Bab 20 Kehormatan Hasna
Bab 20 Kehormatan Hasna
Hasna keluar dari kamar mandi setelah dia membersihkan tubuhnya atas perintah dari Aiden. Hasna tetap memakai baju yang dia sebut jaring tadi, karena Hasna sadar dia sudah dibayar oleh Aiden. Hasna juga membersihkan wajahnya dari makeup yang menurutnya sangat tebal itu.
"Sudah?" tanya Aiden yang mengagetkan Hasna. Hasna pun terlonjak kaget dan segera mengelus dadanya.
"Apa Anda tidak bisa untuk tidak mengagetkan saya, Pak Aiden?" tanya Hasna dengan geram. Aiden hanya diam tanpa menjawab pertanyaan dari Hasna. Aiden sibuk memperhatikan tubuh Hasna yang sangat sexy dan tanpa polesan makeup yang membuat dirinya terlihat lebih cantik.
"Ehem," dehem Hasna dan membuat Aiden tersadar dari pikirannya yang mulai kemana-mana.
"Kamu silahkan berbaring di ranjang terlebih dahulu, saya mau ke kamar mandi sebentar," perintah Aiden dan berlalu dari hadapan Hasna.
Hasna pun menuju ke ranjang yang telihat empuk, bersih, dan seolah-olah melambaikan kepadanya untuk segera ditiduri. Hasna pun duduk di ranjang itu dan bisa merasakan empuknya ranjang itu. Seandainya saja Hasna banyak uang lebih, dia akan pergi refreshing menyegarkan pikirannya. Tapi sayang, itu hanya angan-angan semata.
Hasna mengecek ponselnya sambil menunggu Aiden dari kamar mandi. Kalau ditanya bagaimana perasaan Hasna saat ini, sungguh rasanya bercampur aduk. Ada perasaan takut, kecewa, dan sakit hati kepada dirinya sendiri. Dalam hitungan menit, dia akan melepaskan mahkota berharganya. Semua akan terjadi, tugas Hasna mencoba mengikhlaskan walaupun berat.
"Hallo," ucap Hasna menjawab telpon dari Marvin.
[Hasna, kamu di mana?]
"Kenapa memangnya, Mas?" Hasna balik bertanya.
[Kebetulan tadi aku mampir ke tukang martabak, terus aku inget kamu suka banget sama martabak. Aku beli dan waktu aku nyampe di rumah kamu, rumahnya sepi kayak gak ada orang, Na,]
Hasna hampir saja meneteskan air matanya, sebegitu perhatiannya Marvin kepada dirinya. Hasna jadi malu sekaligus merasa bersalah tidak bisa menjaga dirinya dengan baik.
"A-aku kerja, Mas. Makasih banyak udah beli martabak buat aku, hehehe belum rezeki nih kayaknya."
[Kerja dimana? Biar aku nganterin martabak ini buat kamu, kan lumayan hemat uang,]
Hasna gelagapan ingin menjawab apa, satu-satunya cara yaitu membohongi Marvin. Hasna berulang kali di dalam hatinya meminta maaf kepada Tuhan dan Marvin karena melakukan dosa lagi.
"Gak usah aja, Mas. Udah malem nih, Mas istirahat aja yah."
[Hmm gitu ya udah, kamu semangat kerjanya. Kalau butuh bantuan hubungi aku yah, Na. Selamat malam,]
"Terima kasih sekali lagi, Mas Marvin. Selamat malam juga."
Keduanya pun memutuskan sambungan telpon. Hasna memegang dadanya yang berdebar, sungguh Marvin pria yang sempurna. Dia bisa membuat Hasna jatuh cinta sedalam-dalamnya dan perasaan yang bersalah karena sudah membohonginya.
"Telpon dari siapa?" tanya Aiden kepada Hasna. Hasna sangat terkejut melihat Aiden yang keluar hanya menggunakan handuk putih saja hanya menutupi bawah intimnya. Dapat Hasna liat kulit Marvin yang terlihat mulus, perut kotak-kotaknya yang membuat Hasna hampir saja menjatuhkan air liurnya.
Hasna pikir Aiden tipe orang yang sangat menjaga tubuhnya, sehingga bisa Hasna liat tubuh Aiden yang sangat bagus layaknya model luar negeri.
"Menganggumi tubuh saya hem? Tenang saja sebentar lagi kamu bisa merasakannya," ucap Aiden sambil berjalan mendekat ke ranjang. Keringat dingin tiba-tiba saja Hasna rasakan saat Aiden berjalan mendekat dengan begitu menggodanya. Hasna memilin sweater yang digunakannya untuk menutupi tubuhnya yang terekspos pada saat menggunakan baju yang disebut jaring itu.
"Sejak kapan kamu memakai sweater, Hasna?" tanya Aiden dengan bingung.
Hasna berusaha tenang dan menjawab, "Sejak saya keluar dari kamar mandi, apa Pak Aiden tidak melihatnya tadi? Sebegitu terpesona kah Anda kepada saya, Pak Aiden?"
Hasna berusaha membuat dirinya untuk tidak takut dan terintimidasi dengan Aiden. Pasti nanti Aiden akan senang melihat ketakutan di dalam diri Hasna.
"Buka!" perintah Aiden. Tanpa membantah Hasna pun membuka dengan gerakan pelan. Menurut Aiden gerakan Hasna telihat sexy dan terlihat slow motion di matanya, sehingga dia sangat ingin melepaskan sweater itu dengan segera.
Hasna pun selesai membuka sweaternya dan langsung saja dia bisa merasakan hawa dingin menusuk di kulitnya. Aiden dapat melihat kulit putih, bersih Hasna yang terlihat mengkilau disinari cahaya lampu kamar itu. Aiden berusaha mengontrol dirinya dengan baik, karena tujuannya bukan itu. Tetapi sungguh, Hasna terlihat menggoda dan polos di mata Aiden.
"Bisa kita mulai sekarang, Nona Hasna?" tanya Aiden dengan suara seraknya seperti menahan sesuatu. Hasna hanya diam dan tubuhnya rasanya kaku untuk sekedar di gerakkan.
"Diam kamu saya anggap sebagai jawaban iya," putus Aiden. Aiden pun naik ke atas ranjang dan gerakan cepat Hasna sudah berada di bawahnya. Jantung Hasna saat ini berdetak dengan tidak normalnya. Hasna menutup matanya dan tak sanggup melihat wajah Aiden yang berada di atasnya.
'Sepertinya bermain-main sebentar dengan Hasna menyenangkan' batin Aiden.
"Apa ini pertama bagimu, Nona Hasna?" bisik Aiden yang membuat bulu kuduk Hasna merinding seketika. Dapat Hasna rasakan napas Aiden menerpa lehernya dan aroma mint seketika menguar dari tubuh Aiden, sungguh menenangkan dan penuh intimidasi.
Hasna hanya mengangguk sebagai jawaban karena sungguh lidahnya ikutan kelu untuk membuka suara.
"Baiklah kamu harus rileks dan jangan tegang. Ini akan sedikit menyakitkan tapi setelah itu kamu bisa merasakan sensai yang terjadi," jelas Aiden yang masih saja berbisik di telinga Hasna.
Aiden sangat senang melihat Hasna terlihat pasrah dan bersikap menurut tanpa berontak kepadanya. Aiden juga dapat melihat Hasna sangat tegang dan masih saja menutup mata, mungkin saja dia tidak sanggup melihat wajah tampannya itu, pikir Aiden.
Aiden pun mulai mengecup pipi Hasna dan menelusuri tubuh Hasna yang lain. Baju yang diberikan Aiden adalah sebuah lingerie berwarna ungu yang terlihat cocok di kulit putih pucat Hasna. Setelah menelusuri sebagian tubuh Hasna, Aiden menatap Hasna yang masih saja menutup matanya dengan pandangan dalam.
"Andai saja kamu bukan anak dari wanita sialan itu, mungkin saja aku sudah jatuh cinta kepadamu, Hasna," ucap Aiden dalam hati.
Hasna tidak merasakan apa-apa di tubuhnya. Tadi Hasna hanya merasakan Aiden mengecup pipinya, pelipis, dan sedikit ujung bibirnya. Dengan hati-hati Hasna membuka matanya, dan melihat Aiden sedang menatapnya. Hasna dibuat salah tingkah dan membuang pandangannya ke arah lain.
"Kenapa?" tanya Hasna bingung.
"Saya punya penawaran untuk kamu, Hasna," ucap Aiden dengan serius dan masih berada di posisi tadi.
"Penawaran apa? Kenapa Anda tidak melanjutkan yang tadi?" tanya Hasna lagi.
"Menikahlah dengan saya!" Tiga kata itu lagi yang Hasna dengar setelah beberapa minggu yang lalu. Kenapa Aiden sangat ingin menikah dengannya? Di luaran sana masih banyak perempuan yang menginginkannya? Kenapa harus dirinya? Hasna hanya bisa memendam semua pertanyaan itu.
"Saya tau kamu membutuhkan uang 20 miliyar. Saya tidak akan mengambil kehormatanmu, tetapi kamu harus menikah dengan saya," seru Aiden sambil mengusap pipi Hasna.
"Kenapa harus saya?"
"Karena saya cuma ingin kamu, Hasna. Saya akan menanggung semua kebutuhan kamu, kamu juga tak perlu capek membanting tulang bekerja," jawab Aiden. Hasna hanya diam dan bingung dengan semuanya. Hasna hanya ingin menikah sekali dan bersama orang yang mencintainya.
Sedangkan bersama Aiden dirinya memang sudah beberapa kali bertemu, tetapi mereka tidak dekat sama sekali. Malahan Hasna membenci Aiden dengan sifat angkuhnya itu.
"Saya tidak bisa menikah dengan orang yang tidak mencintai saya. Saya ingin menikah satu kali dalam hidup saya, dan menua bersama. Bagaimana mungkin Anda menawarkan pernikahan kepada saya, saat kita tidak saling mengenal satu sama lain dalam artian mengenal lebih jauh," kata Hasna dengan panjang lebar.
"Jujur saya tertarik dan suka kepada kamu, Hasna. Kamu ingat di saat kamu dipecat? Saya lakukan itu semua untuk mencari perhatian kamu, supaya kamu melihat ke arah saya. Itu salah satu cara saya walaupun yang saya lakukan itu salah," jawab Aiden. Entah itu benar atau hanya kebohongan semata, hanya Aiden lah yang tahu semuanya.
To be countinue