Chapter 8

Daniella memejamkan mata seolah sedang menunggu eksekusi sementara Hugo mengawasi dengan mata tenangnya. Hugo bertanya-tanya apakah dia harus melahap kelinci kecil ini sekaligus, tapi kemudian dia berubah pikiran. Dia mungkin akan kehilangan nafsu makannya di tengah jalan. Dia memutuskan untuk memberikan layanan yang menyenangkan kepada putri lugu ini untuk mengajarinya sedikit tentang tubuh pria.

"Nama."

Daniella, yang matanya tertutup rapat, perlahan membukanya kembali.

"…Hah?"

“Aku tidak ingin mendengar 'Yang Mulia' di tempat tidur. Panggil saja namaku.”

"Namamu…?"

“Jangan bilang kau tidak tahu namaku.”

"Bukan itu. Aku tahu itu. Umm… Hugh?”

Ketika dia tidak menjawab, Daniella bertanya sekali lagi.

“Atau mungkin Hugo…?”

Keheningannya sangat lama dan tidak nyaman. 'Apakah aku salah menyebut namanya? Namanya bukan Hugo?’ Dia melihatnya menandatangani nama itu di akta nikah mereka. Sebelum dia menjadi lebih gugup, dia menjawab dengan suara ragu-ragu.

"…Yang pertama."

“Yang pertama… Lalu, Hugh…?”

Dalam waktu singkat itu, tubuh Hugo bergetar. Daniella melihat mata merahnya yang seperti marmer bergetar. Daniella merasa pria ini mempunyai keterikatan khusus dengan nama ‘Hugh.’ Mungkinkah itu nama panggilan yang biasa digunakan seseorang untuk memanggilnya? Ibunya? Atau mungkin… Wanita yang dicintainya…?

Apakah dia pernah mencintai seorang wanita sebelumnya? Dia memiliki seorang putra. Siapa yang bisa menjadi ibu dari anak tersebut? Apakah dia mencintai wanita itu? Dimana wanita itu sekarang, kenapa mereka berpisah?

“Sophia.”

Saat Daniella sedang bertanya-tanya apakah boleh bertanya tentang wanita itu, dia terlonjak mendengar nama asingnya. Dia sepertinya menyadari reaksinya yang terlalu sensitif, jadi dia membuat alasan.

“Tidak ada seorang pun… yang benar-benar memanggil namaku…”

“Itu akan sering terjadi mulai sekarang. Sophia.”

“…”

Suara rendah Hugo dengan tenang membelai telinga Daniella. Nama asingnya keluar secara alami dari bibir Hugo.

“Sophia.”

“…”

Mulutnya tertutup rapat, dan dia memperhatikannya saat dia mengeluarkan tawa yang tampak seperti desahan.

“Sayang, tahukah kau bahwa kau cukup keras kepala?” (Hugo)

“…Sejak kapan aku pernah seperti itu?” (Daniella)

"Baru saja." (Hugo)

“…Apakah kau tahu bahwa kau sangat pandai memaksakan kehendakmu?” (Daniella)

“Aku tidak memaksakan apapun. Semua yang aku katakan ternyata benar.” (Hugo)

Harga diri Hugo yang tidak tahu malu membuat Daniella tidak bisa berkata-kata. Wajah Hugo mendekat sampai Daniella bisa merasakan nafasnya di bibirnya. Saat bibir Hugo menempel ke bibirnya, dia menutup matanya. Hugo dengan ringan mencium mulutnya yang tertutup rapat beberapa kali dan kemudian dengan lembut menghisap bibir bawahnya. Hugo menarik diri sejenak.

“Buka mulutmu.”

Hugo memerintahkan dengan suara rendah. Daniella menelan napas kerasnya karena gugup; tenggorokannya sakit. Wajahnya diwarnai dengan rona merah muda saat dia ragu-ragu, tapi pada akhirnya, dia membiarkan bibirnya sedikit terkulai. Matanya tampak tertawa sejenak. Segera, bibirnya menempel erat ke bibirnya dan sepotong daging lembut memasuki mulutnya.

'Ah…'

Lidahnya dengan lancar menjelajah bagian dalam mulut Daniella. Lidahnya perlahan berjalan di sekitar gigi dan sisi pipinya. Dia merasakan kenikmatan yang menyentak saat lidahnya bertemu lidahnya. Saat bibir mereka terbuka sedikit, dia berbicara.

“Rasamu seperti anggur.”

Daniella merasakan rona merah membara di pipinya. Hugo mengubah posisinya dan mengunci bibir sekali lagi. Seperti yang dia katakan, ciuman mereka terasa seperti anggur, membuatnya pusing karena kegairahan. Lidah mereka bergulat sementara air liur mereka bercampur. Hugo fokus menjelajahi bagian dalam mulutnya melalui ciuman. Lidahnya memutar dan menghisap, lalu melepaskannya.

“Hah…..”

Erangan keluar dari dalam tenggorokan Hugo. Ciuman lembut itu perlahan memanas. Lidah lembutnya tiba-tiba menekan dengan kuat ke dalam mulutnya, dan ketika dia terus memijat bagian sensitifnya, tanpa sadar dia akhirnya menggenggam seprai dengan kuat. Dia terus membuat Daniella terengah-engah hingga mencapai batasnya. Kemudian dia melepaskan bibirnya dari bibir wanita itu, dan setelah membiarkannya mengatur napas, dia memulainya sekali lagi.

Ciuman mereka berlanjut seperti itu selama beberapa putaran lagi. Bahu Daniella, yang tadinya kaku karena saraf, perlahan-lahan mengendur. Ciumannya manis dan menenangkan. Ketika dia berpisah dari ciuman yang sangat panjang, Daniella terengah-engah. Dengan hanya sebanyak ini, rasanya mereka sudah melakukan lebih dari cukup.

“Ca…cahaya. Cahayanya terlalu terang…”

“Aku senang bisa melihatmu dengan baik.”

"Tetapi…"

Hugo mencium matanya, yang hampir mengeluarkan air mata.

“Tubuhmu sangat cantik. Biarku lihat."

Pipinya memerah saat dia menggigit bibirnya; dia tampak menggemaskan. Itu bukanlah sanjungan kosong; tubuhnya benar-benar sangat cantik. Tinggi badannya pas dengan tinggi badan Hugo, dan puting di bagian atas payudaranya yang bulat memiliki rona merah jambu yang cantik seperti bunga. Garis yang menghubungkan pinggang rampingnya dengan panggulnya sungguh indah. Dia tidak menggairahkan, tapi tubuhnya memiliki banyak pesona.

Dia mematuk bibirnya beberapa kali lagi, dan secara bertahap memindahkan ciumannya ke pipinya lalu ke telinganya. Bibirnya yang lembab mencium di belakang telinganya lalu ke lehernya. Daniella berkedip perlahan saat kesadaran dirinya menjadi kabur. Setiap kali bibirnya menyentuh kulitnya, dia merasa aneh.

‘Apakah ini aroma anggurnya…?’

Aroma tubuh Daniella unik. Itu bukan tusukan dari bau parfum tapi ini adalah aroma alami tubuhnya. Awalnya Hugo mengira itu hanya bau anggur. Tapi, aroma ini sedikit berbeda dengan wine. Rasanya sangat samar dan agak manis menyegarkan.

‘Bau buah… yang masih mentah…’

Itu adalah aroma alami. Itu adalah aroma unik Daniella. Hugo menyadari untuk pertama kalinya bahwa seseorang bisa berbau harum. Hugo tidak beristirahat sama sekali sambil terus mabuk karena aromanya, menciumnya, dan menjilati nya. Tidak diketahui apakah selera atau indra penciumannya yang membuatnya mabuk. Kulitnya lembut seperti sutra. Saat dia menjilat kulitnya, kulitnya sangat halus dan lezat.

Ini Bukan seperti gaya Hugo yang biasanya yang dapat bersikap begitu lembut terhadap wanita. Namun saat ini, dia sangat menikmatinya. Setiap kali bibirnya menempel di kulit Daniella, dia akan gemetar dengan cara yang paling indah. Dia memegang pergelangan tangannya yang kurus dan menghisap bagian dalamnya.

Sedikit rasa sakit menyebabkan dia sedikit mundur. Mengonfirmasi tanda merah muda di kulitnya, dia mencium pergelangan tangannya yang lain. Dia tertawa sedikit ketika Daniella menatapnya dengan mata bingung.

Hugo menelusuri bibir Daniella dari lehernya hingga ke sekitar payudaranya.

"Ah!"

Kenikmatan yang menyentak dari payudaranya memaksa Daniella mengerang singkat. Hugo mengambil seteguk dan menghisapnya. Seolah susu keluar dari payudaranya, dia menjilat putingnya dengan lembut.

“Hah!” (terkesiap)

Hugo dengan ringan menggigit putingnya dan menggelitiknya dengan lidahnya. Daniella terengah-engah saat Hugo menjilat areola sebelum menghisapnya sekali lagi.

Payudaranya lembut dan empuk. Rasanya seperti memakan seteguk whip cream; Hugo khawatir makanan itu akan meleleh di mulutnya. Daniella diam-diam berbaring di tempat tidur sambil memegangi seprai, tetapi tubuhnya akan gemetar sementara pinggulnya tersentak naik dari waktu ke waktu. Perlahan-lahan, dia merasakan bagian bawahnya mulai terasa panas.

