HANYA BENCI BUKAN CINTA
Kebahagiaan yang dibayangkan kini hanya tinggal sebuah kenangan janji yang pernah dibuat hanya meningalkan luka di hati.
Viona berjalan meninggalkan area rumah Aldi tanpa ingin menoleh lagi. Sementara Aldi masih berdiri menatap kepergian wanita pujaannya, namun kasihnya tak sampai.
'Aku bersumpah akan membuat kalian merasakan sakit yang aku rasakan sekarang. Harga diriku telah kalian injak-injak,' batinnya, sembari menyeka air matanya yang berlinang.
Viona benar-benar sakit hati, rasanya begitu sesak dan sangat perih. Kini tatapannya hampa, kosong bagaikan padang tandus di gurun sahara.
'Aku membencimu Al, bahkan nyawamu tidak akan mampu menebus kesalahanmu padaku,' batin Viona.
Ia terus berjalan menyusuri trotoar, sedangkan matanya terus mengeluarkan buliran putih tak henti- hentinya berlinang.
Mobil berlalu di jalanan sama sekali tak Viona hiraukan. Hingga ia menyebrangi jalan dan hampir tertabrak, namun untungnya Viona berhasil diselamatkan oleh Satria dengan cara ditarik tangannya oleh Satria.
TIT. Suara klakson mobil memeka-kan telinga, hampir menabrak Viona.
Satria berlari berusaha menyelamatkan sang ratu yang tercampakan itu.
"Kau sudah gila! Apa kau sudah bosan hidup, Hah?" bentak Satria, menyadarkan Viona membawa Viona dalam dekapannya.
"Untuk apa kau menyelamatkan aku, seharusnya biarkan saja aku mati" lirih Viona menangis, di pelukan Satria.
"Aku tahu yang kau rasakan saat ini. Tapi bukan begini caranya," ucap Satria berusaha menenangkan Viona saat ini.
Entah sudah berapa kali ia menumpahkan air matanya di sana, yang ia tahu saat ini hanya ada rasa perih dan sakit yang ia rasakan.
"Kamu harus kuat! Kau tahu di luaran sana masih banyak pria yang jauh seribu kali lebih baik dari pada Aldi. Kau tak perlu menangisi pecundang itu," sambung Satria mendekap Viona dalam pelukan hangatnya.
"A-ku tidak sanggup jika harus menahan sakit hati ini. Aku benci dengan kenyataan ini," ucapnya sambik sesegukan, dan memukul-mukul bagian depan tubuh Satria.
"Iya aku tahu kau membencinya, tapi sayangilah dirimu. Setidaknya kau memikirkan keluargamu, jika kau mati mereka pasti bersedih," kata Satria terus berusaha menenangkan Viona.
Seketika Viona diam tanpa kata, ia sadar dengan ucapan yang terlontar dari mulut Satria ada benarnya jika dia mati pasti orang pertama yang akan sedih adalah ibunya, yaitu Nyonya Pinkan.
Perlahan tangis Viona mereda, sesaat kemudian Satria mengajak Viona untuk masuk ke mobil dan mengantarkan Viona ke rumah kediaman orang tuanya.
"Ayo ikutlah denganku, aku akan mengantarkan dirimumu pulang," ucap Satria menawarkan bantuan pada Viona si ratu yang tercampakan.
Viona hanya diam tanpa membalas ucapan Satria, ia mengikuti langkah Satria yang mengajaknya memasuki sebuah mobil sport.
Kini keduanya telah berada di dalam mobil, tapi Viona hanya diam menatap nanar jalanan kota. Sesekali ia menyeka air mata yang tak berhenti membasahi pipi.
"Rumahmu di mana? Kau masih ingat alamat rumahmu kan?" Satria mulai membuka obrolan, namun tetap saja Viona terdiam.
"Hey! Rumahmu di mana? Kau mendengarkan ucapanku atau tidak?" tanya Satria di sela menyetir. Seketika Viona menoleh, terhadap Satria.
"Tidak usah mengantarkan aku pulang, bahkan aku tak berniat sedikit pun untuk pulang," lirih Viona, nmun masih tetap terlihat tegar.
"Kalau kau tidak mau pulang, lantas kau akan tinggal di mana?" balas Satria.
"Bawa aku kemana kau mau, yang jelas aku tidak akan pulang ke rumahku. Sebelum aku membalas rasa sakit hatiku, Maukah kau membantuku?" sambung Viona menatap tajam pada Satria.
CIT. Satria menghentikan mobilnya, dengan secara tiba-tiba mengeremnya. Sejenak ia kaget dengan ucapan Viona sekaligus permintaan, agar bersedia membantu balas dendamnya pada Aldi.
"Kau gila? Memangnya siapa dirimu," sahut Satria.
"Baiklah kalau kau tidak mau membantuku, maka jangan harap kau bisa hidup tenang Tuan," ancam Viona.
"Apa kau sedang mengancamku? Maksud kau apa berkata demikian," sentak Satria. Kesal.
"Huh! Rupanya kau mau lari dari tanggung jawabmu, Hah? Kau menabrakku, apa kau lupa itu! Ini semua karena ulahmu, coba saja kau tak menabrakku malam itu. Seharusnya ini semua tidak terjadi padaku," ucap Viona membungkam mulut Satria.
DEG.
Sejenak Satria terdiam, ia tak habis pikir jika gadis yang berhadapan dengannya saat ini jauh lebih pintar darinya.
"Jawab aku, jika kau diam artinya kau setuju," sambung Viona menekan Satria.
"Baiklah! Aku akan membantumu semampuku," ucap Satria meskipun sedikit berat hati.
"Bagus! Kau ikuti rencanaku. Mulai saat ini aku akan tinggal bersamamu," sahut kembali Viona, sehingga Satria tercengang.
"Hah! Apa maksudmu tinggal bersamaku. Tidak, tidak untuk yang satu itu aku tidak setuju," kata Satria berusaha menolak, namun bukan Viona namanya jika tak bisa memaksanya.
"Setuju atau tidak. Aku akan tetap tinggal di rumahmu, apa kau siap masuk penjara?" ancam kembali Viona terhadap Satria.
"Beraninya kau mengancamku?" ucap Satria dingin, menatap tajam pada Viona.
"Kau tidak usah sampai seperti itu menatapku, anggap saja semua ini adalah pertanggung jawaban darimu kepadaku!" kata Viona kembali mengalihkan pandangannya.
Dengan kesal Satria kembali menyalakan mobil, dan melanjutkan perjalanannya.
'Huhhhh, ini semua gara-gara bedebah itu, Kenapa aku harus tertarik kedalam permasalahan pelik mereka. Huhhhh,' batin Satria, sambil menyetir mobilnya.
'Ha-ha-ha. Kau lihat saja permainan ku Al. Kau akan aku buat sampai bersujud di kakiku terutama kau Veronica, beraninya mengkhianatiku,' batin Viona, menatap jalanan kota malam itu.
Sedangkan Aldi kini berada di satu kamar dengan Veronica, yang sudah menjadi istri sah-nya.
Akan tetapi Aldi enggan menyentuh Veronica istrinya itu. Perlahan Veronica berusaha menggoda Aldi.
"Al, apa kau ingat saat jaman kita kuliah kemanapun kita selalu pergi bersama-sama. Aku rindu masa-masa itu Al," ucap Veronica duduk di samping Aldi.
"Ya! Aku ingat dulu itu kita selalu pergi bersama-sama, aku kamu dan Viona. Aku rindu saat di mana kebahagiaanku dan Viona tidak ada yang mengusik!" sahut Aldi membuat Veronica geram.
Akan tetapi Veronica berusaha menahan kekesalannya, lantaran ia tidak mau menghancurkan rencana yang telah ia susun dengan sangat matang.
'Huh! Sabar Veronica. Ini memang resiko mu.' gumam Veronica dalam hati.
"Iya! Dulu itu karena kita belum tahu soal wasiat dari nenek dan kakek kamu Al. Mari mulai semuanya dari awal lagi yah," bujuk Veronica terhadap Aldi.
"Sayangnya semua itu tidak akan bisa kembali seperti dulu Veronica. Viona sudah sangat membenciku," ucap Aldi memijat keningnya pusing.
'Heuh! Kenapa selalu Viona dan Viona yang ada di dalam otakmu Al, kenapa tidak aku,' batin Veronica.
Veronica menghela nafasnya, kemudian melanjutkan usahanya dalam membujuk Aldi.
"Al, apa kau tak ingin melakukannya denganku?" goda Veronica, berusaha menyender ke pundak Aldi, dan menenggelamkan kepalanya.
Namun seketika Aldi bangkit dari tempatnya terduduk, sehingga Veronica jatuh menyamping di pinggir kasur empuknya.
"Maafkan aku Veronica, aku tidak bisa melakukannya bersamamu!" ucap Aldi, beranjak ke kamar mandi.
Veronica sangat kesal, lantaran hatinya Aldi sudah terpatri oleh nama Viona.
"Sial, Aldi ... kau bodoh telah menolakku," umpat Veronica, tak terdengar oleh Aldi.