BAB 6
Aleksei menatap kedua bola mata Luna yang memerah. Tatapan yang selalu muncul disaat kemarahannya memuncak. Seolah ada iblis merasuki wanita itu. Pandangan wanita itu seperti tanpa rasa iba. Perlahan Luna mengangkat tubuh Babon.
"Kalau sampai suamiku, anakku dan peliharaanku tak tertolong. Akan kulanggar sumpahku untuk kembali menghirup napas sekarat manusia. Kupastikan manusia biadap yang melakukan ini semua akan mati! Siapapun itu!" teriak Luna dengan suara gemetar. Wanita itu langsung melesat berlari keluar diikuti oleh Aleksei yang mengangkat tubuh Yudha.
Dengan kecepatan laju yang sangat cepat, Aleksei menembus jalan raya. Mobil yang dikendarainya meliuk-liuk menyalip kendaraan yang berada di depan. Luna memeluk Yudha dengan air mata yang sudah berhenti mengalir. Yang ada dalam dirinya sekarang adalah bagaimana suami dan peliharaannya segera mendapatkan pertolongan.
"Siapa biadap yang telah mengusik ketenangan rumahku?" lirihnya sendirian.
Kedua tangan wanita berjilbab hitam itu meremas kuat-kuat. Aliran darah terasa hangat di sekujur tubuhnya. Luna menggemeletukkan geraham mencoba menahan perasaannya yang akan meledak.
"Kau akan segera menemukan jawabannya," timpal Aleksei datar.
Tak butuh waktu lama, mereka sampai di depan rumah sakit. Ia merendahkan kecepatan dan bersiap masuk.
"Berhenti di sini Aleksei! Biarkan aku membawa Mas Yudha ke dalam. Kau bawa Babon ke dokter hewan! Cepat!" seru Luna membuka pintu dan melompat keluar. Ia menarik tubuh suaminya seperti tanpa beban.
Plaaak!!!
Luna menendang pintu mobil lalu berlari memapah tubuh suaminya yang bersimbah darah. Aleksei yang melihat itu tak kaget, sama sekali tidak kaget. Luna terus berlari mendekati ruang UGD. Tenaga medis yang melihatnya dari kejauhan segera bergegas mengambil kasur dorong.
"Tolong tangani suami saya dengan cepat!" teriak Luna.
Enam orang tenaga medis langsung membawa Yudha ke dalam ruangan UGD. Seorang dokter yang berjaga langsung memeriksanya.
"Bawa pasien ke ruangan penanganan! Lukanya harus dibersihkan dan periksa hemoglobinnya!"
Semua tenaga medis tampak begitu sibuk. Luna hanya berdiri menyeder di dinding.
"Aku tak boleh lemah. Tak boleh!"
Di sisi lain, Aleksei meluncur lurus, kembali menggerus jalan raya. Sedikit dia memandang ke belakang, Babon masih terlihat sangat lemah. Darah hitam pekat terlihat mulai mengental menutupi kepala hewan buas itu.
"Kau raja ular milik ratu mafia. Jangan tinggalkan dia! Kau juga harus mengenali orang yang telah menyiksamu. Temukan dan bunuh dia! Bertahanlah Babon!"
Wuussss!
Mobil itu melaju seperti angin. Tanpa mematikan mesin mobil, Aleksei berlari membawa ular itu masuk. Tampak tenaga medis hewan yang sedang berjaga, bergidik ngeri melihat hewan liar berbisa itu diletakkan di atas ranjang.
"Tolong selamatkan ular ini!"
Seorang dokter wanita memeriksa babon.
"Dia masih bernafas tapi bisa dikatakan sekarat."
"Lakukan apa saja. Berapapun biayanya, selamat dia."
"Bawa ke ruangan bedah!" teriak dokter itu lalu dengan takut berani, 2 perawat itu mengangkat babon.
Aleksei menarik nafasnya kuat-kuat. Ia langsung berlari keluar dan kembali mengemudi. Tiba-tiba terdengar suara ponsel. Aleksei memandang ke belakang. Tampak suara itu berasal dari tas Luna.
Karmila calling ....
"Hallo. Ini aku Aleksei."
"Bagaimana bisa kau?"
"Ada serangan di rumah Yudha. Saat ini Yudha sedang di rumah sakit provinsi," papar Aleksei lalu langsung meletakkan kasar ponsel itu di kursi samping. Ia harus segera sampai rumah sakit.
Luna duduk termangu melihat alat medis yang sedang dipasang di sekujur tubuh suaminya. Tatapannya kosong. Seperti ada api di dalam dada Luna yang sedang berkobar hebat.
'Cepatlah sadar Mas! Kau harus mengabarkan padaku orang yang menyerangmu dan Babon. Pastilah mereka yang membawa Farid. Andai aku tahu siapa yang melakukan ini semua, Mas. Akan kubawakan kepalanya di hadapanmu' batin Luna menarik nafas dalam.
"Rumah sakit hanya bisa menyiapkan darah satu kantung. Silahkan ibu mencarikan pendonor untuk pasien."
Luna menegakkan salivanya. Ia mencoba melihat kiri kanan. Ponselnya. Setidaknya ia harus menghubungi keluarga suaminya. Luna mengusap wajah gamang. Tasnya ada di mobil yang dibawa Aleksei.
"Aku di sini," ujar suara yang tak asing lagi. Luna melihat ke belakang.
Ada sedikit lekungan di ujung bibir Luna. Selama Aleksei di dekatnya, ia yakin semua akan baik-baik saja.
"Mas Yudha butuh darah. Golongan darahku berbeda."
"Golongan darahku juga berbeda. Aku sama sepertimu. Aku akan menghubungi anak buahku."
"Darahku sama dengan Yudha!"
Aleksei dan Luna menoleh bersamaan. Karmila. Wanita yang masih menggunakan kemeja itu mendekat. Sahabat sekaligus karyawan Yudha itu terlihat sangat cantik dan elegan. Meskipun tubuhnya tidak kurus langsing, tapi nampak berisi montok.
"Aku yang memberitahunya. Tadi dia menelpon ponselmu di jalan," ujar Aleksei di dekat telinga Luna.
"Terimakasih. Semoga Mas Yudha segera membaik. Pasti dia akan sangat berterimakasih padamu," timpal Luna.
Karmila berhenti tepat di depan Luna. Sejenak kedua wanita itu saling menatap. Karmila lalu melewati bahu Luna mendekati Yudha.
"Aku tidak tahu, apa yang diinginkan Tuhan dalam takdir ini. Sejak dia menikahimu, dia selalu dalam masalah. Apa tidak sebaiknya dulu kau tak perlu kembali? Lingkungan kami selama ini tak ada yang bar-bar. Sejak kau hadir, Yudha banyak berurusan dengan dunia kriminal," ucap Karmila dengan nada datar.
"Jaga ucapan dan tingkah lakumu!" seru Luna menepis tangan wanita berambut sebahu itu.
Karmila membalikkan badan. Ia tak segan membalas tatapan tajam Luna.
"Bukankah apa yang kuucapkan itu benar Nyonya Angel?"
"Kamu! Kamu tak pantas menyebut namaku. Apa kamu lupa siapa aku?!"
Perlahan Karmila menggeleng. Wanita itu dengan santai meletakkan tasnya di nakas samping tubuhnya.
"Kau istri Sayudha yang selalu membawa sial untuk hidupnya. Aku tahu kau memang mantan mafia, tapi kehidupan masa lalumu itu membawa kesengsaraan bagi semua orang. Kau telah menghancurkan anggota keluarga suamimu sendiri. Dimana perasaanmu? Kau kira Yudha rela? Bagaimana bisa dia rela melihat kehancuran keluarganya sendiri. Kuberitahu kau Nyonya Angel, Sayudhaku tertekan! Tidak bisakah kau menjauh, sedikit saja. Mungkin dengan begitu segala kesialan dalam hidup Yudha memudar."
"Lancang kamu Karmila! Jangan lupakan siapa kamu di dalam kehidupan Yudha. Aku jauh lebih berhak atasnya. Dia suamiku!"
"Kalau kau istrinya, mengapa Yudha selalu menderita dan aku selalu jadi payung untuknya!? Aku lelah! Tapi aku tak punya pilihan untuk terus melindunginya! Berhentilah membawa masalah untuknya yang polos itu Nyonya Angel yang terhormat! Lihat dia sekarang! Apakah Yudha bisa tetap hidup?! Hidupnya bukan hanya untukmu saja. Dia sahabatku, pemimpin sebuah perusahaan yang memiliki ribuan karyawan! Bagaimana sekarang dia terkapar begitu?!" pekik Karmila berapi-api.
Luna memberang dan menarik tangan Karmila. Dengan kekuatan penuh, ia menyeret tubuh wanita itu. Dihentakkan tangan Karmila dengan kasar.
"Keluar kau! Pergi dari sini. Tak perlu kau mendonorkan darahmu untuk suamiku!"
"Kau tak berhak melarangku! Aku semula begitu menghormatimu karena kau istri Yudha. Kau wanita yang luar biasa di mataku. Tapi itu dulu. Melihat penderitaan demi penderitaan yang dialami Yudha karenamu, aku jadi berubah pikiran. Kau monster! Kau mengundang banyak monster dalam kehidupan orang di sekelilingmu!"
Plaaaaak!!!
Sebuah tamparan keras melayang di pipi Karmila.