Bab 5 Menyerah
Bab 5 Menyerah
Andra hanya bisa terduduk lemas seakan tak bertenaga saat mendengar bahwa orang yang sudah dua tahun mengisi hari harinya bersama hari itu menyerah padanya, pada masa depan yang tidak akan pernah Andra berikan padanya.
Natasya Abiyasa yang diam diam mampu menarik perhatianya karena kegigihanya menghadapi dirinya dan semua yang ada padanya, kini benar benar sudah tidak akan muncul lagi di hadapanya. Andra tidak mampu mencegahnya ataupun membalas perasaanya, Andra sepenuhnya menyerahkan seluruh hidupnya pada takdir, pada nasih yang harus ia jalani, jika Andra memaksanya, pasti yang akan terjadi adalah sesuatu yang tidak di inginkannya, Andra memilih untuk terluka, melukai dirinya, dan Andra tahu akan hal itu, dan pastinya ia pun akan melukai Natasya, itu sudah pasti. Namun, bagi Andra itu adalah yang terbaik untuk keduanya, untuk terluka dan sembuh dengan seiring waktu.
"Maaf Natasya...jika kita berjodoh, pasti kita akan bertemu kembali, pasti akan tuhan pertemukan." Ucap Andra yang hanya bisa melepas gadis tersebut.
"Dddrrrt....dddrrrttt...." Suara getaran dari ponsel Andra, dan saat itu ia masih menggenggamnya, ia hanya bisa mengangkat tanganya dan melihat ponsel yang masih dalam genggamannya, menatap layar ponselnya sesaat.
"Herman." Tulisan yang ada disana, terlihat mencoba menghubunginya, saat itu Andra sudah tahu, apa yang akan Herman ucapkan.
"Halo, halo Dok...!" Ucap Herman yang hanya di balas halo saja oleh Rafandra.
"Dok, gawat Dokter! itu...itu, Dokter Natasya dia mengundurkan diri Dokter, dia bilang...dia akan menikah Dokter...dia..." Ucap Herman dengan terbata batanya.
"Iya Man, aku sudah tahu akan hal itu, kamu tidak perlu khawatir lagi." Ucap Andra yang hanya bisa mematikan panggilanya saja tanpa memberi aba aba, Andra menutup panggilan telephone nya.
Andra tidak bisa melanjutkan perkataannya, ia kehilangan saat itu. Sudah pasti!. Ia patah hati, jelas. Namun, ia tidak bisa berbuat apa apa lagi.
Dengan langkah Gontainya Andra beranjak dari duduk nya, berjalan masuk dengan perlahan lahan.
"Sayang..." Sapa mama Andra saat keduanya berpapasan di ruang makan, saat itu Andra hanya mengabaikanya saja, seperti seorang yang tengah linglung, Andra melewati sang mama begitu saja, tidak menghiraukanya dan terus berjalan menaiki anak tangga menuju ke kamarnya.
"Kenapa? ada apa? kenapa menatap Andra seperti itu?" Tanya sang papa pada mama Andra, dimana saat itu ia dapati sang istri tengah menatap sang putera tanpa berkedip.
"Tidak ada apa apa pah, sepertinya Andra sedang kosong, ia seperti seorang yang tengah patah hati, apa sebaiknya kita percepat saja pertemuan keduanya pah? puteri teman mama juga hari ini langsung perjalanan dari kota tempat tinggalnya, ia pulang setelah keluar dari tempat kerjanya, apa sebaiknya kita percepat saja? agar Andra ada teman ngobrol dan curhat dari hati ke hati? dia kan tahu bahwa kita semua merestuinya, jadi tidak ada alasan Andra tidak enak hati tentang masalah statusnya pah...karena Andra tahu kita semua mendukungnya." Ucap sang mama yang mendapat anggukan dari suaminya, dan sesaat terlihat sang papa tengah memikirkan sesuatu.
"Bagaimana kalau besok saja mah itu pertemuannya? apa bisa? papa yakin keduanya akan cepat akrab kok, papa juga sudah melihat calon untuk Andra yang mama pilihkan itu." Ucap papa yang mendapat anggukan seketika dari istrinya, dan segera saja mama melangkah pergi begitu saja menuju ke kamarnya, meninggalkan papa yang masih mematung sendirian disana. Mama bermaksud segera akan memberi tahu keluarga teman nya itu untuk memajukan acara pertemuan putera puteri mereka.
Andra hanya bisa membanting tubuhnya keatas pembaringan, menenggelamkan wajahnya yang memerah karena amarah terpendam yang tidak bisa ia salurkan, menyesal baginya sudah tidak ada artinya lagi, berkali kalai ia sudah menyesali perbuatannya, dan kala itu pun sudah untuk yang kesekian kalinya.
Di tempat lain, Natasya terlihat keluar dari mobilnya, ia berniat masuk kedalam mini market untuk membeli minuman isotonik dan juga beberapa roti untuk melegakan haus dan juga mengganjal perut laparnya, karena perjalanan jauh yang ia tempuh, dan ia tidak terbiasa makan di sembarang tempat makan, ia memilih membeli roti isi dan juga minuman disana, setelah menghabiskannya hanya hitungan menit saja, dan ia rasa sudah hilang rasa haus dan laparnya, serta staminanya terisi kembali, ia pun melanjutkan perjalanannya. Sampai dua jam kemudian ia sampai di tempat tujuan, dengan rasa yang benar benar lelah dan badan lengket.
Natasya tergolong wanita karir yang gigih dan tanpa menyerah, bertanggung jawab dan pandai melihat situasi, namun saat rentangan tangan sang mama menyambutnya, Natasya hanya bisa menangis terisak sembari berhambur memeluk sang mama, dimana saat itu hanya ada mamanya seorang di dunia, sedangkan sang papa sudah meninggal dua tahun yang lalu, dengan bodohnya saat itu Natasya memilih menunggui Rafandra dengan perasaan hancurnya dan pulang sampai rumah dengan telat saat sang papa akan di makamkan, Natasya bertemu sang papa hanya beberapa menit saja disaat terakhirnya, dan tubuh papanya sudah di berangkatkan menuju ke pemakaman.
"Mama..." Ucap Natasya dengan erangan dan isakan di pelukan mamanya.
"Kenapa puteri mama menangis sayang?" Ucap mama yang membuat Natasya makin memeluk erat tubuh mamanya.
"Natasya merindukan mama, sangat amat merindukan mama." Ucap jujur Natasya kala itu, di tambah lagi ia berhasil memutuskan perasaanya yang sudah ia jaga bertahun tahun lamanya itu.
"Sayang...ayo masuk, istirahatlah nak, maafkan mama ya sayang...mama tidak ingin kamu terlalu lama menunggu kepastian dari orang yang kamu sukai itu nak...mama..." Ucap mama yang tertahan karena Natasya sudah menyelanya.
"Mama...di dunia ini tinggal mama seorang yang Natasya miliki, begitu tidak punya hati Natasya sampai tega meninggalkan mama seorang diri, sekarang Natasya sudah keluar dari tempat kerja mah, sekarang Natasya fokus dirumah mengurus mama ya...soal jodoh...Natasya memilih untuk menurut saja pada mama, Natasya sudah menyerah pada perasaan Natasya mah...sekarang mama bisa lega." Ucap Natasya dengan senyum tulus yang tersungging dari bibirnya, senyum yang sengaja ia ciptakan di depan sang mama agar mamanya tidak khawatir ataupun bersedih dengan keputusan Natasya.
"Puteriku!" Ucap mama sembari memeluk tubuh anak gadisnya dengan pelukan hangat.
"Maaf sayang, maaf...bukan bermaksud mama melukaimu dengan perjodohan ini nak, tapi hutang mama sudah terlalu banyak sayang pada keluarga Erlangga, meski mereka membantu kita dengan suka rela, dan tanpa pamrih, tapi mama tidak ada cara lain selain memberikanmu pada mereka sayang...mama harap kamu baik baik saja nak...berjodoh dengan seorang duda yang konon sudah bercerai dua kali." Ucap dalam hati mama, kini mama semakin menjadi tangisanya melebihi Natasya, hingga membuat gadis itu tidak mengerti, namun hanya bisa memeluk hangat tubuh mamanya.