Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 9

"Angel! Angel!" pekik Aleksei menangkap Luna.

Gemetar tangan Aleksei menopang tubuh wanita itu. Keringat justru muncul di dahinya. Jantungnya berdegum begitu sangat kencang. Ia bingung harus bagaimana.

"Angel! Bangun Angel! Aku tak mungkin memapahmu! Aku akan gila jika melakukannya!"

Aleksei memercikkan air di wajah Luna namun nihil. Tampak bibir wanita itu pucat. Ragu, Aleksei perlahan menjulurkan tangannya di dahi Luna. Lalu dengan cepat, lelaki itu menarik tangannya. Hangat.

"Aaah sial! Wanita ini menyebalkan sekali. Bahkan setelah menyentuh kulitnya, aku merasa melakukan dosa besar. Sekarang aku harus bagaimana? Aku papah ke dalam kamarnya? Kalau Angel tahu, dia pasti akan membunuhku seketika," lanjut Aleksei menggerutu.

"Angel! Hey sadarlah! Kamu membawaku dalam masalah besar sekarang!"

Aleksei kebingungan hingga terdengar suara ponselnya dari tas. Dengan salah satu kakinya, ia meraih tas itu.

Ibu Yupiter Calling ....

"Ya sayang. Bagaimana? Yudha sudah sadar? " tanya Aleksei menderu. Tangannya masih menahan tubuh Luna.

"Iya. Dia sudah sadar Mas. Dia belum bisa ngomong banyak. Yang pasti dia mencari Mbak Luna," jelas Ratna.

"Ba-baaik. Kami akan segera ke sana! Tutup panggilannya beby!"

Aleksei meletakkan ponselnya begitu saja. Ia memperbaiki posisi tubuh Luna lalu perlahan membiarkan wanita itu tergeletak di lantai.

"Angel! Bangun Angel! Suamimu sudah sadar," ujar Aleksei menggusap wajah Luna dengan hijab wanita itu.

Sedangkan di sisi lain, Ratna yang masih belum mematikan ponsel semakin membara mendengar suara suaminya.

"Angel! Bangunlah! Betah sekali kamu di lenganku. Kau berat!"

Suara benda beradu. Ratna sudah tak sanggup. Ia memutuskan panggilan.

"Kamu kenapa tak pernah bisa berubah Mas? Aku bosan begini terus. Kisah selalu berulang. Apa aku bunuh saja diriku agar kau sadar bahwa kau punya istri?!! Kau lupa atau tidak tahu? Aku juga punya hati," rintih Ratna.

Di sisi lain, Aleksei memikirkan cara agar ia tak menyentuh tubuh wanita berhijab itu. Sungguh ia sangat menghargai komitmen yang telah mereka buat bersama semenjak Luna hijrah. Tak ada kontak fisik!

"Angel! Sadar!"

Aleksei mengusap kasar wajah Luna dengan hijab wanita itu yang membungkus tangannya.

Sejenak berpikir, laki-laki itu memutuskan mengambil selimut di kamar Luna.

Tiba-tiba terasa dingin hantinya. Pastilah di kamar ini, Luna dan Yudha selalu memadu kekasih. Sesuatu yang takkan pernah ia rasakan. Mencintai dan mencumbu seseorang dengan sepenuh hati. Meskipun itu kepada istrinya, Ratna sekalipun.

"Pikiran apa ini, sial!" umpat Aleksei meraih kasar bantal dan selimut tebal.

Dengan cepat, Aleksei merentangkan selimut itu di samping Luna. Dengan dialasi bantal, Aleksei menggelindingkan tubuh Luna sampai ke atas selimut.

"Bangun! Kau wanita kuat Angel. Sekaligus beraaaat! Uuuh!"

Setelah 3 kali tubuh Luna berputar, Aleksei berhasil membuat wanita itu berada di atas selimut. Lalu dengan cepat ia menarik selimut itu ke tengah ruang tamu.

"Maafkan aku Angel, aku terpaksa melakukan ini. Jika aku mengangkat tubuhmu lalu melihat wajahmu yang seperti bidadari ini, aku takut, aku takut tak mampu mengendalikan diriku. Kau tahu betapa besarnya cinta ini padamu tanpa pernah berkurang meski secuil. Cinta ini tak akan kunodai dengan nafsuku," lirih Aleksei menatap Luna yang masih tak sadarkan diri.

"Sayuuuuuur ... sayuuuuur ...!!!"

Aleksei bangkit dan melesat berlari. Satu ide muncul dari kepalanya sangat cepat.

"Hey!" teriak Aleksei pada tukang sayur berpostur pendek dan gendut. Seorang wanita juga berhijab dengan membawa bak besar berisi aneka sayur mentah dan ikan. Wanita yang bernama Tukiyem itu celingak celinguk.

"Iya, kamu! Kemarilah!" teriak Aleksei membuka gerbang mewah itu.

"I-iiya," ucap Tukiyem melongo.

Tumben-tumben ada lelaki muda yang sangat gagah ingin membeli sayurnya. Penyegar mata di penghujung sore, pikirnya.

"Masuklah!"

Jiwa jomblo setengah abadnya meronta-ronta kegirangan. Aroma parfum Aleksei membuat hidungnya kembang kempis. Ternyata tak sia-sia memilih berjualan lauk pauk di sore hari.

"Maau beli apa, Baaaang," lanjut Tukiyem bertanya dengan lemah lembut.

"Tidak ada. Ayo cepat masuklah!"

"Kok masuk Bang? Meskipun Abang tampan se-provinsi ini, tapi saya takkan mudah dirayu! Abang pilih sayur dan ikannya di sini saja!"

Dengan tegas, Tukiyem menolak. Siapa yang tahu, dia bisa jadi tumbal pesugihan. Setidaknya itu yang tiba-tiba di otaknya.

"Kalau Abang gak mau beli sayur saya, ya sudah saya pergi saja!" sentak Tukiyem berhenti dan siap berbalik arah.

"Aku tak punya banyak waktu menjelaskan. Cepat!"

Seperti kilat, tangan Aleksei meraih lengan Tukiyem dan menyeretnya masuk. Sayur yang di atas wanita itu oleng kiri kanan depan belakang tak karuan. Namun Tukiyem tetap mempertahankan benda yang cukup berat itu bertahta di kepalanya.

"Baaaaang!!!! Jangan nodai saya Baaang!!! Tolooong!!!" teriaknya mengeratkan pegangan di bak sayurnya.

Aleksei seolah tak mendengarnya. Meski Tukiyem berontak dengan kencang, ia terus saja menyeret wanita itu hingga masuk ke ruang tamu. Hampir saja ia bersama bak sayurnya mendarat ke lantai saat Aleksei melepaskan pegangannya.

"Tolong gantikan pakaiannya! Aku akan membayarmu seharga sepuluh kali lipat bak berserta sayurmu itu!"

Tukiyem melongo. Ia mendekati tubuh Luna dan menyentuhnya.

"Duuh, kenapa tak dibawa ke rumah sakit Bang? Ini panas lo badannya!"

"Tak bisa. Aku sedang tak mau beruruzan dengan administrasi. Sudah, dia hanya pingsan dan butuh istirahat!"

"Tapi saya sungkan Bang! Saya kan baru ketemu Mbak ini. Abang ajalah yang gantiin! Nanti aku bantuin kompres!"

"Dia bukan istriku," timpal Aleksei membuang wajahnya.

Tukiyem menelan salivanya lalu memperhatikan wajah pucat Luna.

"Kemarilah! Cepat!"

Dengan terengah-engah Tukiyem mengikuti Aleksei ke kamar Luna. Dengan cepat laki-laki itu membuka lemari hitam yang cukup lebar.

"Ambil pakaiannya. Pilih yang seperti yang dia pakai. Dia harus tetap tertutup seperti itu. Cepat!"

Tukiyem gelagapan.

"Letakkan bak sayur itu atau akan kuhancurkan sampai berkeping-keping!" ancam Aleksei gregetan dengan bak sayur yang tak lekang dari kepala wanita gendut itu.

"Iy-iya! Ganteng-ganteng tapi galak bener," gerutu Tukiyem meletakkan bawaannya.

"Urus dia! Aku tak bisa menemani kalian. Aku harus pergi dan akan kembali secepatnya! Aku janji, kau akan kuupah dengan sangat layak."

Tukiyem mengangguk. Ia melihat keseriusan dan kesungguhan di sorot mata laki-laki gagah di depannya itu. Aleksei keluar setengah berlari lalu terdengar suara motornya yang menderum.

"Duuh gusti, ini musibah atau anugerah. Nemu cowo ganteng tapi galak. Yang mana ini ya ... ini ... bukan. Ini ...."

Tukiyem terus mencari dan berhasil menemukan baju Luna lengkap dengan hijabnya. Wanita gempal itu dengan cepat bergegas menggantikan pakaian Luna yang basah. Diolesinya dengan minyak kayu putih dan minyak angin kaki, perut dan dada Luna. Ia terus memijit telapak kaki wanita itu.

"Ini perempuan cantik bener. MasyaAllah," ujar Tukiyem pelan.

Pandangannya menyapu ke sekeliling dinding. Ia melihat foto pernikahan wanita bercadar yang bisa dipastikan adalah wanita di depannya itu.

"Owalaa... Suaminya juga tampan. Mimpi apa ya aku semalam, bisa nyasar ke sini," gumamnya terus memijit kaki dan lengan Luna.

Sedangkan di sisi lain, Aleksei masuk ke dalam ruang rahasianya. Segala peralatan digital dengan layar besar mengelilinginya.

"Mexzo, kau tak bisa berlama-lama mengabaikanku. Dasar bodoh! Kau kira aku tak tahu, kau sudah menerima sinyalku. Kurong-rong kau sekarang," desis Aleksei menekan banyak tombol dengan sangat cepat.

Dddrrrrt ....

Layar di depannya menunjukkan banyak garis dan algoritma. Aleksei menekan beberapa tombol dan menu. Tiba-tiba nampak tombol merah yang berada di tengah-tengah garis yang mirip dengan peta digital. Aleksei menyeringai.

"I got you!"

(Terjemahan: Aku menemukanmu!/ Aku mendapatkanmu!)

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel