Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5.2 - START OF BROKEN HEART

Arrio turun ke bawah dan menemukan Jason yang tengah

membaca jurnal dan menyelesaikan tugas kuliahnya, sementara Aksel asyik dengan

game di ponsel pintarnya. Suasana rumah itu cukup senyap, dan hanya di isi oleh

suara game itu.

“Kalian tidak kuliah?” tanya Arrio.

“Kau sudah bangun? Apa kau baik – baik saja?” tanya

Jason tanpa mengalihkan pandangan sedikitpun dari laptopnya.

“Ya, hanya sedikit pusing…” jawab Arrio.

“Hmm… wajar, kau mabuk berat dan pulang dalam

kondisi mengenaskan,” ucap Jason.

“Kami berangkat siang dan Jason sedang libur karena

dosennya tak datang. Itu sebabnya dia mengerjakan tugas sekarang,” timpal Aksel

menjawab pertanyaan Arrio.

“Ahh…”

“Kau menemuinya?” tanya Jason dan membuat langkah

Arrio yang membawa piring bekas sarapannya terhenti.

“Jangan bahas itu dulu sekarang, bisa kan? Kepalaku

rasanya mau meledak!” jawab Arrio tegas.

“Aku harus mengatakannya meskipun kau membenci ini

kak. Tapi aku yakin bahwa Illona bukanlah gadis yang kau cari selama ini, buka

matamu dan buka hati juga pikiranmu kak! Kau sedang terjebak!” Jason kini

menatap punggung sang kakak sementara Aksel mulai menghentikan permainan game

nya.

Brakk!!

Arrio membanting piring itu ke meja dan memejamkan

mata, menahan emosi.

“Cukup Jason! Dia adalah penyembuhku! Aku bisa

merasakan itu!” gertak Arrio.

“Oh ya? Atas dasar apa? Kau bukan bertemu dengan

penyembuhmu kak! Tapi kau terjebak dalam cinta buta yang memuakkan! Kau memilih

orang yang salah!”

“Diam! Diam! Diam!” Arrio begitu emosional sekarang.

“Tahu apa kau soal penyembuhku. Apa kau bisa

menemukan siapa penyembuhku yang sebenarnya selain Illona? Temukan dia dan bawa

padaku dengan buktinya, baru aku akan percaya, bahwa Illona memang bukan gadis

yang aku cari!” tantang Arrio.

“Dasar bodoh!” Jason kembali berucap.

“Apa katamu?”

“Kau bodoh! Sangat bodoh!” ulangnya lagi.

“Kau!”

“Dia mahasiswi di Oxford, jurusan IT yang bernama

Chiarra. Itu adalah penyembuhmu kak, kami sudah menemukan dia satu minggu yang

lalu…” jawab Aksel di tengah keributan itu.

“Kau bohong!” ucap Arrio.

“Kau tahu, alasan Arsen mengirimmu ke Oxford dan

membuatmu jadi seorang dosen di universitas itu?”ucap Jason, “itu karena dia

ada di sana kak! Sementara Illona? Dimana gadis itu berasal?” lanjutnya.

Arrio terdiam.

“Kau berubah begitu banyak kak. Karena gadis itu dan

cinta buta yang kau rasakan…” ujar Jason. “Kau tahu? Kejadian semalam begitu

memalukan jika kau melihat sendiri bagaimana kondisimu semalam, dimana gadis

yang kau sebut penyembuh saat kau sedang dalam kondisi buruk? Kau tahu?!” tanya

Jason dan melemparkan ponselnya yang segera di tangkap oleh Arrio.

Ada beberapa foto Illona disana bersama dengan

seorang pria asing yang wajahnya hampir tak terlihat sedang memapah tubuh Arrio

malam itu dan memasukkannya ke dalam mobil.

“Bagaimana kau membuat ini semua?” tanya Arrio.

“Bagaimana aku membuat itu? kau pikir aku

membuatnya?” tanya Jason dengan nada tak percaya.

“Lalu darimana kau mendapatkan foto ini jika kalian

tak tahu kemana aku pergi semalam? Hah!” teriak lelaki itu.

“Dari aku. Aku yang menemukanmu di dalam mobil yang

terdampar di pinggir lahan kosong. Lalu aku yang membawanya pulang ke tempat

ini,” Arsen muncul dengan wajah menyebalkan yang tetap tenang. “Aku lupa

memberitahukan adikmu dan harus segera kembali ke atas karena hal yang sangat

mendesak terjadi,”

“Jangan menipuku dan bersekongkol dengan mereka

untuk membuatku berpisah dari Illona Arsen! Kau tahu persis apa tugasku disini

dan Illona adalah jawabannya!”

Arsen tersenyum kecut mendengar jawaban Arrio yang

begitu yakin dengan perasaannya yang menggebu.

“Untuk apa? Toh kalau kau mau mempertahankan Illona

pun tak masalah. Karena gadis yang sebenarnya kau cari sudah bahagia dengan

pria lain yang mencintainya dengan sangat tulus, jadi kehilangan pria brengsek

sepertimu pun tak akan menjadi masalah untuknya. Tapi, itu akan berbeda untukmu.

Karena kau kehilangan penyembuhmu, artinya… kau tak akan bisa kembali ke atas

dan akan selamanya disini, tanpa bisa menua seperti manusia pada umumnya. Hanya

itu, karena kau juga akan kehilangan kekuatanmu dan sayapmu akan lepas seiring

waktu. Kau bisa bayangkan, bagaimana wajah Illona mu itu jika dia mengetahui

semua ini?” Arsen tersenyum miring mengucapkan itu.

“Berhenti mempermainkan aku Arsen!” pekik Arrio.

“Aku akan berhenti, nikmatilah hidup dan cintamu

itu. pesanku, jangan sampai kau menyesal!” Arsen lalu keluar dan melebarkan

sayapnya sebelum akhirnya menghilang sementara Jason segera masuk ke dalam

kamar dan membanting keras pintunya.

Hanya ada Arrio dan Aksel yang tersisa di sana dan

si bungsu nampak cukup kecewa dengan sikap sang kakak. Walaupun dia tak

mengatakan apapun, Aksel menunduk dan kemudian ikut pergi meninggalkan Arrio

entah kemana.

“Ya Tuhan…” Arrio kalut.

Dia menemukan Illona dan meyakini gadis itu adalah

penyembuhnya, karena hari itu Illona menolongnya saat akan tertabrak mobil di

jalan. Gadis itu mendorongnya dengan cukup keras dan bertanya apakah dia baik –

baik saja dengan tatapan yang begitu lembut.

Mengingat itu, rasanya Arrio tak mungkin bisa

percaya kalau Illona mampu mengkhianati dirinya seperti ini.

“Aku harus mencari tahu sendiri, apa aku sudah

berada di jalan yang benar atau tidak… aku harus mengulangi pencarianku…” gumam

Arrio dan mengusak rambutnya kasar.

***

Arra meremas cardigan yang di pakainya malam itu.

angin malam yang bertiup cukup kencang membuat sekujur tubuhnya merasakan

dingin yang luar biasa. Sekaligus membuat hatinya terasa semakin dingin dari

biasanya.

Sudah hampir 4 bulan dirinya menjalin hubungan

dengan Andrew. Seseorang yang mampu membuatnya begitu nyaman dan merasakan

banyak cinta juga kasih sayang. Namun, keberadaan Andrew di sisinya lebih

sering di rasakan sebagai sosok seorang kakak di banding sebagai seorang

kekasih di hati Arra.

“Maaf ya membuatmu lama menunggu,” Andrew datang dan

memeluk erat tubuh Arra dari belakang dan mencium pipi gadis itu sebelum

berpindah duduk di sebelah kekasihnya.

“Sibuk ya?” tanya Arra.

“Hmm… lumayan, ada beberapa operasi hari ini. Oh,

kenapa kau harus menunggu di luar sayang? Anginnya kencang dan sangat dingin

sekarang,” ujar Andrew dan memeluk kembali tubuh Arra.

“Aku suntuk di rumah, rasanya juga segar sekali

menghirup udara malam ini,” jawab Arra.

“Hmm… Arra sayang…” nada bicara Andrew berubah

sesaat. Membuat Arra menoleh dan tangan gadis itu berusaha menggapai tangan

Andrew.

“Ada apa?” tanya Arra.

“Bagaimana jika kau pindah kuliah saja ke London?”

tanya Andrew.

“Aku? Tapi kenapa?” tanya Arra balik.

“Hahh… kenapa harus begini situasinya…” ucap Andrew

gusar.

“Ada apa Andrew, apa ada masalah?” tanya Arra.

“Aku di promosikan menjadi kepala bagian bedah mata

di sebuah rumah sakit besar di London Arra…” jawab Andrew.

“Bagus kalau begitu kan? Artinya kau mencapai hal

yang jauh lebih baik lagi dalam kariermu,” celetuk Arra.

“Bagus… untuk karier ku, tapi tidak untuk kita,”

tukas Andrew.

Arra paham sekarang, apa yang menjadi kekhawatiran

lelaki yang ada di hadapannya itu.

“Andrew hanya akan tinggal di sana untuk bekerja,

bukan untuk meninggalkan Arra disini sendirian kan?” tanya gadis itu dengan

polosnya.

“Aku tidak bisa meninggalkanmu Arra. Aku tidak akan

bisa tenang meninggalkanmu sendiri di Oxford sementara aku harus sibuk bekerja

di sana,” tegas Andrew.

“Apa Andrew takut, kalau tidak bisa menjaga hati

Andrew disana? Siapa tahu di sana, Andrew bisa menemukan gadis yang jauh lebih

cantik dan lebih baik daripada aku,” ucap Arra dan membuat Andrew tersentak.

“Astaga, gadis ini! Bagaimana kau bisa berpikir

seperti itu sayang?” Andrew sedikit meninggikan suaranya, dan dia mengarahkan

tangan Arra di dadanya.

“Jantungku hanya berdetak kencang saat bersamamu,

kau jelas tahu itu sayang…” ujar Andrew dengan yakin dan membuat Arra

tersenyum.

“Aku tahu sayang, hanya memastikan saja,” jawab Arra

sambil tersenyum. Gadis itu melepaskan tangannya dari genggaman Andrew dan

menyentuh wajah Andrew dengan jari – jari kecilnya.

Dari rambut Andrew, alis, mata, dan hidung, kemudian

bibir lelaki itu yang di akhiri kecupan singkat oleh Andrew di jari Arra.

“Aku akan menunggumu disini jadi jangan khawatir,

hmm…” ucap Arra meyakinkan Andrew.

“Kau tak apa sendirian? Siapa yang akan mengantarkan

kau pulang jika sudah larut malam? bagaimana dengan terapimu? Siapa yang akan

mengantarkanmu ke kampus dan menjemputmu nanti?” pertanyaan itu terus saja di

lontarkan oleh Andrew.

“Kau bisa menemaniku pulang dengan meneleponku

sepanjang jalan pulang nanti, begitu juga saat akan mengantarku sampai ke

kampus. Lalu, kau juga bisa pulang kapanpun kesini saat kau punya waktu

senggang. Apa semua itu cukup?” tanya Arra.

“Lalu bagaimana jika aku ingin memeluk dan

menciummu? Atau aku rindu dengan wangi tubuhmu?” tanya Andrew lagi.

“Kalau itu, aku rasa kau harus bisa menghadapi itu

sendiri dengan caramu. Aku tak bisa membantumu lebih jauh soal itu,” ucap Arra.

“Dasar gadis nakal!” Andrew menyentil pelan ujung

hidung Arra dan gadis itu tersenyum.

“Dengar sayang…” jari Andrew kini kembali mengusap

lembut pipi Arra dan menangkup wajah gadis itu kemudian. Dengan mata yang terus

menatap lembut wajah Arra, Andrew menarik nafasnya dan berkata,

“Aku mungkin tak akan bisa pulang sering saat awal

kepindahanku di sana. Karena akan ada banyak hal yang harus aku tangani

langsung. Tapi aku janji akan selalu menghubungimu tiap hari, meskipun itu

hanya lewat pesan suara singkat. Aku akan pulang ke Oxford tiap minggu atau

bahkan tiga hari sekali jika memungkinkan. Tapi… seandainya ada satu hal yang

mengharuskan aku tak bisa pulang tepat waktu, aku pasti alan mengabarimu dengan

segera. Jangan lupa makan, kunci pintu dan jendela rumahmu dengan benar, pakai

pakaian hangat dan jangan pulang terlalu larut selama aku tak ada disini.

Pulanglah lebih awal dari toko, dan jangan sembarangan senyum atau menyapa

orang lain yang tak kau kenal…”

Andrew meneteskan air matanya, melihat kilatan mata

Arra yang pasti akan dia rindukan.

“Aku akan menitipkanmu pada perawat Jane, dia akan

menjengukmu beberapa kali. Dan kau bisa menghubunginya dan aku, saat kau butuh

sesuatu atau terjadi sesuatu padamu. Apapun itu, kapanpun, dan dimanapun.

Jangan ragu untuk memberitahuku. Kau paham kan?” pesan Andrew pada Arra.

“Iya, aku paham…”

Andrew kini menarik Arra ke dalam pelukannya dan

mencium kening juga puncak kepala gadis itu dan membuat hati juga tubuh Arra

terasa begitu hangat meskipun angin dingin terus berhembus menerpa tubuhnya.

“Aku mencintaimu sayang… sangat mencintaimu…” ucap

Andrew sembari terisak.

“Aku juga, mencintaimu… Andrew…” jawab Arra dengan

tulus. Gadis itu membalas pelukan Andrew dan mengusap lembut punggung lelaki

yang masih terisak itu.

“Aku pasti akan sangat merindukanmu,” ujar Andrew.

“Kapan kau berangkat ke London?” tanya Arra.

“Minggu depan, kalau semua berkas kepindahanku sudah

selesai… kenapa?”

“Ayo kita berkencan. Menghabiskan banyak waktu

bersama sebelum kau pindah dan sibuk di sana. Mengambil foto yang banyak untuk

kau bawa ke London nantinya. Bagaimana?” tanya Arra.

“Kau mau kita berkencan?” Arra mengangguk dan Andrew

tersenyum tipis.

“Ayo kita berkencan. Aku akan mengosongkan semua

jadwalku sampai waktu kepergianku nanti. Sampai saat itu, tidak akan ada yang

bisa mengganggu kita,”

“Janji?” tanya Arra meyakinkan.

“Janji sayang, aku akan sepenuhnya milikmu dan

begitu juga sebaliknya.” Arra menarik tubuh Andrew dan mengecup pipi Andrew.

“Aku sangat menyukainya. Aku tak sabar untuk besok!”

seru Arra.

“Besok? Siapa bilang, kalau itu besok?” kata Andrew.

“Hngg? Bukan besok? Lalu?” Arra terlihat cukup

bingung.

“Sekarang juga. Kita akan mulai kencan manis kita

malam ini, dimulai dengan…” Arra menunggu dengan hati berdebar.

“Makan malam di pasar malam yang ada di sungai

Thames dan aku akan menggendongmu pulang sampai ke rumah, lalu… aku akan

menemanimu sampai kau tertidur…” lanjut Andrew.

Arra pun tersenyum mendengar penjelasan Andrew dan

mengangguk penuh semangat. Tangannya segera di ulurkan dan Andrew meraihnya

lalu mengecupnya dan dia berlutut di hadapan Arra.

“Naiklah ke punggungku. Aku akan membawamu kemanapun

kau mau,” ujar Andrew.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel