Chapter 7

Tidak ada prosesi pernikahan, tidak ada tamu yang memberi selamat, atau berkat apa pun. Mereka duduk saling berhadapan di sebuah meja, tempat Hugo dan Putri Sophia Hesse menandatangani akta nikah mereka.

Dia menandatangani nama belakangnya lengkap, ‘Hesse’, pada dokumen tersebut sambil hanya menuliskan inisial nama depannya, ‘Sophia.’ Itu adalah norma untuk akta nikah. Namun untuk akta nikah ini, dia menandatangani nama lengkapnya di atas, dan menggunakan metode penandatanganan standar tepat di bawahnya.

Sophia. Itu adalah nama yang Hugo ketahui dari Daniella. Dia telah hidup sebagai Putri Sophia saat dia bersama Count Matin selama lebih dari lima tahun. Setelah perceraiannya, dia menjalani sisa hidupnya sebagai Daniella. Tapi sekarang, dia harus menjalani sisa hidupnya sebagai Sophia.

Dia tidak pernah menyangka bahwa nama Sophia adalah miliknya. Ketika dia hidup dengan nama ini, dia tidak merasakan apa pun selain penderitaan dan ketidak berdayaan. Daniella dan Sophia merasa seperti dua manusia yang berbeda. Ia bingung apakah nama yang tertulis di akta nikah itu benar-benar miliknya atau bukan.

Dia frustasi karena cangkang palsunya sebagai Sophia akan tertahan seumur hidupnya karena pernikahan ini, tapi di saat yang sama, dia merasakan perasaan lega. Di satu sisi, dia merasakan sedikit harapan bahwa dia akan mampu menembus kulit terluarnya dan melarikan diri ke dunia luar. Di sisi lain, Daniella tidak dapat melihat titik terendah dari lubang gelap yang akan dia masuki. Daniella tidak dapat mengungkapkan perasaannya dengan satu kata pun.

Dua pria yang belum pernah dilihat seumur hidupnya berdiri sebagai saksi mereka; prosesnya sederhana dan dia dengan cepat dipromosikan sebagai istri resmi Duke Liam Hugo. Begitulah pernikahan mereka berakhir.

Daniella tidak memiliki keterikatan apa pun terhadap hal-hal seperti pernikahan, tetapi dia sedikit sedih karena ciuman klasik saat menikah telah dihilangkan. Setelah ciuman pertama itu, dia tidak pernah melakukan kontak fisik apa pun dengannya. Dia berpura-pura melihat ke tempat lain sambil melirik bibir Hugo.

Bibir Hugo yang tertutup membentuk garis lurus, sifat keras kepalanya tampak tercermin pada bibir itu. Tidak terlalu tebal; ketika bibirnya menempel pada bibirnya, terasa sangat lembut. Dia telah menghisap bibir Daniella saat lidahnya memasuki mulutnya…

“Besok pagi kita akan berangkat ke Utara.”

“Ya… Baiklah!”

Saat mulutnya tiba-tiba terbuka, Daniella terlonjak kaget. Hugo memperhatikannya dengan mata yang aneh, jadi Daniella dengan cepat mengalihkan perhatiannya dengan melihat ke arah lain. Daniella khawatir apakah wajahnya memerah saat ini.

‘Aah, aku pasti sudah gila. Apa yang sedang kau lakukan? Sungguh.'

“Jika Kau ingin tetap tinggal di ibu kota, tidak masalah.”

Jantungnya yang berdebar kencang tiba-tiba mati, dan angin dingin bertiup kencang, menderu-deru di kejauhan. Tinta akad nikah belum mengering, namun ia sudah menganggap perpisahan sebagai suatu yang sepele.

Dia menyadari dia tidak melihatnya sebagai seorang wanita. Dia tidak memiliki harapan apapun terhadap kehidupan pernikahan yang hangat dan penuh kasih, tetapi dia tidak dapat menahan perasaan pahit di hatinya.

Jantungnya berdegup kencang karena kesakitan. Dia menyatakan bahwa pernikahan mereka tidak akan pernah menjadi sesuatu yang bisa mengikat mereka untuk bersama. Daniella, yang pada awalnya memiliki sedikit harapan, membuang semua itu. Bahkan tidak ada sedikitpun rasa frustrasi di hatinya saat ini.

"…Aku akan mengikutimu. Tetapi jika Yang Mulia Duke menginginkan aku untuk tetap di sini, aku juga akan melakukannya.”

Jawab Daniella dengan suara lembut, berusaha sekuat tenaga untuk tidak mencampurkan emosi dalam kata-katanya. Dia tidak berusaha menentangnya atau apa pun. Tidak ada manfaatnya tinggal di sini. Dia merasakan tatapan pria itu padanya dengan seluruh tubuhnya.

Daniella berharap untuk hidup mengikuti arus, setenang dan sesantai mungkin. Dia tidak melihatnya sebagai pria yang akan menganiaya wanita secara fisik, tapi tidak ada salahnya bersikap ekstra hati-hati. Dia sudah merasakan betapa putus asanya seorang wanita terhadap pria yang melakukan kekerasan fisik.

“Tidak ada yang menyenangkan di sana, tidak seperti ibu kota. Kau harus mengambil keputusan tegas agar tidak menyesal dikemudian hari.”

"Aku akan baik-baik saja."

“Sejak awal, aku belum pernah menemukan sesuatu yang menyenangkan di ibu kota.”

Begitu kereta mereka lepas landas, mereka tidak berkomunikasi sampai mencapai tujuan. Begitu mereka tiba, dia turun dan mengurung diri di ruang kerja ovalnya. Daniella ditinggalkan sendirian di gerbang depan dan hanya Jerome yang tersisa untuk mengantarnya berkeliling perkebunan.

“Salam, Nyonya. Aku kepala pelayan saat ini yang melayani Duke Liam Hugo. Tolong panggil aku Jerome.”

Dia tampaknya berusia sekitar 30-an. Dia akrab dengan pria ini, yang memiliki mata biru dengan penampilan keseluruhan yang rapi dan sempurna. Dia pernah menyajikan teh untuk Daniella ketika dia mengunjungi Duke. ‘Jadi dia kepala pelayannya.’ Dia tampak terlalu muda untuk menjadi kepala pelayan Duke.

"Senang berkenalan denganmu Teh yang terakhir kali enak sekali, Jerome.”

Jerome memperhatikan Daniella dengan aneh, tetapi semua jejak perasaannya dengan cepat terhapus. Dia menjawab dengan nada ramah, tenang dan lembut.

"Terima kasih. Tolong bicara tanpa formalitas, Nyonya.”

“Aku paling nyaman berbicara seperti ini. Oh, jika ini tidak pantas untuk nyonya rumah Duke, aku akan memperbaiki kebiasaan burukku.”

“Bukan itu masalahnya. Nyonya, apapun yang Kau katakan akan menjadi aturan baru dari kediaman Duke Liam Hugo. Maukah kau makan dulu atau beristirahat? Apakah Kau ingin untuk aku mengajak nyonya berkeliling perkebunan?”

Dia baru saja mendengar sesuatu yang sangat sulit dipercaya. Tapi dia saat ini menderita sakit kepala yang parah dan dia tidak bisa memikirkan topik itu terlalu lama. Daniella menceritakan apa yang paling dia inginkan saat ini.

“Aku ingin istirahat dulu.”

“Aku akan menunjukkan jalan ke kamar tidurmu.”

Jerome mengantar Daniella ke kamar tidurnya dan memperkenalkannya kepada dua wanita paruh baya.

“Ini akan menjadi dua pelayanmu yang akan mengurus kebutuhanmu demi kenyamananmu.”

Jerome dengan cepat memperkenalkan nama dan pengalaman mereka. Para pelayan melayaninya saat dia menanggalkan pakaian. Dia mengenakan pakaian dalamnya ke tempat tidur, sambil menunggu sakit kepalanya yang menyakitkan berlalu.

Dia tertidur lelap, lalu terbangun dari sebuah suara setelah beberapa saat. Syukurlah, kepalanya tidak sakit lagi.

“Nyonya, kenapa kau tidak makan sedikit sebelum kembali tidur?”

Pelayannya bertanya padanya dengan nada yang sangat hati-hati. Dia tidak tahu sifat majikannya dan dia takut majikannya akan membentak dan memukulnya.

“Um… Berapa lama aku tertidur?”

“Nyonya sudah tidur sekitar enam jam sekarang.”

“…Aku sudah tidur lama sekali.”

“Kami sedang menyiapkan makan malam sekarang.”

“Apakah Yang Mulia Duke sudah makan?”

“Dia akan makan ringan di ruang kerja ovalnya nanti. Dia sering makan di sana ketika dia memiliki banyak urusan resmi yang harus diselesaikan.”

Kesimpulannya, berarti Daniella harus makan sendirian. Pada hari pernikahan Daniella, dia duduk sendirian di meja besar yang penuh dengan suguhan lezat. Dia merasa sedikit kecewa. Makan bersama bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan. Mereka tinggal di rumah yang sama.

Dia sedikit cemberut, tapi dia segera melakukan yang terbaik untuk melupakan semuanya.

‘Jangan berharap pada apa pun. Jangan berharap apa pun.’

Jika dia kecewa karena setiap detail kecil, kehidupan pernikahannya akan segera menjadi neraka.

‘Aku telah mendapatkan rumah yang nyaman untuk diriku sendiri dan aku tidak perlu khawatir selama sisa hidupku. Juga, aku telah melarikan diri dari pria itu.”

Itulah hal-hal yang awalnya dia harapkan. Namun keinginan manusia sungguh tiada akhir. Dia baru saja menikah, tapi dia sudah menanamkan beberapa harapan di hatinya.

“Jerome, tentang pelayan yang merawatku…”

"Ya. Apakah mereka melakukan kesalahan?”

“Bukan itu. Tampaknya mereka adalah pelayan yang paling berpengalaman dan tertua, apakah ada alasan mengapa mereka harus bertugas melayani kebutuhan sepeleku?”

Di dalam mimpinya, Daniella pernah hidup sebagai pelayan keluarga bangsawan. Oleh karena itu, dia memahami jenis tugas yang harus dilakukan oleh seorang pelayan tergantung pada usia dan pengalaman mereka.

“Aku minta maaf, aku tidak menjelaskannya kepada nyonya sebelumnya. Nyonya, Kau akan tidur di sini hanya untuk hari ini. Besok, kita akan berangkat ke wilayah Duke di utara. Saat kita berpindah dari satu tempat ke tempat lain, mereka akan memperhatikanmu. Saat kita kembali ke wilayah kita, pelayan yang akan melayanimu akan berbeda.”

“Oh, jadi pelayan yang berada di sini saat ini hanya bekerja di ibu kota dan mereka tidak akan pergi bersama kita nanti. Apa Benar begitu?"

“Itu benar.”

“Lalu apa yang akan menjadi tanggung jawab para pelayan, setelah kita kembali ke wilayah kita?”

“Mereka akan diberi tugas yang sesuai tergantung pada usia dan pengalaman mereka.”

