BAB 8
Jantung Luna berdebar kencang. Ia tahu apa yang akan Aleksei katakan. Rekaman cctv rumahnya telah diserang secara digital. Itu artinya, sosok itu bukan orang sembarangan. Semua ini pasti sudah terencana.
"Aku akan perlihatkan wujud Mexzo padamu. Sebentar," ujar Aleksei mengeluarkan tablet dari ranselnya.
"Aku tak pernah melihatnya. Dia tak pernah membeli senjata padaku," ujar Luna ketika memindai wajah sosok yang tampak di layar.
"Karena peperangannya adalah otak bukan senjata," timpal Aleksei.
Luna memilin jemari bersamaan dengan dingin yang menjalar di seluruh tubuhnya. Bukan karena takut dirinya yang akan kembali bertarung dengan sosok yang misterius itu. Sungguh bukan. Tapi nasib anaknya? Bagaimana anaknya yang masih berusia 3 tahun itu di tangan seorang monster? Monter yang bisa melumpuhkan seekor king kobra dan membuat suaminya tak sadarkan diri.
"Itu artinya, yang menyerang rumah ini dari dunia sana, Aleksei?"
"Ya Angel. Sebab Mexzo bukan hacker sembarangan. Dia pasti bekerja untuk orang yang sangat kaya raya atau bisa jadi atas suruhan seseorang yang menguasainya."
"Kau yakin itu dia?" tanya Luna.
Aleksei mengangguk dan mengangkat telunjuknya ke arah layar yang gelap itu. Ia melihat jam di tangannya. Luna tak berkedip.
"5 ... 4 ... 3 ... 2 ... 1."
Wuuusssh!!!
Muncul dari layar yang semula gelap itu huruf M berwarna merah. Di bawah huruf itu ada banyak bercak merah bulat-bulat berurai seolah seperti darah. Aleksei menegak salivanya.
"Dialah Mexzo. Jarang ada yang tahu ini, Angel. Biasanya hacker yang belum berpengalaman, akan mengira sampai layar hitam tadi. Tanda ini akan muncul jika kau mengeceknya seperti yang kulakukan tadi. Tapi tak lama. Lihat ini!"
Blusssssh!!!
Huruf itu hilang menyisakan layar yang gelap. Aleksei menyalakan laptop itu dan semua tampak normal lagi.
"Jika penyerangan ini berhubungan dengan Mexzo, itu artinya kita akan kembali berperang Angel. Aku yakin bukan dia yang menculik Farid tapi dia sedang menutupi segala kejahatan tuannya. Entah siapa. Sekarang aku sudah menemukan jawaban, mengapa cctv kota sempat rusak serentak. Hanya Mexzo yang bisa melakukannya dengan mudah. Sekarang aku semakin yakin, di sini telah telah hadir seorang monster," papar Aleksei setengah berbisik.
"Bagaimana bisa Aleksei?! Aku telah selesai di sana. Lagi pula aku sudah tak memiliki musuh. Ya ... kamu tahu sendiri kisahnya. Seperti sebah buku, semua sudah tamat," ujar Luna dengan tatapan serius. Matanya membulat besar dengan debaran jantung semakin tak menentu.
Aleksei memencet beberapa tombol lalu menutup layar laptop itu.
"Kamu mengira kisahmu sudah tamat. Aku juga seperti itu. Tapi Penulis sekenario hidup masih menginginkan perangmu berlangsung!" seru Aleksei yang membuat Luna terdiam, seperti berpikir keras.
"Lalu siapa yang ingin kisahku terus berlanjut Aleksei? Siapa yang menyuruhnya?! Aku lelah. Sungguh aku lelah. Kali ini di luar kemampuanku. Aku masih bisa menahan panasnya api membakar tubuhku tapi aku tsk bisa menahan rasa kehilangan anakku. Aku sangat kesakitan sekarang Aleksei," lirih Luna mengusap air matanya.
Melihat air mata Luna yang berderai-derai, Aleksei makin tak karuan. Ingin rasanya ia mengusap air mata itu namun ia tak mungkin menyentuh kulit wanita itu.
"Tenanglah Angel. Kita akan segera menemukan Farid. Aku takkan pernah meninggalkanmu. Tapi kumohon, hapus air matamu. Hanya itu permintaanku," ujar Aleksei dengan wajah begitu serius.
Luna langsung mengusap kelopak matanya. Meski ia masih terisak, wanita itu berusaha keras untuk tidak melanjutkan tangisannya.
"Aku sudah mengirimi dia sinyal dari virus yang dia kirim. Semoga dia sadari dan mau membalasku," lanjut Aleksei
"Dan kau pasti tahu apa yang sedang aku pikirkan. Aku tak mungkin menunggu!"
"Tapi kita sedang menghadapi hacker! Keberadaan mereka tak bisa dilacak dengan mudah! Hanya Mexzo yang bisa memberikan petunjuk siapa yang menculik Farid!"
Luna melangkahkan kakinya ke arah wastafel. Ia memutar keran dengan perlahan. Air cukup deras terpancar dan Luna hanya melihatnya kosong. Perlahan tangan lentiknya menjulur, membiarkan pancuran air itu jatuh melewati kulitnya.
"Sama seperti air ini, menelisik ke setiap lubang, mengalir tanpa batas. Aku akan menembus duniamu itu bagaimana pun caranya. Akan kutemukan anakku Aleksei. Aku sudah melewati maut berkali-kali dan tidak peduli meskipun aku harus mati dalam pencarian ini!"
"Angel! Bersabarlah! Aku yakin Mexzo akan membalas sinyal dariku. Aku mohon, jangan kau gegabah! Jika kau nekad, kita hanya akan menghadapi bahaya tanpa ada hasil yang pasti. Bekerjalah dengan otakmu! Jangan kedepankan perasaanmu Angel!"
"Aku tak mampu Aleksei! Aku hampir mati karena menahan perasaanku. Sakit sekali di hatiku ini, memikirkan kondisi anakku. Bagaimana dia sekarang? Rasanya aku ingin masuk ke dalam lubang untuk membuat diriku hilang dari bumi."
"Cukup Angel! Jangan lanjutkan ucapanmu. Kamu harus kuat. Farid butuh ibunya untuk menyelamatkannya. Bersabarlah. Kita pasti berhasil," ucap Aleksei mendekati Luna.
Suara air yang memenuhi wastafel itu menjadi musik pengiring perdebatan kedua insan itu. Luna menadah air itu dengan kedua tangannya. Perlahan ia mengguyurkan air yang sudah tertampung ke kepalanya. Meresap air itu di kain penutup tubuh Luna, namun tak sampai memberikan rasa sejuk di hatinya. Meski hanya secuil.
"Kamu tahu Aleksei!? Tak akan ada seorang pun yang bisa menghalangi seorang ibu untuk menyelamatkan anaknya. Tak ada. Meskipun seorang yang kau sebut monster sekalipun! Sekarang aku akan pergi mencari orang yang kau sebutkan! Akan kutelusuri setiap sisi kerajaan bawah tanah itu! Jangan kira aku tak mengenal tempat perjudian, tempat penyewaan wanita malam juga pesta narkoba. Jangan lupakan siapa aku di masa lalu, Aleksei. Aku akan ke sana dengan atau tanpamu!"
"Kali ini dengarkan aku, Angel! Tunggulah Mexzo membalas sinyalku, atau setidaknya dia membuka kode virusnya. Aku pasti bisa langsung melacak keberadaannya. Kita pasti akan menemukannya dengan cepat, Angel! Percayalah padaku! Hacker hanya bisa ditemukan oleh hacker!"
Aleksei semakin dekat dan memegang bahu Luna, mengguncangnya dengan keras. Perih rasa hati Aleksei melihat wanita yang dicintainya itu terlihat tak memiliki jiwa. Tampak basah seluruh tubuh Luna.
"Angel! Kamu bisa sakit! Berhenti melakukan itu! Ganti pakaianmu cepat!" seru Aleksei.
"Anakku, Faridku di mana Aleksei? Di mana? Apa sekarang dia sudah minum susunya? Apa sekarang dia sedang tidur? Setidaknya, apakah dia masih hidup?!!!"
Wanita itu membuka cadarnya agar bisa ia bernafas. Serasa udara ia hirup begitu sulit.
"Aku tak bisa hidup tanpa anakku, Aleksei! Beritahu aku, bagaimana caraku bernafas tanpa kehadiran Farid di pelukanku! Dimana anakku? Dimana dia!?"
Luna memegang dadanya yang terasa seperti diremas-remas.
"Angel! Bertahanlah! Percaya padaku, kita pasti akan menemukan anakmu!"
"Bawa Farid untukku, Aleksei. Aku bisa mati perlahan tanpa dia. Bawa anakku kembali padaku, Aleksei," bisik Luna terkulai sayu.
Kedua bola mata Luna mengatup. Lemah tubuhnya. Luna sudah tak mampu bertahan. Ia pingsan.