Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 9 DUDA 8

'Bugh bugh bugh'

Suara pukulan bertubi terdengar dari ruangan Satria. Dua pria yang baru saja sampai di depan pintu dengan cepat masuk dan terkejut saat melihat Satria sedang memukul seorang pria yang tak lain adalah Faro dengan bantal sofa, lalu menarik kerah bajunya sambil melotot.

"Carin masih hidup. Jangan bicara sembarangan, anjing!" kata Satria dengan suara menggeram tak terima dengan ucapan Faro.

"Woy woy woy … Ada apa ini buset?" cicit Gofar sambil berjalan cepat menghampiri mereka.

"Lepasin, Sat. Faro mati gak lucu," kata Garren merayu Satria dan meraih tangannya agar melepas cekalannya pada kerah baju Faro.

'Uhuk uhuk uhuk'

Terdengar suara batuk dari Faro yang langsung duduk di sofa sambil meregangkan dasi yang mencekik lehernya. Gofar datang membawa dua botol air mineral dan memberikan sebotol untuk Faro yang langsung diraihnya.

Garren membawa Satria duduk ke sofa dan berseberangan dengan Faro yang tersenggal akibat dicekik oleh Satria tanpa bisa melawan.

"Kamu mau bunuh Faro, Sat?" tanya Garren menatap Satria penuh selidik.

"Niatnya, tapi kalian keburu datang," sahutnya tanpa dosa dan wajah kesal.

"Sejak kapan gantiin tugas malaikat Izrail?" sindir Gofar cepat dan mendapati raut wajah Satria yang nampak ingin mencabut nyawanya.

Namun, Satria bergeming. Dia malas meladeni ocehan kedua sahabatnya yang baru datang dan tak diundang. Faro menoleh pada Garren dan Gofar bergantian, sedangkan Satria menyandarkan punggungnya ke sofa dan memejamkan mata.

"Aku yang salah karena keceplosan bilang Carin sudah mati," ucap Faro tiba-tiba dan sontak membuat Duo G melotot dengan mulut seolah ingin jatuh.

'Plak'

"Begok dipiara. Kamu ganteng-ganteng kalau bicara macam pria lambe. Pantas saja ditampol Satria. Lanjutin, deh, tampol dia, Sat!" sahut Garren tajam dan gemas pada ulah Faro.

"Sudah tak minat!" jawab Satria melirik malas.

"Memang ada kabar apa tentang Carin? Ada yang lihat mayatnya?" kata Gofar dengan tangan membenarkan posisi jam tangan yang tak tepat posisinya.

'Plak'

"Mau mati dibunuh atau minum racun?" tanya Garren memberi dua pilihan dengan mata melotot dan mengancam karena ucapan Gofar yang bisa memancing amarah Satria karena baru saja sedikit reda. Benar saja, Satria tengah menatap nyalang Gofar yang menyesali pertanyaannya barusan dengan senyum terpaksa.

"Sorry, Bro, daku keceplosan dan tak maksud begitu. Tarik nafas dulu biar tak emosi," ucap Gofar ditujukkan pada Satria yang menarik nafasdalam.

"Sumpah, Reng. Wajah Satria benar-benar mirip Grandong. Kenapa juga itu jenggot makin panjang macam jembatan Sirath, ya?" sambung Gofar lagi mulai dengan ocehan yang membuat Garren menarik nafas lelah. Sedangkan Faro hanya mengulum senyum melihat kelakuan Gofar yang seperti biasa, rusuh dan ceplas-ceplos.

"Jika sekali lagi kudengar kalian berkata hal yang tidak-tidak tentang Carin, akan kutebas burung kalian. Aku tak mau dengar kalian bicara tanpa bukti dan hanya menduga, terlebih jika Mama dengar dengan ocehan tak benar kalian, maka kupastikan burung kalian akan ditemukan di tong sampah," cerocos Satria bernada mengancam dan membuat ketiganya menelan saliva dengan susah serta tercengang.

Ketiganya saling bertukar pandang. Ancaman itu sungguh membuat bulu kuduk meremang dan sontak tangan mereka menyentuh di mana barang kesayangan mereka berada.

"Mau gak kalau salak kalian aku cabut dari pohonnya?" tanya Satria menatap ketiganya bergantian.