"Aku mengerti. Terima kasih atas penjelasanmu."

"Ini bukan masalah."

Usai kejadian tersebut, Jerome menilai Daniella tidak akan kesulitan mengatur urusan pokok rumah tangga. Jika Daniella mengetahuinya, dia akan dengan tegas menyangkal klaimnya.

Daniella menjadi akrab dengan rumah Duke ketika seorang pelayan mengantarnya berkeliling. Rumah itu sangat besar, dia tidak bisa berkeliling ke seluruh tempat. Rumahnya sendiri sangat besar, tetapi taman di sekitarnya jauh lebih luas.

“Apakah rumah besar ini sudah lama menjadi milik keluarga Liam Hugo?”

"tidak. Keluarga Duke Liam Hugo tidak pernah memiliki rumah besar di ibu kota. Rumah besar ini telah disiapkan beberapa tahun yang lalu.”

"Apakah begitu? Siapa pemilik asli tempat ini? Rumah dan tamannya sangat besar. Mereka pastilah keluarga bangsawan yang sangat bergengsi.”

“Tuan kita memiliki banyak rumah mewah. Dia pasti membeli sekitar 10 buah. Ini adalah satu-satunya rumah besar yang dia simpan, dan sisanya dihancurkan.”

"…Ah."

Dia pastilah orang yang jauh lebih kaya daripada yang diperkirakan Daniella.

Kamar mandinya luas dan mewah. Bak mandinya tidak terbuat dari porselen seperti bak mandi biasa; mereka telah membangun tembok mulai dari lantai, menjadikannya spa. Para pelayan tidak perlu mengisi bak mandi secara manual; ada tangki air pemanas yang terhubung ke tempat ini, jadi air panas hanya berjarak satu putaran keran saja.

Dia pernah mendengar tentang kamar mandi seperti itu sebelumnya, tapi ini adalah pertama kalinya dia melihatnya secara langsung. Biasanya tugas pelayan adalah menimba dan mengalirkan air. Tidak peduli berapa banyak usaha yang mereka keluarkan untuk memanaskan air dan mengisi bak mandi, tidak ada sistem air di seluruh kota. Oleh karena itu, banyak orang yang tidak mengeluarkan uangnya untuk melakukan improvisasi atas fasilitas ke tingkat ini.

‘Aku ragu dia membangun sistem air seperti ini untuk membuat hidup para pelayan lebih mudah…’

Seperti yang dipikirkan Daniella, ini bukanlah sesuatu yang diperintahkan Duke. Jerome, yang bertanggung jawab atas fasilitas rumah, berupaya menciptakan sistem yang efisien. Satu-satunya hobinya adalah menghancurkan dan merombak bagian-bagian rumah.

Setelah mandi, dia kembali ke kamarnya. Para pelayan melayani Daniella dengan sangat hati-hati. Mereka membantu mengeringkan rambutnya dan memberinya minyak sari bunga yang digunakan untuk membuat kulit lembut dan halus. Ini akan menjadi malam pertama mereka bersama setelah pernikahan mereka.

‘Orang itu… Dia tidak akan datang ke kamarku malam ini.’

Daniella yakin akan hal itu. Besok pagi, mereka akan kembali ke wilayah kekuasaannya, oleh karena itu dia akan memilih untuk beristirahat yang nyenyak malam ini. Tidak ada jaminan dia akan mengunjungi kamar tidurnya, bahkan setelah kembali ke Utara. Dia tidak menginginkan seorang anak sejak awal. Mungkin saja dia tidak akan pernah mengunjungi kamar Daniella seumur hidup ini.

“Dia sudah mempunyai seorang putra.”

Dia menjalani pernikahan ini hanya demi putranya. Jika Daniella melahirkan seorang putra, segalanya akan menjadi sangat rumit. Meski putranya telah disahkan melalui undang-undang, namun anak langsung dari istri sah akan memegang kekuasaan lebih.

Dia mungkin akan melakukan segala daya untuk mencegah situasi seperti itu. Dia telah menyatakan hal itu padanya seolah itu adalah masalah sepele, tapi pernyataan itu mungkin sangat berarti bagi mereka. Tidak ada cara baginya untuk membuktikan bahwa dia tidak mampu melahirkan anak, jadi dia akan selalu mencurigainya.

Kamar tidur menjadi sunyi setelah semua pelayan pergi. Dia membaringkan dirinya di tempat tidur sekali lagi. Namun, dia sudah tidur terlalu lama, dia tidak merasa mengantuk sama sekali. Dia berputar dan membalikkan badan di tempat tidur, tenggelam dalam pikirannya sendiri.

‘Lebih baik seperti ini…’

Dia telah berjanji untuk tidak pernah mencintainya. Janji itu akan lebih mudah dipenuhi jika semakin jauh jarak yang dia buat di antara mereka. Mereka hanya berbagi ciuman singkat dan itu menyebabkan jantungnya berdebar sangat kencang; jika mereka melakukan sesuatu yang lebih, maka… Wajah Daniella perlahan-lahan menjadi semakin panas. Dia dengan cepat mengipasi dirinya dengan kedua tangannya, mencoba menghilangkan semua pikirannya.

‘Mari kita pikirkan hal lain. Sesuatu yang lain… Apa yang harus aku lakukan sekarang karena aku adalah istri Duke…? Apa yang harus dilakukan…?’

Hal pertama dalam daftarnya yang bermanfaat bagi suaminya adalah berpartisipasi aktif dalam pertemuan sosial yang diadakan para istri bangsawan. Count Matin selalu mengerahkan seluruh upayanya untuk membuat Daniella berbaur dengan masyarakat kelas atas. Tapi dia tidak pernah bisa mencapai harapannya. Dia selalu lelah, dan yang bisa dia lakukan hanyalah berdiri diam dan menghitung waktu yang berlalu.

‘Haa… Berpartisipasi dalam pesta sosial bangsawan. Aku tidak percaya pada aspek ini…’

Dengan menyembunyikan fakta itu, apakah itu dianggap sebagai pelanggaran kontrak?

Istri asli Duke (dalam mimpinya) sangat berbakat dalam menjalin koneksi dan bergaul dalam acara sosial tersebut. Dia membeli semua gaun terbaru dan termahal, sambil melengkapi dirinya dengan segala jenis perhiasan. Duchess berkeliling kota untuk berpartisipasi dalam acara sosial dengan ketenangan karismatik. Para wanita bangsawan di sekitarnya akan menenggelamkannya dengan pujian yang tak ada habisnya.

“Tetapi di belakangnya, mereka tidak melakukan apa pun selain mengkritik dan menjelek-jelekkannya.”

Duchess tidak memiliki latar belakang yang luar biasa. Dia hanyalah batu menyedihkan yang entah bagaimana terguling ke tempat ini. Tidak ada yang menyenangkan saat menemukan batu. Dia tidak memiliki kesamaan dengan wanita bangsawan dari masyarakat kelas atas yang tumbuh dengan sendok perak di mulut mereka.

Tentu saja, tidak ada seorang pun yang secara terang-terangan bersikap kasar terhadap wajah Duchess.

Daniella tidak pernah berusaha untuk berpartisipasi aktif dalam pesta-pesta sosial masyarakat kelas atas, tetapi dia selalu berpartisipasi dengan rajin setiap saat. Begitulah cara dia mengetahui dan melihat banyak hal. Dia akan berdiri satu langkah di belakang semua orang, jadi dia memiliki banyak kesempatan untuk mengamati orang lain dengan pandangan objektif.

Dia tidak pernah iri dengan pesona Duchess. Dari waktu ke waktu, sepertinya dia sedang berjuang. Pada awalnya, Duchess itu rendah hati, tetapi seiring berjalannya waktu, dia menjadi mabuk karena kedudukannya yang tinggi.

Setelah pernikahannya dengan Count Matin berakhir, dia menjauhkan diri dari pesta sosial tersebut. Kemudian, Daniella bekerja sebagai pelayan untuk beberapa bangsawan dan dia mengenal Duke Liam Hugo.

Duchess tidak berubah selama bertahun-tahun kemudian. Reputasinya menjadi semakin buruk seiring berjalannya waktu. Ketika kebenaran pernikahannya terungkap, semua wanita bangsawan tertawa dan mengejeknya, menyebarkan berita itu ke mana-mana. Duchess telah menggali kuburnya sendiri. Dia telah membuat terlalu banyak musuh selama bertahun-tahun.

'Setelah itu…'

Dia tidak yakin apa yang terjadi padanya setelah itu. Daniella telah bekerja keras, menabung sambil bekerja sebagai pelayan, untuk membeli rumah kecil untuk dirinya sendiri. Dia menjalani kehidupan yang tenang setelah berhenti dari pekerjaannya. Dia sudah merasakan semua pesta sosial masyarakat kelas atas yang berisik dan glamor.

Sangat jarang, dia menemukan gosip dari rekannya. pekerja. Di antara semua gosip, ada informasi tentang Duke Liam Hugo, namun isinya terkesan agak kabur.

‘Kenapa… aku menikah dengannya?’

Daniella membuat dirinya takut.

‘Lalu… Apa yang akan terjadi pada istri asli Duke…?’

Dia baru memikirkannya sekarang. Dia mengejutkan dirinya sendiri ketika dia menyadari keegoisannya sendiri.

“Mau bagaimana lagi.”

Rasa bersalahnya tidak bertahan lama.

‘Jika aku harus memikirkan kekhawatiran dan perjuangan semua orang, aku tidak akan mampu bertahan hidup di dunia yang kejam dan tidak adil ini.’

Daniella terlonjak, menyadari kepribadiannya yang egois dan kejam sekali lagi. Namun, sepertinya dia tidak ingin mengubah kepribadian nya saat ini menjadi baik. Dia telah belajar bahwa orang baik hanya akan mengalami kesulitan.

Setelah memikirkan ini dan itu, dia tidak merasa mengantuk sama sekali. Malahan, dia merasa lebih terjaga. Setelah membalik tubuhnya dari sisi ke sisi, dia bangkit dan menyalakan lampu di kamarnya.

‘Mari kita lihat sekeliling ruangan.’

Segala sesuatu di kamar tidur itu sangat besar. Tempat tidurnya, sofa, semua perabotannya ada di sini. Itu adalah ruangan yang tampak menyeramkan dan terasa terlalu dingin dan kosong untuk seorang wanita. Jika dia harus tinggal di tempat ini lebih dari satu malam, dia ingin mendekorasinya ulang. Secara keseluruhan, ada keseimbangan yang bagus, tetapi ada satu hal yang membuat keseluruhan tempat ini kacau.

‘Apa sebenarnya… lukisan itu…?’

Sebuah lukisan avant garde raksasa digantung di tengah dinding putih yang kosong. Dia tidak tahu apa yang ingin disampaikan oleh lukisan ini; itu tidak cocok dengan kamar tidur sama sekali.

Itu adalah salah satu lukisan yang dikirimkan Putra Mahkota Kwiz. Hugo merasa ngeri melihat gambar itu. Ketika Jerome bertanya apa yang harus dia lakukan dengan lukisan itu dengan cara yang lemah lembut, dia menjawab seperti ini:

'Gantung saja itu.'

Daniella, yang tidak mengetahui situasinya, bertanya-tanya apakah itu lukisan terkenal. Tebakannya tidak jauh. Putra mahkota selalu memiliki kepribadian yang nakal; dia telah berusaha untuk secara pribadi memilih lukisan yang paling dia sukai untuk Duke.

‘Lemari anggur.’

Ada puluhan botol wine yang dipajang menurut kelas di dinding. Daniella memeriksa semua botol anggur yang dipajang di balik pintu kaca. Jarang sekali kamar tidur wanita memiliki lemari anggur. Mungkin ada satu di kamar wanita tua.

Daniella tidak terlalu paham tentang anggur, tetapi dia ingat anggur mewah yang sangat manis yang sangat cocok dengan seleranya. Itu adalah kenangan dari mimpinya. Daniella melompat kegirangan saat menemukan merek yang sama. Dia ragu sejenak apakah akan mengeluarkannya atau tidak.

“Ini adalah minuman untuk perayaan. Setidaknya aku bisa memberi hadiah pada diriku sendiri sebanyak ini.”

Itu adalah pernikahan tanpa pemberkatan, tapi dia berhak mengucapkan selamat dan memberkati dirinya sendiri.

Di samping lemari anggur, sebuah meja kecil untuk dua orang ditata dengan apik. Ada juga beberapa gelas anggur dan pembuka di lemari anggur, sudah ada untuknya. Pengaturannya tepat. Daniella membuka sumbatnya dan meminumnya sedikit demi sedikit sambil memanggang gelasnya ke udara.

“Enak… Hah? sudah habis?"

Dia baru minum beberapa gelas, tapi botolnya sudah kosong. Dia merasa belum cukup, jadi dia mendecakkan bibirnya dan berdiri lagi, tapi dia sangat pusing sehingga dia duduk kembali.

“Ah… Kenapa jadi seperti ini?”

Dia menarik napas dalam-dalam beberapa kali dan mencoba bangkit kembali. Perutnya terasa panas dan dinding serta langit-langit ruangannya terasa terus berputar.

“Ah… aku… pasti mabuk…”

Daniella nyaris tidak berhasil mencapai tempat tidurnya sambil tersandung ke seberang ruangan. Setelah beberapa napas, dia tertidur. Tetapi bahkan dengan bantuan alkohol, dia tidak dapat tertidur sepenuhnya. Dia terbangun dengan perasaan sangat haus beberapa saat kemudian.

‘Panas sekali… Dan aku sangat haus…’

Ini adalah pertama kalinya Daniella meminum alkohol. Anggur yang dia minum memiliki persentase alkohol yang rendah, tetapi untuk pertama kalinya, itu cukup manjur. Meski kamar tidurnya dingin, tubuhnya terasa seperti terbakar karena panas.

Daniella memutar dan membalikkan badan di tempat tidur sampai dia memutuskan untuk melepas piyamanya. Bagaimanapun, dia satu-satunya orang di kamar tidur. Ini adalah kamar tidurnya.

'Aku telah berhasil. Aku tidak perlu menikah dengannya lagi. Aku telah mengubah masa depanku.’

Alkohol membantu membesar-besarkan rasa kebebasan di dalam hatinya. Dia menjadi lebih berani dan melepas pakaian dalamnya juga. Seluruh tubuhnya terasa panas dan seluruh tubuhnya berwarna merah jambu.

Daniella berguling-guling menikmati sensasi sejuk dari seprai di kulitnya. Beberapa saat kemudian, dia bangkit dan berjuang menuju meja yang berada di tengah ruangan. Ada teko berisi air dan gelas diatas nampan perak di sana. Dia menuangkan segelas untuk dirinya sendiri dan menenggaknya untuk menghilangkan dahaga.

Klik.

Di kamar tidur yang sunyi, suaranya seperti guntur. Dia terlambat menolehkan kepalanya ke arah suara itu. Saat dia melihat ke seberang ruangan, pintu yang menghubungkan ke ruang penerima sudah terbuka. Saat dia melihat orang yang berdiri di dekat pintu, dia menjatuhkan gelas air yang ada di tangannya dan membeku menjadi sebuah patung.

Hugo baru saja mandi dan memasuki kamar tidur dengan mengenakan jubahnya. Dia terdiam saat melihat tamu tak diundang yang bertelanjang bulat itu. Suasana berat dan menyesakkan keheningan menyelimuti kamar tidur. Hugo menyipitkan matanya dan dengan santai memeriksa tubuh Daniella dari atas ke bawah.

Hugo merasa lelah setelah bekerja selama beberapa jam tanpa istirahat, namun dia merasakan kepalanya terasa ringan seketika. Awalnya dia bertanya-tanya, ‘Siapa wanita ini?’ Detik berikutnya, dia teringat, ‘Ah benar, aku sudah menikah.’ Lalu dia mengira wanita itu pasti istrinya.

Daniella memiliki leher yang panjang ramping dan bahu yang indah, payudara mulusnya yang memperlihatkan puting merah muda tampak terlihat manis, turun kebawah dia melihat pinggang yang ramping, sementara pinggulnya melengkung seperti jam pasir yang indah. Lampu kamar tidur menyala, sehingga dia bisa melihat setiap detail tubuhnya dengan mudah.

Namun yang disayangkannya, tempat yang sangat ingin hugo lihat yang berada tepat di bawah pusarnya tersembunyi di balik meja dan dia tidak bisa melihatnya. Dia bertanya-tanya apakah dia harus memerintahkannya untuk melangkah ke samping sedikit. Itulah pemikirannya.

Ksh, pecah.

Suara pecah yang tajam memecah ketenangan ruangan. Daniella membeku di tempatnya dan gelas terlepas dari tangannya, langsung pecah di lantai marmer. Daniella melompat dan menunduk. Dia mencoba untuk bergerak, tetapi Hugo dengan tegas menuntut:

“Jangan bergerak!”

Tubuh Daniella kembali membeku di tempatnya. Dia tidak bergerak sedikitpun dan hanya melihat Hugo berjalan mendekatinya. Daniella tanpa sadar menjauh, tapi Hugo terus memelototinya dan dia sekali lagi membeku. Ketika dia mencapai wanita itu, dia meletakkan tangannya di punggung dan kakinya, lalu mengangkatnya ke dalam pelukannta.

Kssh kassh, suara kaca saling bergesekan.

Setiap kali dia melangkah, pecahan kaca itu akan menusuk sandal Hugo dan mengeluarkan suara yang tajam. Beberapa langkah menuju tempat tidur terasa seperti lama sekali.

“Apakah kau terluka di suatu tempat?”

Dengan suaranya yang rendah, dia menyadari bahwa dia sedang duduk di tempat tidur.

"TIDAK."

Daniella menggelengkan kepalanya dan dengan cepat melarikan diri dari cengkeraman Hugo. Dia segera memutar selimut di sekeliling tubuhnya dan menyembunyikan wajahnya di bawah bantal. Tempat dimana Hugo memegangnya terasa panas dan pikirannya benar-benar kosong.

Hugo mengamatinya dengan mata yang menyipit, sementara Daniella meringkuk ke dalam selimut seperti ulat dan melarikan diri ke sudut terjauh tempat tidur.

“Kau sudah menyambutku dengan tubuh telanjangmu dan sekarang kau berpura-pura menjadi gadis lugu?”

Dia ingin menggali dirinya sendiri ke dalam lubang karena malu, tetapi setelah suaranya yang mengejek, dia berhasil menguasai akal sehatnya. Dia terlalu jahat. Dia seharusnya meminta maaf, sambil bertanya apakah dia telah menakutinya, tapi tidak. Daniella menjulurkan kepalanya dan berteriak.

“Kau masuk tanpa pemberitahuan apa pun!”

“Itu ketidak sopanan dariku . Di masa depan, aku pasti akan memberitahumu dari luar pintu.”

Daniella tidak yakin apakah dia sedang bercanda atau mengejeknya. Namun, reaksinya barusan terlalu berlebihan, dan dia merasa canggung lagi. Dia hanya khawatir dia akan terluka oleh pecahan kaca. Jika bukan karena Hugo, banyak pecahan kaca akan menempel di kakinya.

“…Aku tidak pernah mengira kau akan datang ke sini.”

Dia tidak menunggu di sana telanjang untuk merayunya. Daniella mengambil jalan memutar untuk mengungkapkan pemikiran itu.

"Ini kamar tidurku. Tentu saja pemiliknya akan datang ke sini.”

“…Kepala pelayan menyuruhku tidur di sini. Dia tidak pernah memberitahuku bahwa ini kamar tidurmu. Apakah sudah menjadi tradisi keluargamu jika pasangan berbagi kamar tidur?”

Hugo mengingat kembali ingatan yang samar-samar. Jerome telah mengatakan sesuatu tentang kamar Nyonya yang belum disiapkan, dan dia hanya mengangguk. Pernikahan itu terjadi terlalu mendadak, dan mereka hanya akan tinggal di sini selama satu malam, jadi kepala pelayan mengatakan dia akan membiarkan Nyonya tinggal di kamar tidurnya.

Jerome adalah seorang perfeksionis. Kalau persiapannya tidak sesuai standarnya, itu sama saja tidak ada sama sekali. Ia berpikir, sejak mereka menikah, tidak ada salahnya berbagi kamar tidur untuk satu malam.

“Tidak ada tradisi seperti itu. Sepertinya ada kesalahan di suatu tempat.”

“Kalau begitu… Kau tidak salah paham, kan?”

Daniella khawatir apakah dia akan memandangnya sebagai wanita vulgar, tetapi pertama-tama, pria ini bahkan tidak peduli dengan pemikiran seperti itu. Dia tidak memandang wanita seperti itu. Baginya, hanya ada dua tipe wanita di dunia ini. Wanita yang ingin dia tiduri dan wanita yang tidak ingin dia tiduri. Tidak ada artinya menilai apakah gadis itu vulgar atau rendah hati.

“Apakah hobimu tidur telanjang?”

Dia sepertinya bukan tipe orang yang seperti itu, dan dia menganggap penemuan baru ini lucu. Wajah Daniella memerah dan dia melotot dengan mata arogan.

"TIDAK. Aku merasa kepanasan…”

Jawabannya tidak masuk akal di ruangan yang dingin dan dingin ini, tetapi ketika matanya tertuju pada botol anggur kosong di dekat lemari anggur, sudut mulutnya terangkat.

“Apakah kau minum anggur?”

"…Ya."

Dia menjawab dengan suara lemah lembut. Jika ini adalah kamar tidur Hugo, Daniella telah mengeluarkan sebotol anggur tanpa izin pemiliknya.

‘Aah. Kenapa aku melakukan itu?’ Untuk pertama kalinya setelah terbangun dari mimpinya, dia membayangkan betapa nikmatnya jika momen ini adalah mimpi.

“Seorang wanita mabuk yang telanjang menungguku di kamarku… Kebetulan ini terlalu bagus.”

