Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6 Tertukar

Dengan cepat, Siti membalasnya dengan anggukan berulangkali di mana dia sadar betul jika orang lain yang melihatnya saat menguping pasti akan berakhir dengan pemecatan. Apalagi dia juga sadar kalau yang didengar barusan merupakan kabar tidak enak. Dirasa tak ada keperluan lagi akhirnya Wati pun meninggalkan Siti, sedangkan Imam masih berada di sana dan menatap ke arahnya penuh saksama. Hal tersebut disadari oleh Siti yang masih memasang wajah menyesal disusul suara Imam akhirnya terdengar.

"Siti ... Siti ... sudah kukatakan kalau jangan ikut campur urusan majikan, tapi masih saja bandel. Pak Yosef paling tak suka kalau ada orang yang ikut campur atau menyebar urusan keluarganya. Cari perkara terus kau ini dan untung Mbak Wati yang melihatmu. Kalau orang lain, pasti tamat riwayatmu karena sudah tahu masalah keluarga ini!" ucap Imam dengan kalimat panjang lebar dan justru membuat mata Siti melotot seraya menimpali.

"Jadi kau juga tahu masalah yang terjadi saat ini, Mam? Kaget sekali aku saat mendengarnya. Batal semua karena calon mantu ternyata man—"

"Cukup, Siti! Tutup mulutmu atau kusumbat dengan keset dapur kalau kau terus mengoceh!" Dengan gerakan cepat, Imam membekap mulut Situ yang terus mengoceh di mana mata menatap sekitar dan berharap tak ada yang dengar. Rasa kesal dirasakan Imam dan segera melepas bekapan.

"Cepat buatkan kopi dan antarkan ke pos depan! Sekali lagi kuingatkan untuk diam atau kami akan menontonmu dipecat tanpa ada pembelaan!"

Siti bungkam dan sedikit tegang karena luput mengontrol mulutnya yang sempat mengoceh barusan. Bahkan, dia memukul mulut lemes miliknya dan bergegas mematuhi apa yang Imam minta. Dalam diam, Siti berjanji akan memperbaiki semua agar tak dipecat dan mematuhi apa yang dikatakan oleh Wati juga Imam demi kebaikannya sendiri.

Sedangkan di kamar akhirnya Yosef sedikit lebih tenang setelah meluapkan emosi dan menceritakan apa yang telah dia perbuat di rumah Reynold. Bahkan, tangan kanan Maria mengelus punggung Yosef sekadar coba menenangkan dirinya yang terbakar emosi akibat kekecewaan yang dia rasakan. Keduanya duduk berdampingan di pinggir ranjang bersama pikiran kacau setelah mengetahui bahwa calon menantu dinyatakan mandul oleh dokter. Kebenaran tersebut membuat Yosef dan Maria terkejut sekaligus terpukul karena tak menyangka pria sehat seperti Frans tak bisa memberikan keturunan. Rasa kecewa tak bisa disembunyikan oleh mereka dan justru merasa tertipu karena kebenaran tersebut sempat ditutup rapat antara Frans dan Paola. Sayangnya rencana itu terbongkar juga seminggu menjelang pernikahan digelar. Hal tersebut menjadi alasan kemurkaan Yosef karena merasa ditipu mentah-mentah oleh Frans yang diketahui sengaja menutupi kebenaran itu dan memaksa Paola menerima dirinya yang dianggap cacat. Sebagai orang tua Yosef tak terima kalau anaknya diperlakukan seperti itu.

"Lantas, apa yang harus kita lakukan sekarang, Pa?" Suara Maria terdengar pelan dan menatap saksama pada Yosef yang masih mengatur nafas karena masih memburu setelah meluapkan emosi.

"Tentu saja menanggung malu karena pernikahan batal digelar!" sahut Yosef ketus dan menoleh pada Maria yang ada di sebelah kiri. Keputusan itu pasti diambil dan tak mungkin melanjutkan pernikahan karena keturunan yang diinginkan hanya mimpi belaka jika memiliki menantu seperti Frans. Adapun rasa malu tak bisa dielak lagi dan harus menjelaskan pada sajak keluarga alasan dari pembatalan tersebut.

"Apa salah kita harus menanggung malu begini, Pa? Undangan sudah disebar dan justru acara batal. Pasti jadi bahan gunjingan!" cicit Maria yang sudah membayangkan kalau akan mendapat cemooh dari lingkungannya.

Apa yang dikatakan oleh Maria tentu dibenarkan oleh Yosef saat ini karena sudah memikirkan dampak selanjutnya. Terlihat dua tangan mengepal akibat tersulut emosi jika mengingat apa yang sudah diperbuat oleh Frans. Tentu saja apa yang menimpa saat ini dianggap kesalahan Frans dan membuat Yosef sangat membencinya.

"Semua gara-gara Frans. Kalau dia tak menutupi kebenaran itu, semua tak akan terjadi. Undangan tak mungkin kita sebar dan tak perlu menanggung malu. Mau diapakan muka Papa kalau begini, Ma? Benar-benar sial!" Itulah keluhan yang keluar dari mulut Yosef di mana dia memijit pelipisnya saat ini karena mendadak sakit kepala. Melihatnya seperti itu rasa cemas dirasakan oleh Maria karena emosi yang meledak bisa membahayakan kesehatan Yosef. Dengan cepat dia semakin mendekatkan diri padanya seraya berujar.

"Ya sudah, sekarang Papa istirahat dulu. Tenangkan diri dan Mama ke bawa dulu buatkan teh!" ucap Maria dengan suara selembut mungkin dan coba menenangkan Yosef.

Penuh kesabaran dia membantu Yosef untuk berbaring di tempat tidur dan tak lupa menyelimutinya sebatas pinggang. Setelah itu dia memutuskan untuk keluar kamar untuk membuatkan segelas teh. Namun, dia terkejut ketika pintu dibuka dan menemukan seseorang berdiri.

"Apa yang kau lakukan disini?"

Sosok wanita yang berdiri di depan pintu nyatanya tak menunjukkan raut terkejut setelah Maria muncul tiba-tiba dan menanyakan sesuatu padanya. Adapun wanita itu adalah Wati yang sengaja berdiri di depan pintu di mana sebelumnya ada Siti yang sedang menguping. Wati terlihat begitu tenang, meskipun menemukan tatapan tak suka dari Maria karena penasaran sekiranya apa yang dilakukan di depan pintu kamarnya. Apalagi Maria sadar betul kalau baru saja dia membicarakan hal serius mengenai keluarganya dan tak menyangkal sebuah aib besar yang membuat mereka terluka.

"Maaf kalau saya sudah lancang, Bu. Saya sengaja berdiri di sini karena sebelumnya menemukan Siti sedang menguping apa yang Bapak dan Ibu bicarakan di dalam." Pengakuan diberikan oleh Wati dan seketika membuat mata Maria membulat sempurna seolah ingin copot. Bahkan, dia sempat melangkahkan kaki untuk melihat ke lantai satu yang mengarah ke dapur karena saat ini pasti Siti berada di sana. Maria ingat betul kalau sudah menutup pintu, tapi seketika terhenyak karena ada kemungkinan lain sekiranya Yosef tak rapat saat masuk tadi bersama emosi yang sudah ditumpahkan sebelumnya.

"Apa kau serius, Wati?" Balasan yang keluar dari mulut Maria seolah memastikan bahwa yang diutarakan olehnya sebuah kebenaran.

"Benar, Bu. Makanya saya segera membawa Siti ke dapur dan mengancamnya akan dipecat jika melakukan hal serupa. Sepertinya dia sudah mendengar apa yang Ibu bicarakan bersama Bapak tadi." Penjelasan itu didengar penuh saksama oleh Maria yang mendadak kesal karena seharusnya pembicaraan tersebut tak didengar siapapun kecuali yang dikehendaki. Adapun Maria tentu tahu betul dengan sifat Siti yang kerap ingin tahu urusan orang lain termasuk perkara majikan sendiri.

"Ya Tuhan, bisa-bisanya dia sempat menguping pembicaraan kami. Pasti Bapak tak rapat saat menutup pintu!" ucap Maria merasa kesal juga dengan perbuatan Siti, tapi disusul menghela nafas kasar serta menyambung kalimat sebelumnya. Bahkan, raut wajah Maria mendadak lesu ketika mengingat apa yang sedang dialami oleh keluarganya dan hal tersebut membuat Wati merasa penasaran.

"Ada apa, Bu? Kenapa mendadak sedih?" tanya Wati sekadar memberanikan diri di mana biasanya Maria tak segan untuk membagi cerita, meskipun selama ini cenderung membahas hal yang menyenangkan. Perlahan Maria mengangkat kepala dan menatap pada Wati yang terlihat penasaran juga bingung.

"Jadi kau belum tahu apa yang kami bicarakan di dalam tadi?" Hanya gelengan yang diberikan oleh Wati. Gerakan kepala tersebut sudah membuat Maria paham kalau Wati tak mendengar apa yang mereka bicarakan beberapa saat lalu. Perlahan Maria justru menatap ke arah pintu yang telah ditutup di mana suara Yosef tak terdengar lagi pertanda sudah tidur.

"Pernikahan Paola terpaksa kami batalkan, Wati."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel