Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

#####8

Tati dibuat terkagum-kagum saat memasuki kamar hotel yang akan dia dan Naya tempati. Tak pernah sekali pun dia membayangkan akan tinggal di kamar hotel yang mewah. Merasakan kasur empuk dan selimut yang lembut.

"Nek, mandi dulu. Selesai Nenek mandi, kita makan bareng," ucap Naya. Tati mengangguk. Masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Namun, memang pada dasarnya Tati itu sudah tua dan belum pernah merasakan hidup mewah. Dia tidak tahu bagaimana cara menggunakan bath tub dan shower.

Naya terkikik geli dengan kepolosan neneknya yang sudah tua renta itu. Dengan senang hati, Naya pun membantu Tati. Memberitahu neneknya itu bagaimana cara menggunakan shower.

Selama menunggu neneknya mandi, Naya menyiapkan pakaian untuk neneknya. Dia juga sudah meminta makanan pada pria yang berjaga di depan pintu. Perutnya sudah lapar sejak di rumah sakit tadi. Dan Naya yakin, neneknya juga.

Rama tadi hanya mengantar mereka sampai depan hotel. Setelahnya, dia pergi entah ke mana. Katanya sih, dia akan mengurus semua hal untuk pernikahan mereka.

Rama juga sudah mendiskusikan konsep pernikahan mereka pada Naya. Rama tidak akan mengadakan pesta besar-besaran. Cukup akad dan pesta kecil di rumah yang akan mereka tempati. Naya hanya bisa setuju saja. Tak mungkin juga dia meminta lebih. Mengingat dia dan Rama menikah kontrak.

Memang, sejak remaja Naya sudah membayangkan pernikahannya yang indah dan romantis. Yang akan membekas dalam ingatan. Namun, mimpi itu harus dia kubur dalam-dalam. Keadaan dan situasi jelas tak mendukung mimpinya. Yang penting baginya untuk sekarang hanya bisa hidup dengan baik.

Melihat sikap Rama, Naya jadi bisa mengobati hatinya sendiri. Dalam pikiran Naya, mungkin nantinya Rama tidak akan bersikap otoriter dan egois. Bisa saja, Rama cenderung cuek dan masa bodo. Itu bisa membuat Naya sedikit tenang. Kehidupan pribadinya tidak akan dicampuri oleh Rama.

Namun, ada satu hal yang menjadi pertanyaan bagi Naya. Saat mendiskusikan konsep pernikahan, Rama memperingatinya. Katanya, Naya jangan bersikap terlalu ramah pada keluarga Rama sendiri. Harus bersikap cuek dan seperlunya. Kalau bisa, katanya Naya tak usah memberikan senyuman pada mereka.

Naya jelas merasa heran mendengar peringatan dari Rama itu. Naya pikir, Rama akan menyuruhnya untuk bisa bersikap baik terhadap keluarga Rama sendiri. Nyatanya, pemikiran Naya salah.

Sibuk memikirkan tentang Rama, Naya sampai tak sadar kalau neneknya sudah selesai mandi. Gantian, kini Naya yang memakai kamar mandi. Dia juga butuh air untuk membersihkan tubuhnya yang lengket oleh keringat.

"Nek, Naya mau mandi dulu. Kalau nanti ada yang ketuk pintu, buka saja. Itu mungkin orang yang mengantarkan makanan," pesan Naya. Tati mengangguk, paham akan ucapan Naya. Naya pun segera masuk ke kamar mandi. Tak lupa mengunci pintu.

***

Selesai mengantarkan Naya dan neneknya ke hotel, Rama memilih pulang ke rumah. Sebenarnya dia malas datang ke rumah itu lagi. Karena belakangan ini, dia juga tidur di hotel. Tapi, ada hal yang harus dia bicarakan dengan ayahnya. Makanya, mau tak mau Rama datang lagi ke rumah itu.

Tak mengucap salam ataupun sapaan, Rama langsung berjalan menuju ruang kerja ayahnya. Rama sempat berpapasan dengan Leo. Tapi, Rama tak menghiraukan keberadaan adik seayahnya itu. Rama memilih menganggap Leo tak pernah ada.

Seperti tahu akan kedatangan Rama, Tirawan sudah duduk di sofa dengan gaya santai dan secangkir teh hangat di tangannya. Dia tak terlalu kaget atau heran saat Rama masuk ke ruang kerjanya tanpa mengetuk pintu.

"Duduklah. Kita sudah cukup lama tak bertemu," ucap Tirawan pada Rama hang hanya diam.berdiri di dekat sofa.

"Ada apa?" Tirawan bertanya seraya menatap Rama yang selalu menampilkan wajah serius.

"Aku akan menikah. Aku sudah mengatur segala persiapannya," ucap Rama langsung tanpa basa-basi. Tirawan mengangkat sebelah alisnya mendengar itu.

"Kamu hebat bisa menemukan calon istri dalam waktu yang singkat," puji Tirawan.

"Jadi, di mana pestanya?"

"Aku tidak akan mengadakan pesta besar. Hanya akad dan pesta kecil saja di rumah yang akan aku tempati nantinya." Rama menjawab dengan lugas. Tanpa kesan lembut sedikit pun.

"Baiklah. Itu terserah padamu. Kapan pelaksanaannya?" Tirawan kembali bertanya. Sebenarnya, dia sudah bisa sedikit menebak bagaimana cara Rama menemukan calon istri secepat itu. Itu jelas karena ancaman hak waris yang dia lontarkan waktu itu. Karena jika berhubungan dengan perusahaan, Tirawan tahu Rama tak akan diam saja dan tak akan membiarkan Leo menang.

"Minggu depan."

"Baik. Nanti Ayah akan datang bersama ibu dan adikmu. Beritahu saja jadwalnya."

"Mereka bukan siapa-siapa bagiku," ucap Rama dengan tegas. Rahangnya mengeras, menahan amarah. Kedua tangannya pun mengepal erat, berusaha untuk menahan diri agar tak menggebrak meja di depannya.

Tirawan menatap Rama dengan serius. Kemudian, dia menghela pelan. Ah, Rama memang tak akan pernah bisa menganggap Wulan dan Leo dengan baik. Harusnya dia sudah tak aneh lagi dengan sikap Rama yang seperti itu.

"Minggu depan kamu akan menikah. Itu berarti, pernikahan kamu dan Leo hanya berjarak enam minggu saja. Tak terlalu jauh. Masalah jatuhnya hak waris perusahaan, akan ditentukan oleh keturunan. Siapa yang paling cepat punya anak, maka dia yang akan mengambil alih perusahaan," ucap Tirawan. Rama diam mendengar itu dengan sorot mata tajam. Tak mau berbicara banyak lagi, Rama memilih segera pergi dari sana. Tak menghiraukan panggilan Tirawan yang melarangnya untuk pergi.

Saat menuruni tangga, Rama menjadi sorotan para tamu yang duduk di sofa ruang tamu. Ternyata, itu adalah calon istri Leo dan keluarganya yang datang berkunjung. Mereka menatap Rama dengan tatapan aneh. Namun, Rama mengabaikannya. Memilih segera pergi dari rumah itu tanpa sepatah kata pun.

Luka hati yang dimiliki Rama terlalu dalam. Membuatnya susah memaafkan, apalagi melupakan. Kebencian dalam hatinya bertumbuh setiap hari untuk Tirawan, Wulan dan Leo.

Jika saja Wulan dan Leo tidak bertingkah seenaknya, mungkin Rama tak akan terlalu membenci mereka. Tapi tingkah mereka benar-benar keterlaluan. Mereka selalu saja bekerja sama untuk menyingkirkan Rama. Mereka egois dan serakah. Ingin Tirawan memberikan seluruh asetnya pada Leo. Padahal, Rama lebih berhak menerima semua harta Tirawan.

Namun, sebagai ayah Tirawan berusaha adil pada Rama maupun Leo. Jika dia berat pada Leo, tentu dia tak akan memberi kesempatan pada Rama untuk mencari istri dan punya anak.

Sebenarnya, hati kecil Tirawan juga lebih percaya jika perusahaan dipegang oleh Rama. Namun demi menghargai Wulan, Tirawan memberikan pilihan pada kedua anaknya. Siapa cepat, dia dapat.

Tujuan Tirawan mengatakan itu juga karena dia ingin melihat Rama hidup bahagia dalam rumah tangganya. Tirawan jelas merasa bersalah jika saja Rama memutuskan untuk tak akan menikah. Dan dia lega saat mendengar kabar bahwa Rama akan segera menikah.

Tirawan tak peduli siapa calon istri Rama dan bagaimana latar belakangnya. Baginya, Rama mau pun sudah cukup. Setidaknya, dengan begitu rasa bersalahnya terhadap Rama bisa sedikit berkurang. Ya, walaupun mungkin, Rama tak akan pernah bisa memaafkannya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel