Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

TITIK TERENDAH VIONA

Viona menangis sekencang-kencangnya. Setelah mengetahui jika ibunya mengalami depresi dan dirawat di rumah sakit jiwa, karena mengira anaknya telah meninggal dunia.

Buliran air mata berjatuhan menyapu pipi cantik Viona, yang masih berdiri di hadapan asisten rumahnya.

Saat pembantunya akan melanjutkan cerita, namun Viona memotongnya.

“Sudah cukup Mbok, jangan di lanjutkan lagi, saya tak sanggup mendengarnya,” ucap Viona.

Kemudian Viona berlari keluar dari rumah menuju mobil, yang terparkir di garasi, untuk segera pergi menemui ibunya, yang sedang dirawat di rumah sakit jiwa akibat depresi yang di deritanya.

Kurang lebih memakan waktu perjalanan dua jam. Kini Viona telah sampai di rumah sakit, tempat ibunya dirawat.

Sementara Veronica, ternyata diam-diam mengikuti Viona.

RUMAH SAKIT JIWASRAYA.

Viona langsung turun dari mobil, menuju ke meja resepsionis, untuk menanyakan kamar rawat ibunya. Setelah mengetahui kamar tempat ibunya di rawat Viona segera bergegas, menuju ke ruangan tersebut.

Sedangkan Veronica baru memarkirkan mobilnya, menatap pada Viona yang sudah lebih dulu memasuki rumah sakit.

“Mau apa Viona datang ke rumah sakit ini? Siapa sebenarnya yang di rawat di sini?” gumam Veronica.

Perlahan Veronica melangkahkan, mengikuti Viona. Hingga menemukan Viona, yang berdiri di ambang pintu kamar rawat.

Sesekali Pinkan berteriak histeris memaki, menyebut-nyebut nama Aldi, serta memukul dinding di hadapannya.

‘Itu tante Pinkan, oh jadi dia gila!’ batin Veronica, tersenyum remeh bersembunyi di balik tembok yang berwarna putih.

“Mom, aku di sini, ini aku anakmu,” lirihnya.

Buliran air mata kembali bercucuran, Viona tak sanggup menyaksikan kenyataan di hadapannya.

Seketika Pinkan menoleh ia menyadari, ada seseorang yang sedang menatapnya, lalu ia menghampiri Viona.

“Siapa kau!” sentak Pinkan.

“Ini aku Mom, Viona!” lirihnya.

Kemudian Pinkan memeluk Viona. “ Benarkah ini kamu Viona?” buliran air mata mengalir di pipinya, Sesaat kemudian Pinkan, melepaskan pelukannya, kembali histeris.

“Tidak, kamu bukan putri saya! Putri saya telah mati dibunuh oleh mereka!” lirih Pinkan berteriak histeris, sambil marah-marah tak karuan.

Sejenak Viona merasa bahagia, tapi kemudian ia kembali menangis, saat Pinkan tak percaya jika dirinya memang masih hidup.

“Aku Viona, coba lihat baik-baik, aku memang Viona, anak Mommy,” lirih.

“Tidak! Kau bukan putriku! Di mana Viona? Di mana putriku,” lirih Pinkan mengucurkan buliran air mata.

“Ini aku Mom, aku Viona putrimu,” lirih Viona berusaha meyakinkan ibunya.

“Tidak! Kau bukan putriku, kau Veronica, kau wanita jahat itu, wanita jahat, pergi!” teriak Pinkan terus histeris.

Sementara para perawat terlihat berdatangan, mereka kaget lantaran teriakan dari Pinkan yang sangat kencang mengusir Viona.

Sedangkan Veronica malah mengambil keuntungan dari penderitaan mereka, ia mengambil ponsel dan merekam kejadian langka itu.

“Dengan foto ini aku akan bisa mengancam Viona, jika suatu saat dia kembali mengambil Aldi dariku!” ucap Veronica berseringai.

Namun, tanpa sepengetahuan Veronica, Satria telah berdiri di belakangnya, berusaha mengambil ponsel milik Veronica.

“Serahkan ponsel itu, atau hapus Videonya, atau aku akan mengadukan kelakuanmu pada Aldi!” ucap Satria dingin, yang berdiri di belakangnya, sekilas Veronica menoleh.

“Satria, sejak kapan kau berdiri di belakangku?” ucap Veronica gugup.

“Sejak kamu merekam Viona,” ucap Satria menatap tajam pada Veronica.

“Kau ini ngomong apa, aku tidak merekam apa-apa,” elak Veronica.

“lagi pula untuk apa kau membela Viona, kau juga tidak mengenalnya kan?” ucapnya lagi.

Namun Satria tetap memaksa mengambil ponsel dari tangan Veronica.

“Itu bukan urusanmu, yang jelas aku tidak akan membiarkan kejahatan selalu menang atas kebaikan!” ujar Satria merebut ponsel milik Veronica.

“Satria, lepaskan!” ucap Veronica berebut ponsel dengan Satria, lalu Veronica berusaha berlari menghindarinya.

“Kau mau ke mana? Kau pikir bisa dengan mudah lari dariku, cepat serahkan ponselmu!” sentak Satria mengeratkan rahangnya.

“Untuk apa kau meminta ponselku!” Veronica menyentak Satria kembali.

“Kau pikir, aku tidak melihat kau mengambil gambar mereka!” sentaknya.

“Segera akhiri permainan jahatmu. Sebelum aku dan Viona membalasmu,” ancam Satria kepada Veronica.

Saat Veronica lengah, Satria merebut tas Veronica, Secara paksa mengobrak-abrik isi tas tersebut. Lalu mengembalikannya setelah berhasil mengambil ponsel milik Veronica.

“Satria, kembalikan ponselku! Jika Aldi mengetahui perlakuanmu, terhadapku habislah kau,” Ucap Veronica mengancam Satria.

“Kau pikir aku akan takut pada suami bodohmu itu,” Sentak Satria menatap tajam pada Veronica.

“Beraninya kau! mengatai suamiku bodoh, lihatlah dirimu tak lebih pintar darinya,” ucap Veronica dingin, lalu pergi meninggalkan Satria.

“Sial, awas kamu Satria! aku akan membalasmu,” gumam Veronica, sambil berjalan meninggalkan rumah sakit.

Kemudian Satria berniat menghampiri Viona, namun seketika langkahnya terhenti, ketika melihat Viona meneteskan air matanya, kemudian Satria mengurungkan niatnya.

‘Kenapa dengan hatiku? kenapa merasa sakit, saat melihat Viona menangis,’ batin Satria menyender pada tembok, sambil menatap Viona.

“Ada apa dengan diriku? Perasaan apa ini? Tidak mungkinkan, aku jatuh cinta padanya?” gumamnya.

Seketika ia tersadar kembali, setelah sejenak termenung. Sesaat kemudian Ia menampik seluruh perasaannya.

“Bodoh! mana mungkin aku jatuh cinta pada gadis seperti dia. Stop memikirkannya Satria. Mungkin kau hanya mengasihaninya,” gumam Satria merutuk dirinya sendiri.

Sementara Viona tersadar, jika dia tengah di tatap oleh seseorang, sekilas Viona menoleh, saat Satria lengah.

‘Satria? Ngapain dia di sini?’ ucap Viona dalam hati, perlahan menghampiri Satria.

“Satria, kau menguntitku?” Sentak Viona yang kini sudah berdiri di dekat Satria.

Seketika Satria terkesiap kaget, lantaran tiba-tiba saja Viona sudah berada di hadapannya.

“Aku tidak menguntitmu, lihatlah ini!” ucap Satria gugup.

Kemudian memutarkan Video dari ponsel milik Veronica, di tangannya.

Bersyukur Satria berhasil mengambil ponsel milik Veronica. Sehingga dia mempunyai alasan tepat agar tidak di sangka menguntit Viona.

“Beraninya, kau merekamku!” ucap Viona dingin.

“Jangan-jangan kau berniat menyebar luaskan Video itu ya! Lalu kau membuat pengakuan ke publik, jika ibuku mengalami gangguan jiwa!” sentak Viona.

“Hey, aku tidak berniat seperti itu! Lagian apa untungnya untukku,” jawab Satria.

“Lantas, untuk apa kau merekam Video itu?” ucap Viona mengeram.

“Lihatlah baik-baik ini ponsel milik siapa?”ucap Satria sambil mematikan Video.

Viona tercengang, setelah mengetahui jika ponsel yang ada di tangan Satria adalah ponsel milik Veronica, ia dapat mengenali dari wallpaper.

“Huh, maafkan aku, aku telah meragukanmu,” ucap Viona merasa bersalah.

“Kau harus lebih berhati-hati lagi sekarang, Veronica wanita yang sangat licik!,” tutur Satria.

“Ya aku akan lebih berhati-hati lagi, terima kasih karena kamu sudah menggagalkan rencana jahat wanita jahat itu!” sahut Viona.

“Kau tak perlu berterimakasih padaku, ini semua karena aku peduli terhadapmu Nona,” ucap Satria tersenyum.

Kemudian tanpa di sadarinya Satria, menggerakkan tangan, menyelipkan rambut panjang Viona ke telinganya.

“Kau jangan menangis lagi, aku akan berusaha melindungimu sebisa aku,” ucap Satria.

Sejenak Viona mematung, ia kagum dengan sosok pria tampan yang kini berdiri di hadapannya, sosok yang mampu menenangkan hatinya.

Sesaat kemudian Satria tersadar atas sikapnya, yang terlalu berlebihan terhadap Viona.

‘Oh shit! Apa-apaan aku ini, kenapa aku sampai sebegininya, memberikan perhatian pada gadis ini, padahal dia bukan siapa-siapa aku,’ batin Satria melepaskan tangannya.

“Maafkan aku, atas sikapku,”ucap Satria perlahan meninggalkan Viona.

Sedangkan Viona masih terhanyut dengan perlakuan manis, yang di lakukan oleh satria padanya, ia menatap punggung Satria perlahan menjauh darinya.

‘Andaikan saja Aldi yang memberikan perhatiannya, padaku seperti Satria saat ini, aku akan menjadi wanita yang paling bahagia di dunia ini,” batin Viona.

Sementara di kantor, Aldi duduk termenung di kursi kebesarannya, Ia selalu memikirkan Viona wanita yang paling ia cintai.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel