SESUAI RENCANA
Malam semakin larut, sementara Aldi masih setia dengan minumannya. Sedangkan Veronica, tidur merengkuh dirinya kesepian, tanpa dekapan hangat dari suaminya.
Veronica membaringkan dirinya, di atas kasur, sementara matanya tidak berhenti meneteskan buliran bening.
Sedangkan Viona berangsur-angsur pulih dari keterpurukan, di bantu oleh Satria, meski Viona harus memaksanya.
KE ESOKAN HARINYA.
Mentari perlahan menampakan, sinarnya. Meninggalkan gelap malam yang perlahan memudar.
Viona terbangun dari tidurnya, mengitarkan pandangan kesekeliling kamar, lalu bangkit dan berjalan menuju Wastafel yang tak jauh dati tempat tidur, ia membasuh wajahnya yang sembab menatap dirinya di depan cermin.
Setelah itu ia menuju kamar mandi melakukan aktifitas rutin, yang sering orang lain lakukan.
Semuanya selesai, ia memoles wajahnya dengan makeup, membalut bibirnya dengan lifstick.
‘Kau cantik Viona, mari mulai melakukan pembalasan, pada orang-orang yang telah mengkhianatimu,’ batinnya.
Sedangkan Satria sudah lebih dulu berada di meja makan, terlihat sedang menikmati sarapannya. Satria terpukau dengan penampilan Viona yang berhasil membuat jantungnya berdetak kencang, saat menatap Viona yang perlahan menuruni anak tangga.
‘Sial! Kenapa dengan jantungku,’ ucap Satria mengelus dada, menelan ludahnya, saat melihat Viona yang tampil cantik di hadapannya.
“Kau kenapa? Kau mengagumiku bukan?” ucap Viona menyadarkan Satria dari lamunan, dengan sangat percaya diri ia langsung menarik kursi di sebelah Satria, lalu meletakan pantatnya.
“Bagaimana penampilan aku, cantik kan!” ucapnya lagi.
Seketika Satria terbatuk.“Cepat berikan aku air!” ucap Satria menelan ludahnya.
“Kau mau air,” sahut Viona menggerakkan tangannya mengambil, segelas air putih. Namun tak langsung memberikannya.
“Kau gila! Cepat berikan airnya! Aku bisa mati!” sentaknya, sambil memegang lehernya sendiri.
Kemudian Viona memberikan segelas air putih untuknya. “Lain kali jika meminta pendapat, lihat situasi dan kondisinya dong! Kau hampir saja membunuhku,” gerutu Satria menghela nafasnya,lega.
“Iya, aku minta maaf! Bagaimana penampilan aku cantikkan?” tanya Viona mengulangi kalimatnya.
Sekilas Satria melirik penampilan Viona, dari bawah hingga atas, lalu menjawabnya. “Lumayan!” ujarnya cuek.
“Kok Cuma lumayan! Bilang aku cantik kek, apa kek! Kau ini memang menyebalkan,” Viona mendengus kesal.
Satria menatap Viona, ia heran dengan tingkah gadis yang kini berada di sampingnya.
“Kau ini sudah cepat habiskan sarapannya! Kita sudah telat ini,” ujar Satria kesal.
“Kau tidak lupa dengan janjimu kan?” tanya Viona.
“Aku tidak akan lupa dengan janjiku nona Viona!” Satria mengeratkan rahangnya, kemudian bangkit dari tempat duduknya.
Dengan cepat Viona menghabiskan sarapannya, kemudian ikut pergi dengan Satria.
“Satria tunggu aku dong! Kau tidak lihat aku berjalan dengan susah payah ini,” ujar Viona berjalan dengan sepatu heelsnya.
“Makannya jangan pake sepatu seperti itu, kau ini merepotkanku saja!” gerutu Satria kembali menghampiri Viona, untuk membantunya berjalan.
“Jangan banyak protes, kau mau aku laporkan kasus tabrakan kemaren!” ancam Viona terhadap Satria.
“Iya baiklah! Aku tidak akan banyak memprotesmu!” ucap Satria dengan malas membantu Viona berjalan hingga ke mobilnya.
“Yasudah! Cepat naik,” ujarnya menyuruh Viona menaiki ke mobil.
“Terima kasih Tuan Satria, ternyata kau ini baik juga yah!”ucap Viona nyengir pada Satria.
“Simpan saja ucapan terima kasihmu, aku tak membutuhkannya,” ucap Satria cuek, lalau memasuki pintu kemudinya.
Sekilas Satria menoleh ke bangku di sampingnya yang kosong, lantaran seharusnya Viona duduk di depan sejajar dengannya.
“Kau kenapa?” tanya Viona yang memilih duduk di kursi penumpang.
“Seharusnya aku yang tanya, kau kenapa duduk di situ?” ucap Satria kesal.
“Kenapa memangnya? Ada yang salah!” jawab Viona cuek.
Satria menahan emosinya, dia hanya terfokus mengemudikan mobilnya, dengan kecepatan sedang.
‘Sial, gadis gila! Dia pikir saya sopirnya apa!’ ucap Satria dihatinya.
HENING.
Sesekali Viona menoleh ke arah Satria yang sedang terfokus menyetir. Lalu Satria menoleh sehingga kembali bertatapan dengan Viona.
“Jangan memandangiku terlalu lama, nanti kau jatuh cinta,” ucap Satria menyadarkan Viona.
Sekilas Viona membuang pandangannya. “Huh, Kau terlalu percaya diri tuan,” Sahut Viona sambil menatap jalanan.
“Sudah diam! Jangan mengganggu fokusku,” gerutu Satria kembali terfokus dengan kemudinya.
“Siapa juga yang mengganggumu,” celetuk Viona merasa kesal.
Sementara Veronica di rumahnya tengah di landa kebingungan. Lantaran saat ia terbangun, Aldi sudah tidak ada di rumah.
Perlahan Veronica memberanikan diri, memasuki kamar sebelah di mana, Aldi menghabiskan malamnya.
KLEK. Suara pintu di buka olehnya, seketika tatapan Veronica terjatuh pada botol minuman beralkohol yang berserakan di atas kasur, Aldi lebih memilih tidur di temani oleh minuman daripada harus tidur bersamanya.
Hatinya meringis, hidupnya miris bagaikan tertusuk seribu jarum.
“Sebegitukah bencinya dirimu padaku Al, sampai kau lebih memilih tidur dengan minuman, dibandingkan harus tidur bersamaku” lirihnya, mengelus dadanya yang terasa panas.
Tak terasa buliran air mata kembali terjatuh, ia tak kuat menahan tangisnya.
Kemudian Veronica menutup kamar itu kembali, meminta asisten rumah tangganya untuk membereskan kamarnya.
Setelah itu Veronica segera menyusul Aldi, yang sudah lebih dulu pergi tanpa sepengetahuannya.
‘Aku tak akan pernah menyerah Al, akan aku buat kau cinta mati padaku,” batin Veronica berusaha mengobati luka hatinya.
Kemudian Veronica pergi mengemudikan mobilnya, di tengah perjalanan ia menghentikan mobilnya, Karena lampu lalulintas menyala merah. Lalu sedikit menurunkan kaca mobilnya, menoleh ke arah samping kanan. Tatapannya terjatuh pada Viona yang berada dalam satu mobil bersama Satria.
“Viona? Benarkah itu Viona,” gumam Veronica mengedipkan matanya tak percaya, jika yang dia lihatnya itu adalah Viona.
TIN. Suara pengemudi lain mengklaksoni mobil Veronica.
Sementara lampu telah menyala hijau, pertanda harus segera melanjutkan perjalanan, “Sial, iseng banget sih orang,” gerutu Veronica kesal terhadap pengemudi yang mengklaksoninya.
Sementara Viona sudah lebih dulu, Pergi dengan Satria. Kemudian di susul oleh Veronica di belakangnya.
“Hey Nona, tampaknya di belakang kita, ada yang menguntit!” ucap Satria menyadarkannya.
“Apa kau yakin? Mobil itu menguntit kita!” ucap Viona menoleh ke arah belakang.
“Aku tidak yakin, karena aku sama sekali tak punya musuh,” jawab Satria singkat.
“Heuh, kau ini! Untuk apa kau berbicara seperti itu, jika kau tidak yakin kalau kita sedang di Ikuti,” sahut Viona.
“Bercanda!” ujar Satria tertawa.
“Sama sekali tidak lucu tuan Satria!” gerutu Viona.
Tidak berapa lama kini Satria telah sampai di depan rumah milik keluarga Viona. Sedangkan Veronica masih mengikuti mereka berdua.
“Kamu mengantarkan aku pulang?” tanya Viona ia tak menyangka Satria mengetahui rumahnya.
“Kau harus pulang, kasih tahu ibumu jika kau masih hidup,” ucap Satria.
Kemudian Viona turun dari mobil, ia segera menuju ke rumahnya.
KLEK. Suara pintu sudah lebih dulu di buka oleh pembantunya.
“Benarkah ini nona Viona?” lirih pembantunya terbata-bata dengan mata berkaca-kaca.
“Kau ini ngomong apa Mbok, jelas ini saya. Memangnya kata siapa kalau saya sudah mati,” ucap Viona.
“Dimana Mommy?” tanya Viona mulai memasuki rumahnya.
Pembantu itu hanya diam tak menjawab apapun, mulutnya seolah terkunci menatap sendu pada wajah Viona.
Mata Viona mulai berkaca-kaca, saat melihat raut kesedihan di wajah pembantunya, Ia tahu kalau ibunya sedang tidak baik-baik saja.
“Di mana Mommy Mbok?” lirih.
“ Jawab aku! Jangan diam mbok, jawab aku?” ucap Viona yang mulai merasa khawatir.
Sementara Satria masih berdiri menatap Viona dari kejauhan, kemudian menghampiri.
“Apa yang terjadi sebenarnya?” tanya Satria menghampiri keduanya.
Sekilas Viona menoleh, menatap tajam pada Satria, dengan buliran air mata.
“Kau hanya orang luar, sebaiknya kau pergi dari sini!” ucap Viona dingin, meminta satria untuk pergi meninggalkannya.
“Baiklah aku akan pergi, hubungi aku jika kau membutuhkan sesuatu,” sahut Satria yang membatasi dirinya.
Satria tak mau merusak privasi dari seorang yang baru saja dia kenal. Perlahan Satria melangkahkan kakinya, pergi menjauhi rumah Viona.
Sementara Veronica terus mengawasi gerak gerik mereka, dari dalam mobilnya yang terparkir tak jauh dari rumah Viona.
“Bukannya itu Satria? Tapi sejak kapan mereka kenal dekat seperti ini,” gumam Veronica penuh tanya.