Bab 7 Mempermalukan Diri Sendiri
Larut malam.
Alvin dan Elisa berjalan ke kamar tidur.
Mereka adalah suami dan istri, seharusnya mereka tidur dalam satu kamar dan ranjang yang sama.
Hanya saja mereka berdua terlihat seperti tidak ada bedanya dengan baru pertama kali kenal, lalu tiba-tiba harus tidur di ranjang yang sama, bagi siapapun pasti akan merasa aneh.
Terutama Elisa, dia bahkan belum pernah tidur bersama dengan seorang wanita, apalagi tidur bersama dengan seorang pria yang 'baru kenal'.
Meskipun pria ini adalah suaminya.
Alvin tidak ingin mempersulitkannya, dia mengambil selimut dan membentangkannya di lantai.
"Apa yang kamu lakukan?" Tanya Elisa.
"Kamu tidur di ranjang, dan aku akan tidur di lantai."
"Ini……"
"Jangan khawatir, selama menjadi tentara dalam beberapa tahun ini, aku sudah terbiasa tidur di lantai."
Elisa tidak banyak bicara, dia mematikan lampu, dan naik ke tempat tidur.
Di tengah malam yang gelap, Alvin tiba-tiba berkata, "Maaf."
Elisa terkejut, dia tidak menyangka Alvin akan mengatakan kata-kata seperti ini kepadanya.
Alvin melanjutkan: "Selama aku menjadi tentara dalam beberapa tahun ini, aku merasa bersalah terhadap dua orang, satunya adalah Adikku, dan yang satunya lagi adalah kamu. Jika aku bisa lebih cepat kembali, Alvan tidak akan mati, jika aku lebih cepat kembali, kamu tidak perlu menanggung begitu banyak penderitaan."
Dalam sekejap, air mata yang telah ditahan selama bertahun-tahun ini mengalir dari mata Elisa.
Selama lima tahun ini, setiap hari dia telah mengalami berbagai jenis desas-desus, berkali-kali dia telah menderita, bahkan tidak ada orang yang bisa diajak bicara olehnya, dan dia hanya bisa mencari tempat yang tidak ada orang untuk menangis.
Dia sangat lelah.
Alvin berkata: "Tapi kamu jangan khawatir, aku sudah kembali, dan aku tidak akan membiarkanmu menderita lagi, ini adalah janji seorang pria kepadamu."
Dia tidak bisa menebus bersalahnya kepada Adiknya, tetapi setidaknya dia berusaha menebus kekurangan terhadap istrinya.
...
Keesokan pagi harinya.
Alvin bangun pagi-pagi, dia mengenakan pakaiannya, dan membangunkan Elisa.
"Buat apa bangun sepagi ini?"
"Hadir dalam acara upacara."
Elisa tercengang, "Upacara apa?"
"Hari ini adalah upacara pemgambilan ahli Ketua penanggung jawab Natusea, aku meminta teman untuk mendapatkan dua kualifikasi, kamu ikut aku pergi untuk melihat."
Elisa kaget, dia sudah bertanya kepada Ebrahim, katanya kualifikasi dalam upacara pengambilan ahli sangat ketat, bahkan Ebrahim, seorang karyawan lama yang telah bekerja di departemen pemasaran selama lebih dari 20 tahun pun harus melewati seleksi baru bisa mendapatkan kualifikasinya.
Orang biasa jangan berharap bisa mendapatkannya.
Sangat sulit untuk mendapatkan kualifikasi, apalagi mendapatkan dua kualifikasi pada saat yang sama, mungkin hanya orang-orang yang memiliki jabatan seperti Farrel baru bisa mendapatkannya dengan mudah.
Tetapi melihat ekspresi Alvin sepertinya bukan sedang bercanda.
Dengan ragu-ragu, Elisa mengenakan pakaiannya, dan buru-buru sarapan, lalu kemudian dia mengantar Alvin ke gedung tempat upacara pengambilan ahli.
Saat ini semua mobil yang diparkir di sini adalah mobil mewah yang bernilai milyaran, mewakili martabat identitas para hadirin.
Mobil Elisa parkir di tempat ini terlihat tidak cocok.
"Alvin, apakah kamu yakin kita memenuhi syarat untuk masuk?" Elisa menyatakan keraguannya lagi, dia khawatir nantinya jika sampai membuat kesalahan akan sangat memalukan.
"Percaya saja padaku."
Alvin memimpin Elisa menuju ke pintu gedung, tetapi pada saat ini, ada tiga sosok berjalan dari belakang.
"Yo, kakak Pertama, kakak ipar, kalian lihat siapa itu?"
Begitu Elisa mendengar suara, dia sudah tahu kalau orang itu adalah Kakak Keduanya, Jordy, dia membalikkan badan dan melihat Jordy, Ariska serta Farrel berjalan ke arah sini.
Jordy berkata dengan senang, "Benar-benar kebetulan sekali bisa bertemu di tempat seperti ini, yo, masih membawa orang aneh itu? Kenapa kalian berdua datang ke sini?"
Alvin berkata dengan santai, "Datang ke sini bukankah hanya untuk hadir dalam upacara pengambilan ahli?"
Jordy tertegun dan memandang Farrel, "Kakak ipar, apakah kamu memberikan kualifikasi kepada mereka berdua?"
Farrel melambaikan tangannya, "Berdasarkan otoritasku, aku hanya bisa mendapatkan paling banyak tiga kualifikasi."
"Oh?" Jordy bertanya lagi: "Kalau begitu Ebrahim yang mendapatkannya?"
Farrel tersenyum menghina, "Dia siapa? Kualifikasinya sendiri masih harus memberi hadiah kepada pemimpin untuk mendapatkannya, apa haknya mendapatkan kualifikasi untuk memberikan kepada orang lain?"
Mendengar ini, Jordy tersenyum.
"Kalau begitu, adik, kamu tidak berkualifikasi untuk masuk, lalu kalian datang ke sini untuk hadir dalam upacara pengambilan ahli apaan? Apakah kalian kira ini pasar sayur, bisa masuk dengan sesuka hati kalian?"
Elisa mengerutkan kening, sebenarnya dia juga curiga apakah dua kualifikasi Alvin ini asli atau palsu.
Sekarang begitu mendengar Farrel mengatakan kualifikasi sangat sulit untuk di dapatkan, dia lebih curiga lagi.
Saat ini, Alvin maju selangkah dan berkata dengan santai: "Kami tahu apakah kami berkualifikasi atau tidak, tidak seperti kalian, bahkan tidak tahu apakah kalian berkualifikasi untuk masuk atau tidak, benar-benar sangat menyedihkan."
Kata-kata ini jelas ditujukan kepada Farrel mereka bertiga.
Jordy merasa tidak senang, "Sialan, apa yang kamu katakan? Jangan mengira kamu telah masuk ke Keluarga Soehadi kami, kamu sudah menjadi anggota keluarga Soehadi kami, beraninya kamu berpura-pura hebat denganku lagi, percaya atau tidak, aku akan memukulmu?"
Farrel mengulurkan tangan dan menghentikan Jordy.
"Ini bukan tempat untuk membuat masalah, ada masalah, tunggu pulang ke rumah baru dibicarakan."
"Aku mengerti, Kakak ipar."
Farrel melirik Alvin dengan sangat menghina, "Menjadi manusia, yang paling penting adalah memiliki pengetahuan diri. Tidak memperkirakan kemampuan sendiri dan sok menjadi hebat hanya akan mempermalukan dirimu sendiri."
Setelah selesai berbicara, dia berjalan menuju ke pintu masuk utama gedung.
Ariska berjalan ke arah Elisa dan membujuknya dengan 'niat baik': "Adik, suamiku adalah seorang tentara, temperamennya agak tidak bagus dan suka berbicara kasar, kamu jangan kaget. Tetapi kamu juga, jangan membawa dia ke mana- mana untuk di permalukan hingga membuatmu ikut menderita. Aku sudah mau masuk untuk menghadiri upacara pengambilan ahli, jadi aku tidak berbicara banyak denganmu lagi, kamu pulanglah dulu."
Di permukaan, kedengarannya bagus, tetapi sebenarnya itu memilukan.
Ketika Ariska membalikkan badan dan berjalan pergi, wajahnya penuh dengan senyum kemenangan.
Sejak dari kecil dia selalu di kalahkan oleh Elisa, dan dia tidak pernah menyalahkan Elisa secara langsung dengan begitu senang, kali ini berkat dia telah menikahi seorang pria idamannya sendiri.
Wajah Elisa menjadi gelap, dia berdiri terdiam lama dan tidak bergerak.
Berada di rumah baik-baik saja, mengapa dirinya harus datang ke tempat seperti ini untuk dipermalukan?
"Ayo pergi," kata Alvin dengan ringan.
"Pergi? Mau pergi ke mana? "Kata Elisa dengan nada kasar.
"Bukankah aku sudah bilang? Pergi hadir dalam upacara pengambilan ahli."
"Apakah kamu masih belum puas?!" Akhirnya Elisa tidak bisa menahan diri, "Aku tidak menyalahkanmu atas ketidakmampuanmu, tetapi bisakah kamu berjuang sedikit, jangan selalu mengejar tujuan yang jauh lebih dari kenyataan dan sok-sok hebat. Kamu seperti ini bukannya membuatku senang, malah sebaliknya akan membuatku semakin merendahkanmu!"
Pada saat yang sama, mata orang-orang yang ada di sekitarnya memandang mereka.
Alvin berdiri di tempatnya.
Tiga detik kemudian, dia tersenyum dan berkata perlahan-lahan, "Elisa, tolong percaya padaku sekali saja. Kalau aku tidak bisa membawamu masuk, aku akan segera pulang dan bersedia bercerai denganmu."
Elisa tercengang, kata-kata ini terlalu kejam, dan Alvin sama sekali tidak sepertinya sedang bercanda.
Dia serius.
Setelah ragu-ragu, Elisa mengigit bibirnya, "Baik, aku akan memberimu satu kesempatan!"
Dia melangkah menuju ke pintu masuk utama gedung.