Hugo melepaskan payudara Daniella yang kini basah oleh air liurnya, dan bergerak untuk membelai payudara yang satunya. Ia menjilat, terkadang menggigit ringan, menelan, dan sesekali menghisap dengan kuat. Setiap kali lidahnya bergerak, sensasi kesemutan akan menjalar ke tulang punggungnya, dan dia tidak bisa menahan diri untuk tidak mengerang kenikmatan.

Setelah Hugo menggoda nya hingga puas, ciumannya turun ke perutnya. Daniella bertanya-tanya ke mana bibirnya akan bergerak selanjutnya; dia sedikit takut, tapi dia merasakan antisipasi di saat yang sama. Dia mencengkram seprai begitu kuat hingga ujung jarinya memutih pucat.

“Hah…”

Bibirnya turun ke perut bagian bawah dan kemudian ke paha bagian dalam. Hugo bergerak menuju ke tempat yang belum pernah disentuh oleh orang lain. Bibirnya menyentuh bagian dalam paha wanita itu dan mulai menghisapnya. Dia merasakan sengatan.

Hugo mencium dari pinggul hingga betisnya sambil mengeluarkan suara seolah sedang menghisap sesuatu di bibir. Setelah mendengarnya, wajah Daniella menjadi panas. Ciuman terakhirnya berakhir di tumitnya. Ketika dia tersadar dari keadaan linglungnya, bibirnya kembali ke lehernya.

Dia mengambil payudaranya di tangannya dan membawa tangan lainnya ke perutnya. Dia perlahan-lahan membiarkan tangannya menyentuh perutnya dan secara alami menyelipkannya ke paha bagian dalam, menekan jari-jarinya ke arah paha bagian dalam. Daniella terkejut dan menatapnya dengan mata terbelalak. Pada saat itu, tatapannya terkunci pada tatapannya. Mata merahnya dipenuhi sesuatu yang panas dan sensual.

Hugo seperti sedang mengamati reaksinya, sambil menjelajahi daerah bawahnya dengan sedikit tekanan. Nafasnya menjadi lebih cepat dan mata biru Daniella mulai bergetar. Melihatnya, Hugo merasakan tubuhnya terbakar.

"Ah!"

Jarinya yang panjang dan tegas perlahan memasuki tubuh Daniella. Dia berteriak, bukan karena kesakitan tapi karena terkejut. Saat jarinya terlepas, dia menghela nafas lega. Tapi saat berikutnya, dia memasukkan jarinya lebih dalam ke tubuhnya.

“Uuh… ..”

Dia berulang kali menggerakkan jarinya ke dalam dan ke luar, tapi itu tidak cukup dalam untuk menyakitinya. Dia belum pernah membiarkan apa pun masuk ke dalam dirinya sebelumnya, jadi benda asing itu terasa aneh. Saat rangsangan berlanjut, bagian bawahnya menjadi licin karena cairan lembab, dan suara basah semakin keras. Seluruh tubuhnya terasa panas dan dia merasakan punggungnya menggigil secara refleks. Beberapa jarinya lagi menekan dan menggeseknya.

Sensasi aneh yang tak terlukiskan menguasai tubuh Daniella setiap kali jarinya memasuki dirinya. Agak geli, mungkin sedikit aneh, tapi terasa nikmat. Rasanya sedikit menyakitkan pada saat yang bersamaan. Napasnya berubah tajam, dan dia tidak bisa memikirkan apapun selain perasaan yang muncul di dalam dadanya.

"Ah…"

Pada saat itu, rasa kesemutan melonjak, membanjiri tubuhnya dan menyebabkan otot-ototnya kejang dan lehernya tersentak saat euforia menyebar ke seluruh tubuhnya selama beberapa detik. Kebahagiaan singkat berlalu dan indranya tumpul, sementara tubuhnya tidak punya kekuatan lagi. Dia menikmati perasaan jari-jarinya menyisir rambutnya dengan lembut.

"Bagaimana rasanya ? Putriku yang polos.”

“…Tapi ini belum berakhir.”

Dia mengerti bahwa seks hanya akan berakhir ketika seorang laki-laki berejakulasi ke dalam tubuh perempuan. Meskipun itu hanya mimpi, tidak peduli betapa gilanya kehidupan yang dialami Daniella, dia pernah menikah sekali sebelumnya. Dia belum pernah mengalami keseluruhan proses seksual, tapi dia tidur di ranjang yang sama dengan suaminya selama bertahun-tahun.

Tangan Hugo yang sedang membelai rambutnya berhenti.

“Jadi, kau tahu.”

"Aku tidak bodoh."

“Kau memasuki istana pada usia muda dan kau hidup bertahun-tahun tanpa seorang pelayan pun. Dari siapa kau mempelajari ini?”

“Oh… Dari bu…buku”

“Buku… Metode belajar yang membosankan. Apa isi buku itu?”

“Dikatakan aku akan menangis dan menjerit, tapi… menurutku itu semua bohong.”

Hugo telah tersenyum menggoda selama ini, tapi setelah mendengar kata-katanya, ekspresinya langsung menegang. Dia menghela nafas sedih sambil terkekeh pelan. Wanita ini seperti batu permata mentah yang belum di proses. Dia naif tapi jujur. Di satu sisi, dia bisa jadi lebih berbahaya daripada banyak wanita terampil lainnya di dunia ini. Awalnya, ketika dia memulai hubungan Seks, dia tidak punya niat untuk melangkah lebih jauh dari ini.

“Kalau begitu, aku harus memenuhi harapanmu.”

Dia merasa cukup lega. Tubuh bagian bawah Hugo sudah menjadi sangat tegang sejak beberapa waktu lalu, dan mulai terasa sakit. Tubuhnya menjadi bersemangat saat jari-jarinya menggenggam tubuh telanjang Daniella.

Hugo memegang pinggul Daniella dengan tangannya. Pinggul pucatnya memerah karena tekanan tangannya. Sial. Dia menelan kembali kutukannya. Tubuh bagian bawahnya terasa mati rasa. Mengapa kulit wanita ini begitu lembut? Dia ingin meninggalkan bekasnya di seluruh tubuh murninya.

“Letakkan kakimu seperti ini.”

Dia berkata dengan suara rendah. Kakinya yang panjang dan ramping dengan kikuk melingkari pinggul Hugo, terbentur di sana-sini selama prosesnya. Suhu tubuhnya meningkat dan bagian bawahnya terasa sakit karena rangsangan yang terus-menerus. Reaksi tubuhnya sangat ekstrim. Dia mengira dia sama sekali bukan tipe wanitanya.

‘…Sudah terlalu lama.’

Hugo sudah terlalu lama tidak melakukan hubungan seks. Sejak topik pernikahan diangkat, dia sudah sebulan lebih tidak berhubungan seks dengan wanita lain. Dia saat ini terkurung dalam frustasi. Dia memiliki tubuh yang sangat sehat untuk seorang pria. Dia belum pernah melewati 10 hari tanpa kenikmatan tubuh dari wanita. Abstain selama lebih dari sebulan adalah rekor barunya.

Bukan karena dia ingin menghormati istrinya atau apa pun. Dia terlalu sibuk mempersiapkan diri untuk kembali ke wilayahnya, dan sebelum dia menyadarinya, satu bulan telah berlalu.

Dia meletakkan lengannya yang lelah di bahunya.

“Pegang aku. Jangan gugup dan rilekskan tubuhmu.”

Daniella dengan ragu-ragu memeluk bahunya, berhati-hati seolah dia menyentuh sesuatu yang tidak seharusnya dia sentuh. Otot-ototnya terasa kencang namun fleksibel. Dia terkekeh dan tersenyum untuk memuji pekerjaan yang dilakukan dengan baik, membuat jantungnya mulai berdebar kencang.

“Jika ini bukan pertama kalinya bagimu, aku berjanji ini akan menjadi malam yang menyenangkan.”

Daniella mencurigai pendengarannya. Dia berbicara dengan nada halus yang lembut, tapi entah kenapa dia merasa seperti dia sedang menggodanya.

“Bagaimana kalau ini yang…pertama?”

Hugo bermaksud menggodanya dengan kata-kata ini, tapi tanggapannya begitu polos, membuatnya geli seolah sedang mendengarkan lelucon.

“Mungkin akan sedikit sakit.”

Dia dengan kuat mengangkat tubuh bagian atasnya dan memusatkan dirinya pada wanita itu, secara bertahap menambah bebannya pada wanita itu. Rasa sakit menjalar dari sela-sela kaki Daniella, dan dia mengerutkan alisnya. ‘Jika rasa sakitnya sebesar ini, itu masih bisa ditahan.’ Daniella menggertakkan gigi.

"…Santai. Aku bahkan belum memulainya.”

Bahkan setengah dari Kejantanan miliknya belum masuk ke dalam tubuh Daniella. Dia hanya mendorong sedikit mahkotanya, tapi tubuhnya terlalu tegang dan sepertinya tidak bisa meregang lebih lagi. Kenikmatan itu terasa lebih seperti rasa sakit dan sangat sulit menghentikan dirinya dari memaksakan tubuhnya ke dalam Tubuh Daniella tanpa berpikir panjang.

“Uue… Bagaimana cara melakukan ini…?”

Dia menurunkan dirinya ke arahnya dan mengunci bibirnya. Dia menghisap bibir kecilnya yang lembut, mengejeknya dengan lidahnya. Dia meremas dan memijat nya dengan tangannya. Begitu Hugo sedikit menenangkan Daniella, otot-otot Daniella yang tegang menjadi rileks. Ketika dia bisa merasakan ruang untuk bergerak lagi, dia mendorong dirinya lebih maju. Rasa sakit yang tajam menjalar ke seluruh tubuhnya dan Daniella mencengkram bahunya dengan kekuatan yang lebih besar, hingga ujung jarinya memucat.

“Hha… Hha..”

Nafas Daniella menjadi kasar seolah dia kehabisan udara. Dia terus bergerak maju sedikit demi sedikit tanpa jeda. Dia secara bertahap mengisinya semakin penuh, sampai dia mencapai sebuah dinding tipis. Begitu dia menerobos tembok lemah itu, dia bisa meluncur masuk dengan mudah.

“…!”

Sakit. Rasanya tubuhnya seperti terbelah dua. Bagaimana ini hanya ‘sedikit rasa sakit’? Rasa sakit di bagian bawah tubuh Daniella memenuhi seluruh pikirannya. Segala sesuatu yang ada di depannya terdistorsi, dan rahangnya bergetar. Dia menyadari saat ini bahwa ketika rasa sakitnya terlalu parah, seseorang bahkan tidak bisa berteriak. Tekanan dan rasa sakit yang menyertai dari dalam dirinya terlalu berat untuk dia atasi. Mereka terhubung sepenuhnya saat tubuh Hugo menekan dan memaksanya masuk.

Bahkan jika dia mencoba melepaskannya, tubuhnya ditekan dengan kuat ke tubuhnya sehingga dia bahkan tidak bisa gemetar. Dia menggelengkan kepalanya dari sisi ke sisi dia mencoba mengurangi rasa sakitnya. Saat bibirnya menyentuh lengannya, dia menggigit Hugo.

Hugo mengerutkan alisnya karena rasa sakit yang tiba-tiba di lengannya. Dia telah menopang berat badannya dengan lengannya sehingga dia tidak perlu membebani seluruh tubuhnya, tapi Daniella telah menggigit lengannya dengan keras. Giginya menempel di lengannya yang berotot dan tebal, sementara air mata mengalir di matanya saat dia menatapnya dengan kesakitan.

Dia merengut, tapi bibirnya tersenyum. Bentuk perjuangannya tampak konyol namun juga lucu di saat yang bersamaan. Dia tidak mengizinkan wanita menggigitnya sesuka mereka, tapi dia membiarkannya. Rasa sakit itu menstimulasi kesenangannya saat ini. Pikirannya sedang melayang ke tempat lain saat ini.

‘Ini terasa luar biasa…’

Rasanya seperti keluar dari dunia lain di dalam dirinya. Itu tidak hanya sangat sempit. Ada tekstur manis yang menempel di tubuhnya.

‘Apakah karena dia masih perawan?’

Tapi terakhir kali dia memeluk seorang perawan, tidak ada satu pun hal yang menurutnya menyenangkan. Dia tidak bisa bersenang-senang sama sekali, dan di tengah jalan, dia menjadi lemas. Tapi kenapa wanita ini berbeda? Hasrat seksualnya belum mereda sama sekali, melainkan membara dengan intensitas yang semakin besar. Dia basah kuyup oleh keringat.

Setelah merasakan dan membelai tubuhnya, dia sangat menghargai tubuh mungilnya. Tubuhnya kecil dan tulangnya tipis. Sepertinya dia bisa dengan mudah mematahkan tulangnya jika dia meremasnya terlalu keras.

Dia melanjutkan dengan hati-hati seolah-olah dia sedang memegang selembar kaca, berjuang melawan hatinya yang ingin mengasari tubuh wanita itu sesuai keinginannya. Dia awalnya bermaksud untuk membuatnya merasa nyaman sebentar, tapi ciumannya terus berlanjut tanpa henti. Hugo menjadi asyik menjilati kulitnya, dan dia terlalu bersemangat saat membelai tubuh telanjangnya.

'Ini bukan salahku,' pikir Hugo. Istrinya yang masih muda telah menghasutnya secara membabi buta.

Dia sudah lelah karena menggigitnya, jadi dia melepaskan lengannya dan terisak. Bentuk tangisannya yang menyedihkan sungguh menggemaskan. Wajahnya secara langsung membuat hasrat seksual Hugo tak ada habisnya. Dia mulai meragukan keyakinannya pada tipe wanita yang dia pikir dia sukai sebelumnya. Dia menutup mulutnya sambil menarik napas dalam-dalam. Dia belum pernah terangsang secara seksual seperti ini sebelumnya.

Kejantanannya sudah menegang hingga batasnya dan Tubuh Daniella meremasnya dengan erat. Dia merasa sangat menyesal, tapi dia tidak tahan lagi. Mengangkat tubuhnya, dia mendorong pinggulnya sehingga seluruh kejantanannya yang panjang bisa terbungkus sepenuhnya di dalam tubuh Daniella.

“Hah…”

Tubuh Daniella mengejang karena sensasi mengejutkan yang baru ditemukan. Hugo melihat darah merah mengalir keluar dari persimpangan lembab di antara paha Daniella saat dia menarik tubuhnya keluar. Matanya, yang menatapnya dengan dingin, perlahan meleleh karena kehangatan. Dia sekali lagi mendorongnya dalam-dalam.

“Ouch!”

Dia mengerang keras. Dia tampak kesakitan, tetapi tubuhnya bergerak-gerak karena kenikmatan. Ketika dia menarik diri, dia merasakan luka bakar di dinding bagian dalamnya, tapi begitu dia mendorong masuk lagi, pintu masuk kedalam Tubuh Daniella menelan dan menariknya dengan lapar. Dinding bagian dalamnya yang lembut terus menerus menstimulasi porosnya. Dia merasakan sensasi melonjak yang hendak meledak di bagian belakang lehernya.

"Ah! Itu menyakitkan! Berhenti bergerak! tolong!"

Saat Daniella menangis dan memohon, dia berhenti sejenak di dalam dirinya. Dia memiliki kemauan yang besar untuk berhenti dalam situasi seperti ini, tapi dia tidak akan kagum dengan aspek ini sama sekali.

“Sudah kubilang, begitu kita memulai, mustahil bagiku untuk berhenti di tengah jalan.”

Saat dia menekan desakannya sendiri, pembuluh darah di lengannya menonjol.

"Itu menyakitkan. Aku merasa seperti aku akan mati.”

Saat dia menangis, dia menjawab dengan nada dingin dan tenang.

“Kau tidak akan mati. Kalau tidak, kau tidak akan bisa dilahirkan ke dunia ini.”

Dia tampak seperti menderita ketidakadilan, membuatnya ingin menggodanya.

“Apakah fantasimu belum terpenuhi? Aku telah membuatmu menjerit dan menangis.”

Dia tidak memberinya izin untuk bergerak, dan atas jawaban tak tahu malunya, dia terus berteriak.

"Ah! Aah!”

Daniella tidak memiliki pengetahuan tentang tubuh laki-laki. Dia terlalu besar dan terampil. Seorang wanita yang agresif dan terampil pasti bisa menerima dia dengan baik, tetapi bagi Daniella, itu sangat menyakitkan. Ciuman lembut dan santai yang menutupi tubuhnya beberapa waktu lalu sepertinya bohong. Dia dengan kejam mendorong pinggulnya tanpa henti. Setiap kali dia menembus jauh ke dalam dirinya, nafasnya berhenti dan diikuti rasa sakit yang tak bisa berkata-kata.

“Uuh! Mohon sedikit…sedikit…lebih lambat!”

“Aku… akan melambat.”

Dia tidak berbohong. Dia saat ini menahan kemampuan terbaiknya. Jika tidak, dia pasti sudah lama pingsan karena kesakitan. Meski begitu, dia tidak bermaksud agar kejadiannya mengalir seperti itu. Dia tidak ingin malam pertama mereka berjalan seperti ini, tetapi tubuhnya menunjukkan tindakan yang berbeda. Sial. Terbuat dari apakah isi tubuh bagian bawahnya sehingga terasa begitu nyaman? Rasanya sangat enak.

Darah mengalir keluar dari titik penyatuan mereka, menodai seprai. Indra penciumannya yang sensitif menangkap aroma darah. Setengah dari rasionalitasnya sudah hilang. Suara basah bergema di seluruh ruangan saat dia terus mendorong dengan kuat.

“Ya! Ah! Hah!”

Dia berteriak tanpa mempedulikan situasinya. Wajahnya pucat dan matanya bergetar. Dia tampak sangat kesakitan. Dia menggantung erat di bahunya dan kukunya menancap di punggungnya, menciptakan bekas cakaran disana. Dia sangat benci jika orang lain melukai tubuhnya. Awalnya, dia akan meninggalkan wanita itu dan membiarkannya. Namun, dia tidak punya niat sedikitpun untuk pergi saat ini.

Ketika dia melihat matanya berkaca-kaca, nafsu makannya terhadap wanita itu semakin meningkat. Dia sangat ingin bergantung padanya dan mengubur dirinya ke dalam wanita lembut dan mungil ini, dan menghancurkannya sambil menjilati seluruh tubuhnya.