Suaranya yang menghibur membuat Daniella merasa kesal. Suasana hatinya hancur karena ejekannya yang terus-menerus. 'Apakah menurutmu semua wanita di dunia ini akan jatuh cinta setengah mati kepadamu?’ Daniella ingin mengatakan ini di hadapannya, tetapi menahan perasaannya dan berbicara dengan wajar.

“Aku sudah memberitahumu. Aku tidak tahu ini kamar tidurmu dan aku tidak pernah mengira kau akan datang ke sini. Aku tidak tahu berapa banyak wanita cantik yang telah menunggu Yang Mulia Duke dalam keadaan telanjang, tetapi meskipun aku memiliki pemikiran seperti itu, aku mungkin satu-satunya wanita di dunia ini yang berhak berada di tempat tidurmu. Setelah aku menandatangani namaku di kontrak pagi ini, itu saja.”

Begitu Daniella menyelesaikan kata-katanya, dia menggigit lidahnya. Dia mengucapkan kata-kata yang berani. Bagaimana jika dia adalah seorang laki-laki supremasi yang tidak duduk diam dan melihat seorang wanita membalasnya? Dia khawatir dengan reaksinya.

Ketika dia tinggal bersama Count Matin, satu-satunya cara dia bisa menjawab adalah dengan ‘Ya’ atau ‘Tidak’. Mereka tidak mengadakan pembicaraan lain yang menyimpang dari batasan tersebut. Dia merasa aneh dengan kepribadian barunya yang membalas dan menegur.

Hugo melihatnya memberontak dan terkekeh pelan.

“Aku minta maaf jika kata-kata ku yang tidak bijaksana membuatmu kesal. Aku minta maaf."

“…”

“Apakah aku harus berlutut?”

"Ah tidak. Aku hanya terkejut… Aku tidak pernah berpikir… Kau akan mengatakan ‘maaf’ dalam hidupmu.”

Sekali lagi dengan itu. Hugo ingin membuka semua pikiran Daniella tentang Hugo satu per satu. Hugo akan memeriksa satu per satu dan berkata, semua yang kau pikirkan salah.

“Pria macam apa aku yang ada di kepalamu itu? Apakah kau mengatakan ini setelah mendengar semua rumor?”

“Tidak ada rumor yang menghakimimu. Aku mendasarkan pikiran dan perasaan ku pada apa yang aku lihat dan amati sendiri. Daripada meminta maaf, kupikir kau akan memberikan perintah kepada orang lain.”

“Ini pertama kalinya aku mendengar komentar pedas seperti itu secara langsung.”

“Apa maksudmu dengan komentar pedas? Ini hanya pendapatku. Jangan mencelaku seperti itu.”

Ekspresi Daniella sangat serius dan terbuka. Daniella sudah seperti itu sejak pertemuan pertama mereka. Matanya tegak dan jujur, dan itulah alasan kenapa Hugo mau meluangkan waktu untuk mendengarkan tawarannya yang tidak masuk akal; mata itulah yang mengarah pada situasi mereka saat ini.

Hugo membalikkan tubuhnya tanpa banyak berpikir. Atas tindakannya, selimut Daniella melonjak dengan berisik. 'Hmmn', alis Hugo terangkat. Hugo menggerakkan tubuhnya sekali lagi, dan selimutnya kembali acak-acakan.

‘Apakah dia takut aku akan melompat ke atas tubuhnya?’ Hewan kecil di depan predator buas itu menggigil ketakutan. Predator yang kenyang mungkin tidak akan melirik hewan kecil ini dua kali. Jika dia selalu kenyang, dia tidak akan melihat manfaat dari memburu hewan kecil ini, tetapi hari ini hewan kecil ini meningkatkan nafsu makannya. Suasana hatinya sedang baik, jadi dia memegang selimut yang Daniella gunakan sebagai perisai dan menarik sosok kecil seperti kelinci.

“Kya!”

Daniella menjerit pendek dan berguling melintasi kasur lebar. Ketika dia sadar kembali, Daniella tidak berdaya dan telanjang. Hugo menatapnya saat Daniella terjebak di antara lengannya. Daniella menahan napas. Dia takut tubuhnya akan menyentuh tangannya, jadi dia tidak menggerakkan satu otot pun.

“Jika kau yakin kau satu-satunya wanita yang berhak tidur di ranjangku, Lalu kenapa kau yakin aku tidak akan mengunjungimu? Bagaimanapun, ini adalah malam pertama kita bersama.”

Kemungkinan besar, jika mereka memiliki kamar tidur terpisah, dia tidak akan pergi ke kamar wanita itu. Jika Daniella sedang tidur di tempat tidurnya, dia tidak akan menyentuh sehelai rambut pun di tubuhnya, dan tidur di sisinya.

Alasannya sederhana. Dia sama sekali tidak tega melakukan hal seperti itu. Dia sangat berbeda dari gadis yang disukainya. Dia menyukai wanita cantik yang menggairahkan. Singkatnya, dia kebal terhadapnya. Tapi meski dia berpikir seperti itu, dia penasaran dengan pemikirannya. Sejak saat itu, dia terus bertanya-tanya apa yang sedang dipikirkan wanita ini. Dia ingin tahu.

Seringkali Daniella mengambil sesuatu yang sederhana dan membuatnya menjadi sangat rumit melalui renungannya yang tiada habisnya. Ini bukanlah pernikahan yang disertai dengan kasih sayang. Dia bukanlah wanita luar biasa dan glamor yang didambakan pria. Tapi yang terpenting, ada putranya.

Dia tidak menginginkan kehamilan istrinya. Dia tidak akan pernah percaya bahwa dia tidak dapat melahirkan anak tanpa adanya bukti. Namun dia tidak mau mengangkat topik tentang kehamilan. Jika Hugo mengungkitnya, rasanya Daniella akan meninggalkan ruangan tanpa ragu-ragu. Hugo tidak ingin dia pergi. Meski merupakan pernikahan kontrak, pernikahan tanpa malam pertama pun terasa begitu menyedihkan.

“Besok… Kau bilang kita akan pergi ke wilayahmu…”

Meskipun dia tidak berbohong, itu sama saja, karena dia menyembunyikan banyak fakta darinya. Tatapannya seperti sedang mengintrogasinya.

Fakta bahwa dia telanjang dan tidak berdaya terus bertambah besar dalam pikirannya. Dia merasakan tubuhnya berangsur-angsur menjadi panas. Daniella bergerak sedikit demi sedikit sambil menutupi payudaranya dengan lengannya. Tindakan ini tidak ada gunanya atau tidak ada artinya, tapi ini adalah tindakan reflektif bagi wanita manapun yang menderita penghinaan.

“Reaksi yang menyegarkan.”

Hugo selalu menghabiskan waktu bersama wanita-wanita yang dengan suka rela melemparkan tubuh mereka kepadanya; sungguh menarik melihat seseorang yang begitu ketakutan untuk sekali ini. Tidak diragukan lagi wanita ini masih perawan. Seorang perawan yang sangat polos. kecurigaan yang sengaja Daniella sembunyikan dan Hugo tunggu di sini menghilang sepenuhnya. Namun di sisi lain, dia kehilangan minatnya.

Wanita yang masih Perawan memang menyusahkan. Mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan tubuh mereka dan itu tidak menyenangkan. Itu adalah pilihan terakhirnya untuk memenuhi hasrat seksualnya. Malam bersama wanita berpengalaman dan terampil terasa lebih menyenangkan. Dia menikmati buah-buahan yang telah matang hingga jatuh dari pohonnya.

Apa yang harus dilakukan… Daniella tampak ketakutan. Dia tidak berniat tidur dengan wanita yang tidak merasakan hal yang sama dengannya yaitu nafsu dan gairah seksual.

“Jika kau tidak mau, aku tidak mau.”

“…Tapi malam pertama… Kita tidak diperbolehkan untuk menolak.”

Malam pertama adalah sebuah hak sekaligus kewajiban. Padahal, hal itu sudah diatur dalam undang-undang. Sejak dahulu kala, dua keluarga bangsawan yang sedang berperang akan bersatu dalam pernikahan demi perdamaian, dan ada saatnya hukum itu diwajibkan.

Saat ini, perbatasan berbagai wilayah Kerajaan telah ditetapkan, dan kejadian seperti itu jarang terlihat. Alasan mengapa undang-undang tersebut tetap dipertahankan adalah karena mungkin ada saatnya undang-undang tersebut diperlukan di masa depan. Jika terbukti mereka tidak pernah menghabiskan malam pertama bersama, maka pernikahan tersebut bisa dibatalkan. Hal itu terkadang diterapkan ketika salah satu pihak meninggal dunia karena suatu sebab. Dalam beberapa tahun, hal itu hanya diterapkan satu atau dua kali.

‘Untuk mengemukakan hukum. Putri ini benar-benar tidak mengerti.’

“Jika ini bukan malam pertama kita, apakah kau akan menolak?”

“…Aku akan memikirkannya setelah malam ini.”

Daniella dengan datar memberikan jawaban, tapi saat menjawabnya, Hugo tertawa terbahak-bahak. Dia tampak pucat karena ketakutan sambil menggigil, tapi meski begitu, dia tidak mengecewakannya saat dia memberikan tanggapan yang berani. Apakah dia benar-benar tidak mengerti? Mungkin dia melakukannya dengan sengaja?

“Lihat ini, Putri. Jika kita memulai, aku tidak akan berhenti di tengah jalan. Apakah kau bertekad bahwa kau tidak akan menyesal nanti?”

Malam pertama Daniella dalam mimpinya bersinar. Count Matin yang naik ke atasnya dengan tubuhnya yang berat dan mencoba memasukinya dengan paksa berkali-kali, tetapi dia tidak dapat bangkit, dan gagal. Dia tidak bisa mengatasi amarahnya sendiri dan mabuk sampai pingsan.

Dia mendengkur sepanjang malam, sementara dia gemetar ketakutan tidur di samping suaminya yang tidak berbeda dengan orang asing. Tidak mungkin situasinya menjadi lebih buruk dari itu. Melihat hal-hal dalam perspektif seperti itu, dia tidak perlu takut.

“Ini bukanlah sesuatu yang bisa Kau selesaikan dengan tekad. Aku tidak mencoba memulai perang dengan Yang Mulia.”

Hugo terdiam sejenak dan terkekeh. Lalu tiba-tiba, suasana hatinya berubah 180 derajat dan Daniella merasa gugup sekali lagi. Rasa dingin merambat di punggungnya dan dia membeku menjadi patung. Orang itu adalah laki-laki; dia baru menyadari fakta yang begitu jelas sekarang.

Seorang pria yang tidak akan pernah kehilangan kekuatan, dan di bawahnya ada seorang wanita telanjang. Itu bukanlah situasi dimana dia bisa menolak. Hugo mengangkat tubuhnya dan melepas jubah luarnya. Daniella melihatnya dan menutup matanya. Saat tangannya menyentuh pinggul Daniella, Daniella dengan cepat menahan nafasnya.