Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7 Terungkap

Sontak dua mata Wati yang semula begitu tenang mendadak melotot seolah ingin copot mendengar kalimat singkat yang diutarakan oleh Maria dengan wajah lesu. Sejenak dia mencerna apa yang didengar barusan dan membandingkan ocehan Siti saat berada di dapur. Namun, sepotong cerita Siti beberapa saat lalu tentu tak membuatnya percaya begitu saja dan kini merasa terkejut setelah mendengar Maria menyebut tentang pernikahan Paola.

"Kenapa dibatalkan, Bu? Bukannya sudah seminggu lagi acara digelar? Undangannya pun sudah disebar semua!" sahut Wati yang merasa aneh dan butuh penjelasan lebih detail. Apalagi Wati terlibat dalam mempersiapkan pernikahan Paola dan Frans serta membantu untuk mengatur orang menyebar undangan. Pertanyaan itu tak segera dijawab oleh Maria karena justru menarik nafas dalam berulangkali dan terlihat dadanya begitu sesak.

"Sebenarnya ini aib, Wati. Aib yang sangat menyakitkan dan melukai kami." Wati kian berkerut kening karena Maria membawa kata aib, sedangkan keluarganya amat terpandang dan sejauh ini tak ada masalah dengan siapapun. Jadi, aneh rasanya bagi Wati akan ucapan Maria di mana tampak jelas dua tangannya mengepal kuat seakan menahan emosi.

"Aib apa, Bu? Semua berjalan lancar, kok. Sudah beres dan tinggal menunggu hari pernikahan saja. Iyakan?" terang Wati karena persiapan hari bahagia sudah beres sejuah ini tanpa kendala berarti. Namun, wajah Maria justru berubah sangar dan membuatnya bingung disusul suara berat keluar dari mulut Maria serta mendesis.

"Tidak, Wati. Pernikahan Paola batal digelar dan semua gara-gara Frans!" kata Maria dengan wajah kesal dan sorot mata tajam. Wati semakin bingung dengan ujaran barusan, sedangkan yang dia ketahui kalau Maria dan Yosef sangat suka pada Frans karena dikenal baik dan berasal dari keluarga kaya serta pengusaha handal.

"Ibu bicara apa, sih!? Kenapa bicara seperti ini? Sebenarnya ada apa dan apa yang terjadi juga tak saya ketahui?" timpal Wati dengan banyak pertanyaan serta wajah bingung. Namun, Maria tak langsung menjawab dan menatap saksama wajah Wati.

"Ikut aku!"

Maka, Maria segera melangkahkan kaki untuk menuju sebuah ruang santai yang berada di lantai dua. Adapun Wati masih terpaku karena rasa terkejut dengan apa yang dia dengar barusan. Seketika dia sadar karena Maria sudah tak ada di hadapannya dan segera menyusul dengan langkah cepat. Nyatanya kepergian mereka barusan dari depan pintu di mana Yosef sedang tidur di dalamnya disaksikan oleh Situ yang baru saja melintas sambil membawa sesuatu di tangan kanan dan berhenti hingga sosok Wati tak terlihat lagi. Rasa penasaran seketika muncul di hati Siti dan ingin mencari tahu apa yang terjadi. Namun, dia sadar betul dengan ancaman yang diberikan oleh Wati beberapa saat lalu dan menatap sebuah nampan berisi sesuatu yang harus diantar ke pos depan di mana Imam telah menanti. Gejolak ingin menguping lagi dirasakan oleh Siti dan terpaksa melanjutkan kembali langkahnya membawa hati yang sedikit jengkel karena keinginannya tak bisa dipenuhi.

"Aku yakin kalau mereka sedang membicarakan apa yang kudengar tadi. Sayang sekali aku tak bisa mendengarnya secara lengkap dan kini membuatku sangat penasaran. Wanita itu benar-benar menyebalkan dan selalu saja ikut campur acaraku menguping!"

Dalam waktu singkat Wati akhirnya tiba di ruangan dan menemukan Maria telah duduk lebih dulu di sofa. Dengan cepat diambil posisi dan tentunya memilih berhadapan langsung di mana Maria duduk bersilang kaki. Tak ada yang berbicara dan Wati menanti apa yang akan diutarakan oleh Maria mengenai perkara aib yang menimpah keluarga. Dia menemukan wajah Maria dalam keadaan tak baik-baik saja pertanda memang ada hal serius yang menjadi bebannya seraya berujar lebih dulu.

"Sebenarnya ada apa, Bu? Saya mendadak jadi cemas melihat Ibu yang seperti ini. Ibu bisa ceritakan pada saya sekiranya hal tersebut akan mengurangi beban di hati." Suara terdengar lembut dari mulut Wati serta tak ada paksaan untuk berterus terang. Maria mengalihkan pandangan pada Wati dan selama ini menjadi orang kepercayaannya. Terlebih dahulu Maria menarik nafas dalam dan menghembuskan perlahan sebelum akhirnya dia mengatakan apa yang terjadi dan memang harus dibagi pada Wati.

"Kami baru tahu kalau ternyata Frans dinyatakan mandul."

Betapa terkejutnya Wati setelah mendengar kalimat singkat barusan. Matanya seolah lupa berkedip dengan mulut menganga. Reaksinya tersebut sudah diduga oleh Maria karena pasti terkejut seperti dirinya.

"A—apa? Den Frans mandul?" Hanya anggukan lemah dilakukan Maria dengan wajah amat lesu seolah hatinya sangat terpukul.

"Kata siapa, Bu? Siapa yang bilang? Pasti mengarang cerita, deh!" Sangkalan dilakukan Wati yang tak percaya sama sekali kabar barusan seraya menggeleng. Selama ini Wati cukup baik mengenal Frans dan kerap berbincang. Apalagi Wati beberapa kali pernah dibantu oleh Frans yang dikenal baik hati dan amat mencintai Paola. Selain itu, Wati juga yakin kalau Frans adalah laki-laki sehat dan tak suka yang aneh-aneh. Maria sangat maklum akan reaksi Wati yang terkejut sekaligus tak percaya, tapi apalah daya kalau bukti mereka miliki dan tak bisa disangkal.

"Tentu saja pemeriksaan di rumah sakit. Fatalnya dia memaksa Paola sembunyikan kebenaran itu dan kami sangat kecewa. Kami tak sudi punya menantu yang tak bisa memberikan keturunan. Buat apa coba?" beber Maria dengan wajah serius dan sorot mata tajam. Semua penjelasan didengar saksama dan membuat rasa tak percaya kian melekat di hati Wati hingga tak ragu menimpali lagi dengan pertanyaan polosnya.

"Memang bisa ketahuan, ya, Bu, sekiranya laki-laki mandul atau tidak?"

"Tentu saja bisa! Bahkan, aku dan Bapak juga lakukan hal itu saat memutuskan menikah. Penting itu, Wati!"

"Caranya?"

"Melakukan pemeriksaan di rumah sakit dan dikerjakan oleh dokter yang paham di bidangnya. Bahkan, kami punya bukti pemeriksaan dari dua rumah sakit dengan hasil yang sama, tapi bisa-bisanya disembunyikan. Penipu namanya kalau begitu si Frans!" oceh Maria terpancing emosi jika mengingat ulah Frans yang dianggap pendusta.

Seketika Wati bungkam bersama pikiran yang mendadak kacau dan merasa tak percaya. Dalam hati dia tetap tak percaya dengan kabar itu, meskipun Maria mengatakan telah memiliki bukti yang tak bisa dibantah. Di saat keduanya bungkam untuk beberapa saat, tiba-tiba Wati berujar aneh.

"Bagaimana kalau hasil tes itu tertukar, Bu?"

Maria tertegun saat Wati menyatakan dugaan semacam itu dan berkaitan tentang hasil medical check up yang dilakukan Frans. Sejenak dia terpengaruh ucapan Wati dan tampak berpikir di mana Maria mendadak bungkam. Malahan kening klimisnya yang terawat itu kini harus berkerut seakan berpikir keras jika saja hal itu bisa terjadi. Diamnya Maria berlangsung sesaat karena dia segera sadar akan lamunan sendiri dan menatap serius pada Wati yang masih menunggu komentarnya.

"Kemungkinan itu sangat kecil, Wati. Lagipula mana mungkin tertukar sedangkan informasi yang kudapat kalau Frans melakukan pemeriksaan ulang di dua rumah sakit dan hasilnya tetap sama. Jadi tak mungkin kalau hasilnya tertukar!" beber Maria yang bisa mematahkan dugaan Wati barusan mengenai hasil pemeriksaan Frans dan divonis mandul.

Apa yang diutarakan Maria tentu masuk akal dan terasa kecil kemungkinan tersebut. Alhasil, Wati menarik nafas dalam dan menghembuskan nafas panjang seakan ada beban yang dirasakan mengenai kabar itu. Adapun Maria menatap reaksi Wati barusan dan tak sungkan berkomentar lagi.

"Ada apa? Kenapa kau tampak terbebani dengan penipuan yang dilakukan Frans?" tanya Maria yang ingin tahu kenapa Wati tampak murung akan fakta tersebut. Sebagai orang yang menyampaikan kabar itu, Maria tentu merasa aneh dengan reaksi Wati di mana tampak jelas dia sulit percaya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel