BAB 4 DUDA 4
Malam hujan telah berganti pagi. Seorang pria tengah terlentang di sofa panjang dengan kaki menggantung karena panjang sofa tak mencukupi panjang tubuhnya. Matanya terbuka dan mengedip lambat menatap langit-langit ruangan tersebut. Tak berapa lama terdengar suara langkah kaki dan terkejut dengan apa yang dia lihat.
"Loh, kamu sudah bangun?" tanya Cynthia yang masih mengenakan piyama panjang.
"Satria belum tidur dan tak bisa tidur. Matanya melotot terus macam ada tusuk gigi menancap," jawabnya pelan.
"Mama pikir kamu kembali ke villa dan malah tidur di sini!" oceh Cynthia yang duduk di sofa.
"Malas sendirian di sana, Ma," sahutnya pelan. Cynthia menghela nafas dan bangun dari duduknya memandang Satria yang kembali menatap langit-langit.
"Mending masuk kamar sana dan istirahat, atau mau Mama buatkan kopi?" tawar Cynthia padanya.
"Kopi saja, Ma."
Cynthia beranjak menuju dapur membuat tiga cangkir kopi. Tak butuh waktu lama, aroma kopi menyeruak ke ruangan di mana Satria sudah duduk berdua dengan Gavino bersama tv yang menyala. Diletakkannya kopi ke meja dan langsung diraih Satria. Gavino menatap wajah Satria yang terlihat kurang tidur dilihat dari matanya yang sedikit merah.
"Sebaiknya kamu tidur dulu, setelah itu baru mencari Carin. Papa sudah suruh orang untuk mencarinya dan yang pasti, Carin tak ada di panti asuhan," terang Gavino dengan suara dan raut wajah seriusnya.
Cynthia yang baru akan duduk, tiba-tiba tak jadi dan melotot menatap Gavino yang justru terlihat santai sambil meraih cangkir kopi, lalu meneguknya pelan.
"Papa yakin?" tanya Cynthia panik.
"Iya. Tak ada jejak Carin datang ke panti," lanjut Gavino setelah meneguk kopinya.
"Ya Allah, Pa. Carin pergi ke mana?" ucap Cynthia yang baru mendengar kabar itu.
"Papa sudah tahu sejak semalam dan sengaja tak mengatakannya pada Mama. Semoga Carin baik-baik saja karena dia gadis yang kuat," ujar Gavino menenangkan hati Cynthia, meskipun hatinya jak tenang sejak semalam dan tak bisa tidur karena menunggu kabar dari orang suruhan yang sudah dia sebar untuk mencari Carin.
"Satria akan mencarinya!" kata Satria yang langsung bangun dari duduknya.
Gavino dan Cynthia menatap tajam pada Satria. Bisa dilihat dengan jelas jika sudut mata Cynthia mulai berkabut karena cemas akan keberadaan Carin yang entah ada di mana.
"Mama ikut!" seru Cynthia yakin.
"Tidurlah sebentar sebelum kau mencari Carin. Tak lucu jika kamu justru sakit karena kurang tidur akibat ditinggal kabur saat malam pertama oleh pengantinmu," beber Gavino menyurutkan sedikit semangat Satria untuk mencari Carin. Satria terdiam dan duduk kembali akan ucapan Gavino yang ada benarnya.
"Kita diam bukan tak mencari. Papa juga sangat cemas dengannya dan khawatir jika terjadi sesuatu. Namun, kita harus berpikir positif kalau Carin baik-baik saja. Dan kamu, Nak, cepat tidur dan setelah itu, bersihkan wajahmu sebelum kau mencari Carin atau dia akan kabur lagi karena sadar telah dinikahi seorang Genderuwo!" tutur Gavino pajang lebar dan menusuk tajam ke hati Satria yang sedang bimbang juga kian galau.
"Baik, Pa!" jawab Satria tegas.
Cynthia bergeming dan justru sibuk dengan air mata yang mulai menetes karena memikirkan Carin entah di mana. Melihat ibunya menangis, hati Satria semakin terenyuh dan membulatkan tekad untuk menemukan Carin. Dia tak mengenal Carin, tapi status suami yang telah dia sandang harus dia pertanggungjawabkan.
****
Di lain tempat, seorang pria sedang sibuk menerima panggilan telephone dengan wajah seriusnya. Kabar yang dia dengar membuat dia melotot karena tak percaya. Tak berapa lama, sambungan tersebut terputus bersama seorang pria yang menghampirinya sambil bersiul.
"Eh, kutil. Senang banget kamu pagi-pagi sudah bersiul kayak burung dapat jatah malam jumat!" seru pria dengan celana kolor tanpa baju yang baru saja menerima panggilan telephone.
"Aku memang kutil burung, Gareng!" sahutnya acuh dan duduk di sofa dengan kaki terulur ke atas meja sambil terus bersiul.
"Namaku Garren, bukan Gareng, anjay!" tolak Garren yang selalu diplesetkan namanya oleh Gofar.
"Bodo. Mulut-mulutku, jadi suka-suka!" sahut Gofar lagi sambil cekikikan.
"Sialan kamu, Gokong!" balas Garren kesal sambil melempar sebuah bantal tepat ke wajah Gofar.
Mereka adalah Duo G, beranggotakan Garren Firmin dan Gofar Emran. Mereka adalah sahabat Satria dan kenal sejak masih dalam kandungan. Bahkan ketika lahir mereka bersamaan serta bersebelahan ruang rawat. Parahnya, ruang bayi sengaja diisi oleh mereka bertiga saja dan hal tersebut mudah dilakukan karena pemiliknya adalah keluarga Fernandez di mana orang tua ketiga bayi itu merupakan sahabat, terutama Garren dan Gofar yang masih sepupu.
"Eh, ada kabar panas yang baru kuterima," ucap Garren serius dan menghentikan siulan Gofar.
Gofar menurunkan kedua kaki panjangnya dari meja. Dia langsung memasang raut menyimak dan siap mendengar berita yang akan dibeberkan oleh Garren.
"Asik, pagi-pagi sudah dapat berita panas. Bacot, deh, cepat!" timpal Gofar tak sabar kalau urusan gosip.
"Carin …,"
"Anjay. Carin pasti gak bisa jalan, ya, habis digempur Satria? Hahaha … aku sudah bilangkan. Dingin-dingin begitu, Satria berjenggot itu ahli tendang pinalti. Aku gak bisa bayangkan apa yang terjadi dengan gawang Carin harus terima tendangan pinalti sampai pagi. Hadeuuuuu … si bangsat menang banyak!" cerocos Gofar menebak sesuka hati dan menurut versinya tanpa mendengar secara lengkap apa yang ingin Garren sampaikan.
Terlihat Garren menghela nafas. Dia sudah tahu kalau Gofar punya kebiasaan memotong ucapannya jika membahas gosip macam cenayang. Meskipun sering meleset, tapi tak jarang juga yang tepat sasaran.
"Aduh, semvak gue mendadak ketat. Latah pengin pinalti!" sambung Gofar sambil duduk tak nyaman.
"Bisa gak dengar aku bicara sampai kelar? Bisa gak duduk yang tenang, anying?" oceh Garren gemas ingin melempar Gofar dari balkon.
"Bentar, Reng. Semvak gue nyelip soalnya lagi pakai model G-string dan ujungnya berkantung!" sahutnya tak ada urat malu dan membuat Garren tepok jidat.
"Geli, sompret!" maki Garren yang bergidig dengan kelakuan abnormal Gofar yang suka bertingkah konyol.
"Hahaha … ya sudah, ayo kelarin ceritanya!" sahut Gofar sudah sedikit lebih tenang.
"Terawanganmu kali ini meleset, Gokong!" kata Garren menatap Gofar yang nampak berkerut kening.
"Maksudnya?" jawab dia bingung.
"Carin bukan gak bisa jalan, tapi jago tendang!" lanjut Garren. Kerut di kening Gofar semakin banyak. Otak semvaknya mendadak lemot untuk mencerna dan menebak maksud Garren kali ini.
"Ah, elah. Kalau bicara jangan setengah-setengah. Nancep setengah saja tak enak. Cepat tancap semuanya!" jawab Gofar dengan kata-kata yang memancing pikiran negatif bagi orang berpikiran sempit, tapi tidak dengan Garren yang sudah paham maksudnya.
"Carin kabur!" ucap Garren cepat.
"WHATTT?" kaget Gofar dengan mata melotot. "Kabur gimana maksudnya? Kabur kutangnya atau semvaknya, Gareng?"