8. Sepotong Cerita Masa Lalu
***
"Andrew, nanti kamu temani Cyntia makan malam ya," Clara menyuruh anaknya, Andrew, yang hendak pergi.
"Nanti malam aku sibuk, ada kerjaan di kantor yang mengharuskan lembur," jawab Andrew cuek pada ibunya.
"Sebentar saja, kamu enggak bisa luangkan waktu buat Cyntia? Dia anak baik, cantik, pintar, dan juga bobot, bibit mapun bebetnya jelas enggak kaya mantanmu itu siapa namanya yang enggak jelas asal-usulnya," Clara mengingat-ingat nama yang hampir ia lupakan.
"Kenapa Mama tiba-tiba membandingkan dengan Sarah?" tanya Andrew tidak suka.
"Iyalah, Mama heran sama kamu. Apa bagusnya itu perempuan enggak jelas. Kenapa kamu enggak bisa lupakan dia. Kamu harusnya sadar, dia hanya mengincar menjadi bagian keluarga Barito Kusuma biar naik pangkat dia, dia kan gadis jalanan yang entah keturunan siapa, anak dari panti asuhan," Clara marah mengingat gadis itu.
"Cukup, Ma. Aku berangkat dulu ke kantor," Andrew kesal dan meninggalkan Clara sendirian.
"Sarapanmu belum habis," cegah Clara, tetapi Andrew tidak menggubrisnya dan terus melangkahkan kakinya.
Di dalam mobilnya, Andrew terus saja memikirkan Sarah. Gadis itu, satu-satunya yang membuat harinya tak membosankan, membuat bahagianya selalu terbit berulang-ulang. Semangat hidupnya dulu ada di saat ia memandang kedua bola mata gadis itu yang sangat teduh.
"Bagaimana kabar Sarah sekarang? Bagaimana dengan hidupnya sekarang? Aku ingat dia seperti baik-baik saja saat terakhir bertemu dan kenapa hatiku terasa sakit saat dia ngobrol dan semobil bersama Kevin. Apa hubungan mereka? Aku ingin bertanya, pun aku takut jawaban Sarah hanya membuatku tambah terluka," Andrew bertanya-tanya dalam hati.
Satu Bulan yang lalu…
Di Cafe Starlight, Sarah sedang duduk di pojok ruangan cafe sambil sibuk mengetik agenda seminggu ke depan untuk Kevin. Setelah selesai, sembari santai meminum ice cappuccino favoritnya, sesekali Sarah melihat gadgetnya menunggu kabar dari bosnya yang akan datang menjemputnya.
"Sarah," sapa Andrew sambil tersenyum.
"Kak Andrew," Sarah kaget bertemu dengan lelaki itu, karena sudah sangat lama ia tak pernah bertemu bahkan bertegur sapa.
"Kamu di sini sendirian?" tanya Kevin sambil duduk di depan Sarah.
‘Lah, kenapa ini anak seenak udel main duduk aja,’ batin Sarah. "Enggak kok, Kak. Aku lagi nungguin atasanku katanya mau jemput," jawab Sarah.
"Bagaimana kabarmu? Kamu kerja dimana?" Andrew bertanya sambil terus pandangannya tak lepas memandang gadis yang ada di depannya.
"Baik, dan aku masih kerja di tempat yang dulu,” balas Sarah dengan singkat.
"Sarah, kenapa kamu enggak pernah balas chat atau telepon dariku?" Andrew penasaran kenapa Sarah tak pernah menggubrisnya sedikitpun.
"Sibuk," Sarah menjawab dengan singkat.
"Kamu masih marah?" tanya Andrew.
"Marah enggak, kesal sih lebih tepatnya," seloroh Sarah.
"Kamu selalu jujur," Andrew tertawa mendengar jawaban jujur Sarah.
"Maafkan ya semua ucapan dari keluargaku. Jangan dimasukkan ke hati,” kata Andrew merasa tak enak hati.
"Enggak masalah kok. Aku tidak pernah memikirkannya. Lagian apa yang diucapkan mereka bener semua dan itu memang faktanya," Sarah tersenyum ketus.
"Aku rindu kamu, Sar. Bisakah sikap kamu seperti dulu?" Andrew tiba-tiba menjadi melankolis, berharap ia dan Sarah menjadi akrab seperti dulu lagi.
"Enggak bisa, Kak. Tolong, jangan mempersulit aku lagi. Kejadian kemarin sudahlah, biarkan berlalu saja. Kita lebih baik jalan masing-masing. Menatap ke depan dan jangan menoleh ke belakang, hidup dengan apa yang kita mau," Sarah berusaha mengatakan itu dengan sekuat hatinya dan senormal mungkin agar Andrew tidak tahu sebenarnya masih ada sebuah nyeri yang tersisa di hatinya.
"Aku enggak bisa, Sar. Aku tidak bisa lupain kamu begitu saja. Kamu bukan sesuatu yang mudah dilupakan begitu saja. Aku belum mampu,” balas Andrew dengan jujur.
"Cukup, Kak. Aku mohon jangan seperti ini lagi dan lagi. Biarkan aku bernafas, aku mohon," Sarah meminta Andrew untuk memahaminya.
"Sarah, aku harus bagaimana biar aku juga bisa mempunyai kekuatan untuk melupakanmu?" tanya Andrew.
"Jangan pernah menghubungiku lagi, Kak. Itu cara yang paling ampuh," Sarah meyakinkan.
"Jika aku mempunyai kekuatan dan bisa membawamu kembali ke sisiku, apakah kamu bersedia?" Andrew bertanya dengan serius.
"Maaf, Kak. Aku sudah menghapus cerita di antara kita. Bagiku, Kak Andrew hanya sepotong cerita berharga yang pernah ada dalam hidupku, dan aku tetap menghargai Kak Andrew, karena setidaknya Kakak sudah menjadi sepenggal cerita yang pernah ada di hidupku," Sarah menegaskan lagi pada Andrew agar lelaki itu paham bahwa tak akan ada lagi cerita masa lalu di antara mereka.
Tanpa mereka ketahui, Kevin datang menghampiri.
"Sarah, kamu lagi sama siapa?" tanya Kevin dan Andrew pun berbalik arah melihat Kevin.
"Pak Kevin Hadiwijaya," ucap Andrew tersenyum kikuk.
"Oh, Pak Andrew Kusuma. Kalian saling kenal?" tanya Kevin pura-pura.
"Kita dulu teman, Pak," jawab Sarah.
"Iya, lebih dari teman," ucap Andrew menegaskan.
Kevin tak suka dengan jawaban Andrew, ia merasa lelaki itu seperti menegaskan hubungannya dengan Sarah.
"Oh, saya mau jemput Sarah kebetulan, apa tidak menganggu?" tanya Kevin.
"Tidak, Pak. Saya sudah selesai. Ayo kita pergi, Pak," jawab Sarah dengan cepat. Ia malas jika harus berbicara lebih lama dengan Andrew.
"Oh, oke. Saya duluan ya, pak Andrew,” kata Kevin.
"Oh, iya Pak. Sarah itu staf di kantor pak Kevin?" tanya Andrew.
"Iya, dia PA saya," jawab Kevin sambil meminta izin untuk pamit dan sengaja menggandeng tangan Sarah di depannya.
Sekilas Kevin melihat, raut wajah Andrew tidak suka melihatnya, dan itu malah membuat Kevin makin mendekatkan genggamannya dengan erat sampai membuat Sarah tidak paham.
“Pak, jangan begini. Nanti nggak enak kalau ada orang yang kenal sama kita,” ucap Sarah.
“Biarin saja, apa peduli saya sama obrolan mereka,” balas Kevin.
“Tapi saya peduli, Pak,” kata Sarah.
"Andrew Sebastian mantanmu?" tanya Kevin menyelidiki.
"Bukan, kita dulu teman satu kampus dan kebetulan dia kakak tingkat,” jawab Sarah.
"Lain kali jangan janjian dengan lelaki lain selain saya," ucap Kevin ketus.
"Saya tidak sengaja ketemu dia, lagian kan ketemunya juga diluar jam kerja," kata Sarah.
"Pokoknya saya tidak suka," Kevin menegaskan.
"Baik, boss saya yang terhormat," jawab Sarah santai.
"Nanti malam, kamu saya antar pulang lagi,” kata Kevin.
"Tapi saya mau pergi ke tempat lain, Pak. Terus saya juga enggak enak tiap hari diantar jemput sama Bapak," Sarah keberatan dan tak enak hati.
"Kamu mau kemana malam-malam mampir ke tempat lain?"
"Mau nginap di rumah teman saya. Kebetulan bentar lagi dia mau nikah dan saya disuruh nginap di sana,” jawab Sarah.
"Kamu kapan nyusul?"
"Kapan-kapan," Sarah tahu pasti atasannya itu akan mengarah ke obrolan yang lebih jauh lagi.
Kevin tersenyum dan tahu bahwa gadis itu sedikit sebal dengan pertanyaannya.
"Oke, saya antar kamu ke rumah temanmu saja ya."
"Enggak usah, Pak,” kata Sarah menolak.
"Terserah saya yang mau," Kevin tak menggubris Sarah.
"Pak, jangan terlalu baik sama saya, nanti saya..." Tiba-tiba ucapan Sarah terhenti dan berkata dalam hati bahwa dia takut tidak bisa melepaskan perasaannya pada Kevin.
"Nanti kenapa?" tanya Kevin penasaran.
‘Nanti aku takut jatuh cinta sungguhan padamu,’ balas Sarah dalam hati.
***