"Gila kamu, Sat. Benar-benar kejam kalau cabut salak kesayanganku. Mau dikasih mainan apa wanitaku kalau tak punya salak. Edan!" oceh Gofar menggelengkan kepala.

"Sejak kapan kaupunya pacar?" timpal Garren bingung.

"Aku punya si Ririn di rumah?" sahutnya bangga.

"Ririn siapa?" kata Garren lagi.

"Si Ririn yang aku beli enam bulan lalu, Reng!" jelas Gofar tanpa malu dan membuat Garren tepuk jidat.

"Setan kamu. Ririn boneka seks itu. Ketagihan main begituan? Najeeees bat jadi laki. Malu-maluin saja macam tak laku," oceh Garren yang mengerti maksud Gofar dan tengah terbahak.

"Kamu main crot dengan boneka, Kong?" tanya Faro memastikan.

"Hahaha … kalau lagi gabut!" sahutnya tanpa dosa dan terkekeh.

Tanpa ragu, Satria melempar sebuah bantal dan mendarat tepat pada wajah Gofar yang menunjukkan wajah mesumnya karena mendadak muncul akibat membayangkan Ririn. Jijik dengan raut Gofar, Satria tak tahan dan berucap kembali.

"Lebih baik kamu pergi dan temuin Ririn daripada membuatku kesal sebelum kuinjak salakmu!" kecam Satria yang sudah tak tahan ingin memaki tingkah Gofar.

Faro terkekeh melihat Gofar yang langsung menciut, sedangkan Garren ikut menoyor kepalanya karena ikut gemas akan ulah dia yang tak kenal situasi dan kondisi. Satria kembali menyandarkan punggung ke sofa dan memejamkan mata lelahnya di mana selalu terlintas wajah ketakutan Carin sebelum kabur darinya.

"Sial. Di mana kamu berada Carin!" geram Satria yang kembali duduk tegap dan menjambak rambutnya. Nampak wajah Satria yang begitu prustasi karena memikirkan keadaan Carin karena pencariannya belum membuahkan hasil.

"Apa mungkin Carin kabur hingga ke luar kota, ya?" celoteh Gofar kembali terdengar dan membuat ketiganya menatap Gofar dengan tajam.

"Eh, siapa tahukan Carin pergi ke Bali misalnya agar terhindar dari kejaran Satria. Kalau masih berada di Jakarta, jujur saja aku tak yakin!" tuturnya sedikit panjang mengeluarkan dugaan semata.

"Bisa jadi itu. Kalau aku yang kabur juga, mana mungkin kabur dan tetap ada di Jakarta. Mending yang jauh sekalian. Iyakan?" sambung Garren sepakat dengan ucapan Gofar kali ini.

Satria bergeming. Ada benarnya ucapan Gofar jika Carin kabur ke luar kota untuk menghindarinya, meskipun alasan kepergian Carin masih tak jelas. Namun, prioritas utama Satria adalah menemukan keberadaan Carin dan membawanya pulang.

"Kamu benar Gofar. Mungkin Carin sudah berada di kota lain saat ini dan semoga dugaan ini benar," timpal Faro sepakat.

Garren menganggukkan kepala tanda setuju dengan ucapan tersebut bersama tatapan tajam Satria yang mulai lembut.

"Di mana kamu bersembunyi Carin?" geram Satria dengan tulang rahang yang bergelatuk.

Mereka saling bertukar pandang dan sibuk dengan pikiran masing-masing sekedar menerka sekiranya di mana Carin berada kini yang hilang bagai ditelan bumi. Orang yang ditugaskan mencari Carin masih belum ada perkembangan, begitu juga dengan pihak polisi yang seolah lambat mencari keberadaan Carin. Satria semakin resah, terlebih Cynthia yang mulai sakit-sakitan memikirkan keadaan Carin. Entah apa sebabnya sehingga Cynthia sangat mencintai Carin yang memang dia ketahui sudah dikenal oleh ibunya sejak masih kecil.

"Aku bingung harus cari di mana lagi. Mama mulai sakit-sakitan karena memikirkan Carin. Lama-lama aku bisa gila mencari istri durhaka macam dia. Belum apa-apa sudah membuatku sulit!" gerutu Satria akhirnya karena sudah tak tahan menahan kesal dalam dada karena mencari Carin.

"Bisa banget bilang istri durhaka. Ngaku saja kalau belum sempat diwikwik, makanya kamu kesalkan?"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel