Bab 7 Jam Cerdas
Bab 7 Jam Cerdas
Rain sudah duduk diantara dua orang Paspampres sambil berpikir caranya untuk bisa saling berkomunikasi. Dari posisinya yang sekarang, Rain bisa langsung menatap Guntur walaupun mustahil untuk mereka saling menyampaikan pendapat secara lisan. Kali ini semua penumpang memang membutuhkan cara berbicara dengan isyarat dan bahasa tubuh saja.
Rain agak menyesali betapa selama ini ia tidak begitu banyak bergaul dan berbicara dengan Guntur saat di kantor. Sehingga dalam keadaan genting seperti ini, mereka tidak punya bahasa tubuh khusus yang bisa dipakai untuk berkomunikasi. Permasalahan sekarang adalah memikirkan cara untuk mengalihkan perhatian pimpinan pembajak agar ia bisa berbicara dengan Paspampres ataupun Guntur.
Suasana masih hening karena si pembajak masih mondar mandir sambil terus menatap penunjuk waktu. Rain juga secara refleks menatap jam tangan cerdasnya. Ia ingin memanfaatkan setiap kesempatan untuk menghubungi pihak luar namun ia tahu kalau lebih tepat bagi Paspampres untuk memanfaatkan benda itu. Karena mereka lebih tahu pihak mana yang akan bisa dengan cepat membantu menyelamatkan mereka saat ini.
Namun, ia bingung bagaimana cara untuk menyampaikan apa yang ada di kepalanya saat ini. Ia juga tidak mau para pembajak ikut menyita jam pintarnya. Sementara si pembajak sudah berdiri tepat di hadapan Presiden. Paspampres sudah ingin bergerak untuk menjadi tameng bagi Presiden, tapi anggota pembajak lainnya memberikan tanda penghalang dengan laras senjata sehingga sang pengawal mengurungkan niatnya.
“Kami ingin berbicara dengan Wakil Presiden Indonesia karena saudara Presiden sedang bersama kami,” ucap sang pembajak masih dengan senapan yang mengarah pada lawan bicara di hadapannya yaitu Prabu.
Rain bisa melihat kalau wajah Ibu Negara terlihat semakin pucat memandang sang suami yang sedang berada dalam todongan pembajak. Tidak ada rasa iba atau simpati sedikit pun dari Rain untuk apa yang sekarang sedang menimpa pasangan penguasa negara Indonesia tersebut.
Tidak lama kemudian gawai yang sama diberikan pada Presiden untuk bisa berbicara dengan Wakil Presiden di Ibukota, dengan sambungan telepon melalui kantor kedutaan besar Republik Rakyat Tiongkok di Jakarta pusat. Semua orang menyaksikan dan mendengar presiden berbicara pada wakilnya.
“Pak Yusuf, saya mohon agar bisa melaksanakan prosedur pemberian grasi pada Yung Khalid. Ini perintah yang harus diproses secepatnya di hari ini juga. Paling lambat dua puluh jam dari sekarang,” Presiden berbicara dengan tenang tanpa menyebutkan kalau pesawat mereka sedang dibajak.
Terdengar helaan nafas Wakil Presiden di seberang sana. “Boleh saya tahu, mengapa kita harus melakukan ini? Bapak baik-baik saja?” balas Wakil Presiden, seorang pria super cerdas yang terlalu lihai menilai situasi. Tapi Presiden tidak ingin ada kekhawatiran bagi jajarannya dan memilih tidak memberitahu apa yang sebenarnya terjadi.
“Kita sedang mengadakan negosiasi politik dengan Presiden di sini sehingga ini sudah menjadi kesepakatan saling menguntungkan antara kedua belah pihak.”
Wakil Presiden adalah mantan prajurit terbaik, dia terbiasa berada dalam tekanan dan mengerti psikologi seseorang. Ia tahu, Presiden dalam keadaan tertekan dan berusaha menyembunyikannya. “Mohon Pak Presiden ulangi lagi penyataan tadi sehingga bisa kami rekam dan jadikan bukti sebagai landasan penerbitan dokumen administrasi nanti.”
Pak Prabu tidak menolak permintaan wakilnya dan melafalkan setiap kalimat dengan lebih perlahan agar jelas dalam rekaman nanti. Yang tidak ia sadari, Wakil Presiden sudah mengetahui bahwa arah penerbangan mereka sudah berubah. Tetapi ia mengerti situasinya dan memilih melakukan semuanya tanpa sepengetahuan Presiden.
Rain sibuk memasang telinga pada ucapan Presiden namun ia disikut oleh Komandan Paspampres, membuatnya menoleh pada pria tersebut. “Bantu kami melumpuhkan penyusup. Kami tahu kalau kamu juga salah satu anggota pasukan SAS (Special Air Service, pasukan khusus milik Angkatan Darat Inggris). Kita pernah berada dalam satu kegiatan pelatihan skala internasional. Saya dan teman saya ini yang dikirim mewakili Indonesia.”
Rain membeliak lalu menggelengkan kepalanya. Maksudnya ingin menyampaikan kalau apa yang disampaikan sang komandan keliru dan juga tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Sementara kedua pria yang menjadi lawan bicaranya menangkap kalau Rain menolak untuk membantu mereka.
Kedua pria itu saling pandang dan mencoba untuk membujuk Rain sekali lagi. Mereka salah mengira Rain sebagai salah satu anggota resimen pertahanan darat dari Inggris yang pernah menjalani pelatihan militer bersama mereka dalam jangka waktu tiga bulan. Memang ada kemiripan wajah antara Rain dan agen tersebut sehingga mereka sangat yakin dengan dugaan mereka.
Sementara Rain juga sedang berpikir caranya untuk menyerahkan jam tangannya pada para pengawal presiden itu untuk membantu mereka mencari pertolongan. “Saya rasa kalian salah mengenali orang, saya hanya jurnalis biasa. Tetapi saya punya sesuatu yang bisa membantu kalian berkomunikasi dengan pihak luar,” desis Rain sebelum melancarkan idenya.
Rain akhirnya mengulang triknya yang pertama dengan mengangkat kedua tangannya ke atas. Salah satu anggota pembajak berjalan menghampirinya lalu menatap Rain tanpa bersuara. Malahan ia menodong dahi Rain dengan ujung laras senapannya. Rain menunduk dan tetap mengangkat tangan menunggu reaksi dari Pemimpin Pembajak yang punya wewenang untuk berbicara diantara semua temannya.
“Kamu lagi! Apa yang kamu inginkan kali ini?” hardik si ketua membuat Rain agak melonjak dari tempatnya duduk karena kaget.
‘Sialan, kalau saja mereka tidak bersenjata sudah kuajak duel dari tadi,’ gerutu Rain membatin.
Rain mengangkat kepalanya lalu menunjuk ke arah Guntur, “Teman saya di sana itu telinganya tidak begitu berfungsi dengan baik dan juga ia punya penyakit epilepsi yang akan susah ditangani kalau sudah kambuh karena panik. Saya tidak mau sampai sakitnya muncul. Izinkan saya berbicara dengannya dengan bahasa isyarat.”
Salah satu teman pembajak yang ada di kabin belakang mencari orang yang dimaksud Rain menurut petunjuk dari bosnya tersebut. Saat semua orang yang menyimak perkataan Rain, mengalihkan pandangan pada Guntur mengikuti arah telunjuk dari Rain termasuk para pembajak, dengan segera Rain membuka jam pintarnya.
Kemudian ia sodorkan dengan salah satu tangannya dari belakang punggungnya pada seorang dari kedua pengawal di sampingnya. Ia tidak tahu siapa yang berhasil menerima benda tersebut tapi ia bisa merasakan tarikan lepas dari jemarinya menandakan penunjuk waktu tersebut sudah berpindah tangan. Salah satu pembajak lalu memberikan aba-aba pada Rain untuk menuju temannya yang tadi ia sampaikan.
Mereka termakan umpan dari Rain yang berhasil mengalihkan perhatian si Pemimpin Pembajak. Dalam kesempatan ricuh tersebut Komandan Paspampres segera menyembunyikan jam pintar tadi di balik ujung kaki celana lorengnya. Lalu ia juga mengangkat kedua tangan melewati kepalanya sambil menunduk, meniru trik dari Rain yang berhasil.
“Kenapa?” tanya si Pemimpin Pembajak.
“Izin ke toilet!” teriak si Pampamres dengan tegas tanpa mengangkat wajahnya.
“Tiga menit!,” balas si pembajak mengarahkan ujung senapannya ke arah toilet yang dekat kokpit sekitar dua meternya jauhnya dari posisi si pengawal.
Dua langkah panjang si pengawal sudah berada di dalam kamar mandi. Sementara Rain sendiri sudah ada di dekat Guntur. Ia memeragakan bahasa isyarat dengan jemarinya dalam pola yang tak beraturan. Pada saat yang sama ia melafalkan kata-kata seiring dengan gerakan tangannya.
Ketika ia melihat para pembajak tidak sedang memperhatikan mereka, maka ia berbisik pada Guntur untuk ikut berpura-pura dengannya. “Bisakah kau berperan sedang sakit epilepsi?” tanya Rain dalam bisikan. Guntur melotot keki padanya, jika saja ia tak melihat mata indah itu tengah memohon, maka ia tidak akan mengindahkannya.
“Apa?” ia bertanya hanya untuk meyakinkan diri bahwa Rain tidak salah berucap. “Epilepsi? Aku?” Guntur menunjuk dadanya sendiri dan Rain mengangguk yakin.
“Ya, hanya itu yang bisa kupikirkan sekarang untuk memecah konsentrasi mereka,” ucapnya seolah itu hal yang biasa, seraya mengerling para pembajak.
Selain itu Rain juga sedang berdoa dalam diam agar para pengawal presiden bisa memanfaatkan jam pintarnya untuk mengeluarkan mereka dari ancaman para pembajak amatiran tersebut. Rain menganggap mereka kacangan karena ia kesal rencananya dari Jakarta yang sudah disiapkan dari semalam, hancur berantakan karena kehadiran para penyusup tak diundang.
Selain menanti hasil dari aksi para pengawal presiden dan alternatif rencana sakit Guntur kumat, Rain masih tetap berpikir cara lain yang bisa ia buat untuk mendukung rencana Paspampres mengambil alih pesawat.
*Bersambung*