BAB 7 DUDA 6
Satria sudah mendatangi kantor polisi setempat ditemani oleh Faro. Selama satu jam, Satria memberi keterangan secara rinci mengenai kaburnya Carin dari villa serta menyerahkan sebuah foto di mana dia dan Carin masih mengenakan gaun pengantin. Saat ini, Satria dan Faro sedang menuju tempat di mana dia mendengar kabar jika Carin sering datang ke taman setiap minggu untuk berjualan kue yang dia buat. Namun, tak ada sosok Carin di sana. Di panti juga tak ada tanda-tanda dia datang ke sana karena semua penghuni panti ada di villa dan menyisakan Pak Komar yang berjaga.
"Pergi ke mana gadis itu?" gerutu Satria memijat pelipisnya.
Faro menatap Satria yang kebingungan. Dia tentu mengerti apa yang tengah dirasakan Satria saat ini, meskipun dia tak kenal dengan Carin yang telah sah menjadi istrinya.
"Aku yakin, dia belum pergi jauh. Pasti dia sedang sembunyi dan sedang menertawakanmu karena pusing mencarinya," ucap Faro berujung candaan.
"Setan kamu! Bisa-bisanya berpikir begitu saat darurat begini," jawab Satria tak suka candaan Faro.
"Habis wajahmu tegang banget macam siap nembak" timpalnya lagi.
Satria tak menjawab. Pikirannya sedang mengembar entah ke mana. Otaknya mendadak buntu harus ke mana mencari Carin. Seketika matanya melotot ketika pikiran negatif mulai datang
"Apa mungkin Carin diculik?" ucap Satria menatap tajam pada Faro.
"Elah, Sat. Kamu bilang Carin kabur setelah tampol burungmu. Kenapa sekarang bilang diculik, sih? Labil banget jadi pria!" oceh Faro justru bingung sebenarnya apa yang menimpa Carin.
"Carin memang nendang salakku dan pergi. Maksudku siapa tahu Carin diculik orang saat meninggalkan villa. Apalagi Carin pergi dengan gaun pengantin dan terlihat cantik. Bagaiman kalau ada preman yang …," terang Satria dengan pikiran negatifnya yang langsung dipotong oleh Faro.
"Ah, gila kalau benar diculik. Aku gak kebayang kalau Carin diculik terus diperkosa rame-rame!" sahut Faro ikut panik.
"Anjing kamu, Faro!" maki Satria dengan suara kencangnya
"Lah, kenapa?" sahut Faro bingung karena mendapat makian dari Satria.
"Jaga mulutmu! Enak saja bilang istriku diperkosa rame-rame. Kubunuh siapa pun orang yang berani sentuh milikku, tanpa kecuali!" omel Satria melayangkan tatapan mengancam pada Faro yang menelan salivanya.
"Itu cuma pengandaian karena semua bisa terjadi, Rie," jawab Faro pelan.
Hening pun menyapa mereka berdua. Tanpa kata, mobil yang dikendarai oleh Satria bergerak meninggalkan kantor polisi dan menyusuri jalan serta berharap terlihat sosok Carin.
"Lindungi dia Tuhan. Aku tak mengenalnya, tapi dia tetaplah istriku. Jaga dia dari bahaya walauoun tanpa pengawasanku dan temukan aku dengannya segera," kata hati Satria melantunkan doa dan harapannya untuk keselamatan Carin yang entah di mana.
****
Villa yang semalam terlihat ramai serta terdengar gelak tawa, kini berubah sepi dan penuh kesedihan. Seluruh anak panti tengah berkumpul di ruang tengah bersama ibu panti yang sudah mengatakan kalau Carin telah pergi dari villa dan dinyatakan hilang. Semua yang mendengarnya sangat terkejut dan tak percaya jika Carin kabur setelah pesta usai.
"Ya Allah, pergi ke mana kamu, Nak," ucap Mamak Sri tak habis pikir dengan tindakan Carin yang begitu nekad.
"Apa Mamake pernah dengar kalau Carin keraguan saat menerima lamaran saya, Makek?" tanya Cynthia yang duduk di sebelahnya.
Makek menatap Cynthia sambil menghapus air matanya yang tak henti menetes diikuti gelengan kepala.
"Enggak, Bu. Saya berulang kali menanyakan hal itu dan jawabannya selalu sama dan Carin menerimanya. Bahkan, tak ada gurat paksaan di wajahnya," sahut Makek yakin.
"Iya, Bu. Saya juga tanya Carin tentang hal itu dan dia setuju," sambung wanita di sebelah Makek yang turut membantu di panti asuhan.
Suasana hening. Semua bingung mencari alasan akan tindakan Carin yang memilih kabur setelah pesta pernikahannya usai.
"Ini terasa janggal, Pa. Aku takut Carin diculik seseorang saat kabur dari villa. Bagaimana ini, Pa?" ucap Cynthia yang semakin dilanda panik.
Gavino menarik nafas panjang. Otaknya terus berpikir dengan wajah yang nampak tenang, berneda dengan Cynthia serta lainnya yang begitu cemas.
Di barisan belakang anak panti yang ikut menyimak, terlihat anak laki-laki berusia 17 tahun tengah berkerut kening. Lintasan kebersamaannya bersama Carin menjelang pernikahan terus mengusik pikirannya.
"Ada yang aneh," gumamnya pelan.
Emru Maliki, anak laki-laki berusia 17 tahun dan sebentar lagi akan menamatkan pendidikannya di SMA. Dia adalah satu di antara anak panti yang paling dekat dengan Carin. Bahkan, Emru tak segan membantu Carin saat menjadi kuli cuci dan mengantarkan pakaian yang sudah bersih dan disetrika ke rumah pelanggan yang menggunakan jasa Carin. Dengan Emru juga Carin sering berbagi cerita selama ini meskipun jarak usia mereka terpaut 8 tahun.
"Makek, apa boleh aku ikut bantu cari Kak Carin?" tanya Emru memecah keheningan. Semua mata memandang Emru, tak terkecuali Gavino yang menatapnya tajam.
"Apa kautahu sesuatu, Em?" tanya Makek.
"Tidak, Makek, tapi aku bisa ikut membantu mencari Kak Carin bersama teman-temanku dansemakin banyak yang mencari maka lebih baik," sahut Emru cepat.
Gavino tersenyum. Dia juga tahu tentang kedekatan Carin dengan Emru seperti kakak beradik. Mendengar ucapan Emru, anak-anak panti yang sejak tadi diam mendadak angkat suara dan ingin turut serta mencari Carin. Tanpa membuang waktu, semuanya bergegas menjalankan misi pencarian Carin membentuk beberapa group dan berharap bisa segera ditemukan.
Hari demi hari, minggu berganti minggu dan kini sudah dua bulan Carin dinyatakan hilang. Harapan menemukan keberadaan Carin dirasa tipis oleh Makek dan penghuni panti lainnya. Polisi setempat pun belum memberi kabar hingga saat ini. Hari bahagia itu menjadi hari terakhir di mana mereka terakhir kali melihat Carin yang begitu cantik dengan balutan gaun pengantin di mana fotonya menggantung di ruang tengah panti asuhan dan menjadi kenangan pahit bagi Makek yang tak putus doa jima Carin yang dia rawat sejak kecil masih hidup.
"Maafkan Makek jika pernikahan ini membuatmu tertekan, Nak. Maafkan Makek," ucap Makek lirih menghapus air mata yang selalu menetes saat melihat fofo Carin.
Emru yang sedang melintas ikut terharu dan mendekat, lalu merangkul bahu Makek yang bergetar.
"Jangan salahkan diri sendiri, Makek. Kalau Kak Carin lihat pasti marah. Jangan nangis. Emru yakin kalau Kak Carin baik-baik saja dan akan kembali pada kita satu hari nanti," ucap Emru menghibur hati Mamak Sri yang sedang kalut. Keduanya larut dalam pikirannya masing-masing menatap dalam foto Carin yang terlihat cantik.