BAB 10 DUDA 9
Carin tengah memotong sayuran di dapur sambil bernyanyi pelan. Emira yang sedang menumis nampak tersenyum melihat Carin yang amat riang seolah tak ada beban. Waktu sudah menunjukkan jam 4 sore dan sebentar lagi Gaston akan pulang dari kantornya.
"Eh, kayaknya itu mobil Bapak, deh!" ucap Carin yang menghentikan nyanyian tak jelasnya.
"Siapa lagi yang datang kalau bukan juragan di rumah ini yang cepat pulang karena tak sabar ingin makan masakan kamu, Nak!" sahut Emira mengulas senyum dengan tangan yang sedang mengaduk tumisan yang hampir matang.
"Ah, Ibu. Bisa saja goda Carin!" cicitnya malu karena tahu jika Gaston sangat suka masakannya.
Emira hanya tertawa melihat rona merah di pipi Carin yang tak suka memakai make up. Dengan cepat Carin mempercepat pekerjaannya dan tak melanjutkan nyanyiannya. Sedangkan Emira menuju pintu depan untuk menyambut Gaston.
"Mana Carin, Ma?" tanya Gaston yang belum mendapati keberadaan Carin.
"Ada sedang masak," jawabnya cepat.
Keduanya melangkah masuk dengan tangan kiri Emira yang memegang tas kerja Gaston. Mereka langsung menuju dapur di mana aroma masakan sudah menggelitik hidung mancung Gaston serta membuat cacing di perutnya berteriak.
"Waduuuuu … Masak apa, sih, aromanya sedap begini?" ujar Gaston setibanya di dapur.
Carin yang sedang mengulek sambal langsung mendongak dan mendapati Gaston perlahan menghampirinya, sedangkan Emira baru datang setelah meletakkan tas kerja milik Gaston di ruang kerjanya.
"Hehehe … Carin bikin ayam geprek, Pak. Sambelnya spesial pakai cabai mercon biar nampol!" sahutnya cepat dan menghentikan gerakan tangannya mengulek sambal.
"Mantap. Ayolah kita makan. Bapak sudah tak sabar ingin cobain," kata Gaston lagi.
Carin memasukkan sambal ke piring untuk mempersiapkan segalanya, sedangkan Gaston menuju meja makan dan duduk dengan tenang. Kedua wanita di hadapannya mulai menyajikan semua masakan. Sejak kehadiran Carin, Gaston memilih langsung makan terlebih dulu dan setelahnya baru mandi. Adanya Carin tentu menjadi anugerah tersendiri baginya dan Emira yang tak memiliki anak dan hanya hidup berdua di rumah besar itu.
Mereka makan dengan nikmat. Terdengar helaan nafas karena Gaston yang merasakan pedas di mulutnya, tapi tetap melanjutkan. Sepuluh menit kemudian, datanglah seorang pria dengan celana hitam serta kemeja putih yang digulung hingga siku. Mata Carin yang melihat kedatangannya tanpa salam, tentu nampak terkejut dan bingung siapa sosok yang tak dikenali itu.
"Asiknya pas datang lagi makan-makan!" gumam pria itu kuat dan membuat semua memandang arah datangnya suara.
"Oz!" ucap Emira yang langsung bangun dari duduknya dan berpelukan disusul oleh Gaston.
"Ayo cepat duduk! Kita makan sama-sama," ucap Gaston pada pria tampan yang baru datang tersebut.
Di seberang meja, Carin nampak bingung meskipun senyum tipis terlihat di wajahnya. Begitu juga pria itu yang menatap Carin dengan kening berkerut. Melihat wajah keduanya yang kebingungan, Emira tersenyum dan berujar.
"Carin, kenalkan. Ini Ozden. Dia adalah adik dari Bapak. Usia dia 32 tahun dan masih lajang," ocehEmira memperkenalkan Ozden pada Carin.
"Dan dia Carin, Oz. Dia gadis yang Kakak tabrak saat baru pulang dari apartemenmu waktu itu," sambung Gaston menjelaskan sedikit tentang Carin.
"Oh, jadi ini yang namanya Carin. Kok kamu cantik, sih, mirip almarhum Ibu!" sahut Ozden setelah bungkam beberapa saat.
'Degg'
Entah apa yang terjadi dengan jantung Gaston yang selalu berdegup kencang ketika menyadari jika raut wajah Carin memang mirip dengan almarhum ibunya. Matanya menatap tajam pada Ozden yang juga menoleh ke arahnya yang nampak bingung.
"Ibu?" gumam Carin dengan suara pelan karena ucapan Ozden yang terasa aneh baginya.
Emira yang melihat raut wajah Gaston yang nampak mencermati ucapan Ozden tadi, akhirnya angkat suara demi mengurai keheningan yang melanda sejenak.
"Sudah … sudah. Kok jadi bahas yang tak penting, sih. Ayo cepat makan, nanti keburu dingin masakannya!" seru Emira yang membuyarkan pikiran dua pria tersebut dan akhirnya duduk dengan tenang.
Ozden memutari meja dan duduk di sebelah Carin yang bergeming. Senyum Ozden terukir manis setiap bertemu pandang dengan mata Carin yang nampak bingung dan dipenuhi tanda tanya akan kalimatnya tadi.
Ozden membalik piring di hadapannya dan dengan telaten Emira menyendok nasi dan meletakkan ke piring beserta lauk pauknya. Sedangkan Carin masih bungkam dan hanya memasang raut penasaran hingga Gaston yang melihatnya membuyarkan lamunannya.
"Carin, ayo makan! Kok malah melamun," ucap Gaston lembut dan tersenyum.
"Eh, iya. Carin lupa kalau lagi makan," jawabnya pelan.
Carin coba mengabaikan kalimat yang membuatnya penasaran tadi dan meraih sendok unyuk melanjutkan makanan yang ada di piringnya. Namun, belum sempat dia memasukkan sendok ke mukutnya, tiba-tiba ocehan Ozden mengagetkannya.
"What? Enak banget ini sambel. Beli di mana, Kak?" puji Ozden dengan mata melotot dan mukut terus mengunyah.
"Itu tidak beli tapi Carin yang membuatnya. Tuh, orangnya mesam-mesem di sebelahmu!" jawab Emira jujur dan melihat wajah Carin yang merona karena dibilang enak sambal buatannya.
"Serius kamu yang bikin?" tanya Ozden tak percaya.
"Iya, Kak."
"Ah, gila. Ini benar-benar sambal buatan Ibu. Akhirnya setelah sekian lama bisa makan masakan Ibu lagi. Mantap, Carin!" cerocos Ozdan lagi tak perduli jika raut bingung Carin terukir kembali.
Baik Gaston dan Emira yang melihat serta mendengar ocehan Ozden tak menimpali. Justru senyum Gaston terukir dan membiarkan Ozden mengoceh sesuka hati memuji masakan Carin yang baru dia rasakan.
"Pa!" panggil Emira pelan.
Gaston menoleh pada Emira yang nampak cemas. Terukir senyum Gaston dan menyentuh tangan Emira lembut, lalu berujar pelan.
"Biarkan saja. Anggap kita sedang makan bersama Ibu."
Ucapan Gaston membuat Emira tak mampu berubuat lebih. Dia pun melanjutkan makanannya yang belum disentuh sesikit pun. Sedangkan Ozdan sangat menikmati makan malamnya dengan lahap. Seketika senyum Carin terukir karena masakannya disukai semua yang ada.
Sejam kemudian, tinggallah Carin dan Emira yang masih berkutat di dapur membersihkan segalanya. Meskipun ada pembantu di rumah itu, selagi bisa Carin akan mengerjakan sendiri, termasuk menyapu dan mengepel lantai karena sudah terbiasa melakukannya di panti asuhan.
"Bu, Carin boleh tanya sesuatu tidak?" tanya Carin di sela kegiatannya menyusun piring bersih ke rak.
"Beleh. Mau tanya apa?" sahut Emira datar yang sedang duduk mengupas buah.
"Ibu yang dimaksud Kak Ozden siapa?"