya, wajahnya tidak terlihat tapi melihat wujudnya mengingatkan Rain dengan desingan peluru yang membuatnya kembali duduk tapi tentu saja dengan geraman dan hentakan kaki tanda rasa kesalnya. Para pengawal presiden yang melihat situasi itu juga sebenarnya sudah tidak bisa menahan diri lagi, namun mereka tidak mungkin mengambil resiko mencelakai sesama anggota delegasi sehingga mereka berjuang dengan diri sendiri agar bisa tenang.
Setiap mereka melihat jamnya masing-masing karena masih tersisa beberapa menit waktu bagi mereka untuk segera beraksi sesuai instruksi komandan mereka. Tak terasa enam jam sudah berlalu dalam ketegangan. Enam puluh lima menit lagi mereka akan mendarat di Bandara Internasional Baiyun Guangzhou untuk mengisi bahan bakar.
Sepuluh menit dari waktu yang sudah para pengawal presiden tentukan, salah satu petugas Paspampres mengangkat kedua tangannya dengan tujuan meminta izin pergi ke toilet. Untungnya para pembajak masih berbaik hati mengikuti permintaan mereka karena ada satu orang pembajak khusus yang ditempatkan di bagian ekor pesawat dekat dengan toilet.
Begitu pengawal itu masuk ke dalam toilet, ia tidak langsung menutupnya, tetapi ia lakukan dengan perlahan-lahan seolah-olah gerakan mau menutup pintu. Sebenarnya ia memberi celah untuk bisa melihat posisi pembajak. Karena mengira pintu sudah tertutup, si pembajak membalikkan tubuhnya.
Saat sang pengawal hanya melihat punggung dari pembajak tersebut, dengan perlahan tanpa suara, ia membuka pintu dan langsung membekap mulut si pembajak dari belakang dengan tangan kanan. Dan tangan kirinya menahan moncong senapan sambil diarahkan ke bawah sehingga pembajak tersebut menarik pelatuk tapi tembakannya menyerempet kakinya sendiri.
Tubuh si pembajak ditarik ke dalam toilet yang sempit dan diberikan suntikan pada lengannya sehingga langsung tak sadarkan diri seketika itu juga. Pintu toilet menutup dengan rapat dan dengan sigap pengawal presiden mengganti kostumnya dengan milik si pembajak. Postur tubuh mereka hampir sama besar sehingga baju yang digunakan tetap tidak menarik perhatian dari sesama penyusup.
Suntikan yang diberikan berupa cairan penghilang kesadaran yang membuat si pengguna akan tertidur selama dua belas jam sebising apa pun kondisi di sekitarnya. Staf Paspampres yang sudah berganti kostum, lalu memapah tubuh si pembajak yang sudah tertidur dan dibaringkan tertelungkup di atas kursi penumpang di deretan dua kursi penumpang paling belakang, dengan kepala dibuat menyamping sehingga wajahnya tidak terlihat.
Posisinya seolah-olah si pengawal presiden sedang tertidur di atas kursi dengan kaki yang meringkuk sehingga sepatunya tidak terlihat dari jauh. Sang pengawal lalu kembali berdiri menggantikan tempat dari si pembajak. Lima menit kemudian ia bergerak maju dan menyolek bahu dari pembajak lainnya dan berbicara langsung di telinga pria itu memberikan aba-aba agar mereka bergantian berdiri di toilet belakang.
Alasannya karena ia sudah mulai mabuk karena bau dari dalam toilet pada saat penumpang masuk dan keluar sehingga ia butuh udara berbeda sebelum ia mabuk udara. Ia juga menyampaikan kalau ada penumpang yang tertidur di kursi penumpang di belakang atas permintaan sendiri sehingga tidak boleh diganggu.
Sang pembajak lalu mengikuti permintaan orang yang ia pikir adalah temannya karena tidak boleh ada tempat yang kosong. Sementara pengawal presiden yang telah berjubah hitam-hitam, berdiri di posisi yang telah tergantikan tadi. Ia menatap lekat pada semua staf Paspampres yang adalah teman-temannya dengan memberikan tanda jempol satu kali pada saat teman pembajak lainnya tidak memperhatikannya.
Walaupun ia telah tampil seperti para pembajak tapi posisinya terlihat dari depan dan belakang sehingga gerak-geriknya benar-benar harus tidak boleh mencolok agar tidak mengundang rasa curiga dari sesama pembajak. Kalau sesuatu terjadi maka akan merusak keseluruhan rencana yang sudah disiapkan oleh pimpinan mereka secara mendadak dengan harapan tidak akan gagal.
Komandan Paspamres yang menangkap sinyal jempol itu dengan segera mengangguk pada orang berikutnya untuk melakukan tugasnya.
*Bersambung*