'Itu menyakitkan…'

Rasanya seperti ada api yang menyala-nyala di dalam dirinya. Tubuhnya bergerak ke atas dan ke bawah seiring dengan dorongan kuatnya. Segalanya sangat berbeda dari yang dia bayangkan. Dia pikir dia akan mendorong beberapa kali dan itulah akhirnya. Ini menyakitkan, panas, dan berlarut-larut.

Rasa sakitnya memang ada, tapi itu ada di benaknya saat ini. Dia sudah lama menyadari bahwa bukan rasa sakit yang membuatnya begitu lelah; ada sesuatu yang melonjak dalam dirinya dan dia tidak bisa menerimanya. Poros kokohnya tenggelam ke dalam dirinya, menusuk ke dalam dan meluncur keluar. Rasa sakit yang luar biasa berangsur-angsur berkurang.

“Hha… Hha..”

Teriakan Daniella berkurang. Sebaliknya napasnya yang kasar semakin meningkat, membanjiri ruangan. Matanya masih berkaca-kaca, tapi dipenuhi sesuatu yang hangat. Itu bukan karena rasa sakit tapi sesuatu yang berbeda, yang membuatnya mengerutkan alisnya.

Itu sakit. Memang menyakitkan, tapi… Ada yang terasa aneh. Dari ujung jari kaki hingga puncak kepalanya, guncangan euforia yang luar biasa menyelimuti tubuhnya. Dia menelan kembali teriakannya dan menghela nafas pelan.

“Bagian dalam tubuhmu bergetar hebat.”

Dia dengan kuat memegang pinggulnya saat dia masuk lebih dalam ke dalam dirinya. Cairannya, bercampur dengan sedikit darah, mengalir dari tubuhnya hingga ke bokongnya. Saat dia terus mendorong, cairan kental tersebut menciptakan suara gesekan lembab yang konstan. Titik hubungan mereka memiliki sisa darah yang berceceran di sana-sini.

“Ah, huh…”

Bibirnya tidak lagi mengeluarkan jeritan kesakitan. Sebaliknya dia mengerang dan mendesah nikmat. Dia perlahan mengubah arah tusukannya saat dia melakukan penetrasi lebih dalam. Dia berkonsentrasi pada wanita itu yang terengah-engah dan mengerang, dan dengan keras kejantanannya memukul titik paling sensitifnya.

"Ah! Aah…”

Bagian dalam tubuhnya terjepit dan mulai kejang. Dia melihat bahwa dia akan mencapai klimaks dan terjun lebih dalam ke dalam dirinya.

“Hh!”

Tubuhnya membeku dan dia menangis. Seluruh tubuhnya mulai bergetar. Dia masih jauh dari mencapai batasnya, tetapi jika dia melanjutkan lebih jauh, dia akan pingsan. Dia tidak memiliki hobi menjijikkan untuk melakukan hubungan seksual dengan tubuh wanita yang tidak sadarkan diri. Nafasnya terasa kasar saat dia membiarkan dirinya menyelesaikannya. di dalam tubuhnya.

Sial, dia memperlambat napasnya dan mengerutkan kening. Ini adalah pertama kalinya dia melepaskan cairannya ke dalam tubuh seorang wanita.

Tubuh Daniella menjadi lemas ketika sesuatu yang panas semburkan di tubuhnya. Dia terengah-engah saat dadanya naik turun.

‘Apakah… sudah berakhir…?’

Pikirannya tidak bertahan lama. Dia merasakan tangan besarnya membelai keningnya dan begitu saja, dia langsung tertidur.

Rasanya tubuhnya seperti meleleh ke dalam selimut saat rasa lelah melanda dirinya.

***

Saat Daniella membuka matanya, secercah sinar matahari pagi mengintip melalui tirai. Nafas lembut pria di sebelahnya memberinya perasaan aneh.

‘Itu benar… aku… sudah menikah…’

Dia haus, jadi dia bangun dengan hati-hati, berusaha untuk tidak membangunkannya.

“Uuh…”

Erangan keluar dari bibirnya tanpa disadari. Rasanya seperti ada sesuatu yang menggedor tubuhnya. Dia berjuang keluar dari tempat tidur, dan begitu dia meletakkan kakinya di lantai, tidak ada kekuatan yang terkumpul di kakinya dan dia terjatuh. Untungnya, ada permadani di lantai dan lututnya tidak terlalu sakit.

Tubuhnya sakit seperti seseorang telah memukulinya. Setiap otot di tubuhnya terasa nyeri. Jauh di antara kedua kakinya, rasa sakit yang berdenyut terus-menerus terus berlanjut. Rasanya seperti ada sesuatu yang masih ada di dalam dirinya. Dia terluka luar dan dalam, di mana-mana.

Daniella memijat bahu dan lengannya sendiri dan menemukan tanda aneh di sana.

'Apa ini?'

Memar ungu kemerahan ternoda di sana.

‘Bagaimana aku bisa memar di sini? Kapan aku menabrak sesuatu?’

Dia menekan memar itu dengan jarinya, tapi tidak sakit. Di lengannya yang lain, ada memar serupa. Dia menatap bingung untuk beberapa saat dan kenangan saat pria itu menghisap pergelangan tangannya dengan menyakitkan terlintas di benaknya.

Dia dengan hati-hati melepaskan ikatan jubahnya dan mengamati dadanya. Dia menemukan banyak sekali bekas memar yang serupa. Karena terkejut, dia segera mengikat jubahnya lagi. Wajahnya terbakar karena malu dan dia menutupinya dengan kedua tangannya.

‘Aah. Ya Tuhan. Ya Tuhan. Biarkan saja aku mati. Apa yang harus dilakukan?'

Rasa malu mulai membanjiri seperti air pasang. Dia adalah anak yang menyedihkan, yang jantungnya berdebar kencang hanya karena ciuman. Dalam satu malam, sebuah peristiwa akbar telah terjadi.

‘Jadi ini yang terjadi?’

Dia mengalami seks untuk pertama kalinya dalam hidupnya. Suami dalam mimpinya, Count Matin, tidak berdaya. Dia dengan kasar akan menggosok tubuh bagian bawahnya dan dalam beberapa saat dia akan terengah-engah dan itulah akhirnya. Itu membuatnya merinding. Dia tidak mengerti mengapa orang-orang senang melakukan hal seperti itu.

Dia mengerti mengapa Hugo tertawa, mengatakan dia telah belajar seks dari sesuatu yang sangat membosankan. Sesuatu seperti kemarin malam, dia tidak akan pernah menemukannya di dalam buku manapun. Itu bukanlah sesuatu yang dimaksudkan untuk melahirkan anak; itu adalah sesuatu yang lebih misterius daripada kesenangan sederhana. Mereka telah terhubung secara fisik pada tingkat yang paling dalam.

‘Bagaimana orang melakukan ini dan… berpisah? Bagaimana perceraian bisa terjadi?’

Itu adalah sebuah percakapan. Percakapan mendalam dan berat yang hanya bisa dilakukan oleh dua orang.

Aneh. Sebelumnya, dia terlihat seperti orang asing, tapi pagi ini dia merasa lebih dekat dengannya.

‘Sedikit saja… Tidak, itu sangat menyakitkan, tapi…’

Jika dia memintanya untuk melakukannya lagi bersamanya, dia tidak akan mau menolaknya. Memang sangat menyakitkan, tapi bukan itu keseluruhan pengalamannya. Perasaan tubuhnya yang berat menekannya, cara dia membelainya saat dia menciumnya, nafasnya dan cara mata merahnya bergetar karena panas… Sensasi yang membanjiri tubuhnya… Itukah yang disebut orang kesenangan…? Saat dia mengingat kembali kenangannya tadi malam, bagian dalam pahanya mulai memanas.

'Berhenti!! Berhenti berpikir! Sesuatu yang lain, sesuatu yang lain, sesuatu yang lain…’

Daniella menggelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan mencoba menghilangkan pikirannya.

‘Apakah aku mengenakan kembali piyamaku…?’

Dia tidak ingat hal itu terjadi. Apakah Hugo yang sudah merapikan pakaiannya? Apakah Hugo telah memerintahkan seorang pelayan untuk melakukannya? Dia ingat dia banyak berkeringat, tapi kulitnya terasa lembut dan segar saat ini.

Daniella menatap pintu kamar dengan linglung. Itu adalah ruangan yang sangat luas dan mewah. Langit-langit yang tinggi, pilar marmer, dekorasi yang sangat mewah…

‘Aku mungkin telah… melakukan sesuatu yang luar biasa.’

Dia bertanya-tanya apakah dia memiliki keterampilan dan kepercayaan diri untuk hidup sebagai Duchess setelah pernikahannya. Jika dia serakah terhadap sesuatu di luar jangkauannya, pada akhirnya dialah yang akan menderita.

‘Aku tidak akan… menyesal.’

Dia memutuskan dia tidak akan melakukannya. Dia akan menanggung akibat apa pun akibat tindakannya. Jika dia harus membayar harganya, dia akan melakukannya. Dia memutuskan dia tidak akan melakukan sesuatu seperti menangis. Dia tidak dijual pada pernikahan ini. Itu adalah pilihannya sendiri.