Bab 4 Berdiri Dulu
Memasuki lobi hotel, terlihat meja jamuan makan yang tertata rapi.
Mereka yang datang memakai emas dan perak, serta setelan mewah.
Mereka semua rata-rata memegang gelas wine dan berbicara dengan gembira.
Elisa membawa Alvin ke sebuah meja di tengah aula, lalu tersenyum pada seorang lelaki tua dan memanggilnya, "Kakek!"
Orang tua ini adalah Kepala Keluarga Soehadi yang sekarang---Jamar Soehadi.
Dia menyipitkan matanya, "Yoo, Elisa, kenapa kamu baru datang sekarang? Kakek sudah lama menunggu, Ayo cepat, duduk."
Dia memutar kepalanya lagi, melihat Alvin yang berada di sebelah Elisa, dan bertanya dengan bingung: "Siapa dia?"
Elisa menundukkan kepalanya dan berkata dengan sedikit kurang percaya diri: "Dia adalah suamiku, Alvin."
"Oh?"
Jamar memandang Alvin dari atas ke bawah, dan berkata, "Aku dengar kamu pergi menjadi tentara, tidak sangka kamu telah pulang hari ini, ayo, duduk."
"Terima kasih, Kakek."
Begitu Alvin duduk, Jordy Soehadi yang duduk di seberang meja, bertanya dengan aneh, "Adik ipar, kamu telah pergi selama lima tahun, bagaimana prestasinya?"
"Lumayan."
"Benarkah? Kalau begitu waktu kamu pulang, apakah ada mobil khusus untuk menyambutmu?"
"Aku tidak suka birokrasi, jadi tidak perlu."
Jordy tertawa, " Birokrasi? Haha, bisakah kamu berhenti berpura-pura? Segala sesuatu yang ada di tentara sudah di pastikan, apakah kamu mengatakan kamu tidak memerlukannya berarti itu sudah tidak perlu di laksanakan? Jangan-jangan Kamu kurang berkemampuan jadi kamu dipecat?"
Kerabat yang ada di depan meja memandang Alvin dengan mengejek, dan tatapan mereka penuh dengan penghinaan.
Alvin tidak banyak bicara.
Jordy mengira Alvin sedang ditusuk di tengah masalah hingga tidak bisa mengatakan apa-apa, dan dia terus berkata dengan aneh: "Tapi tidak apa-apa, keluarga Willys-mu masih ada Mirex Tech, meskipun prestasimu tidak bagus, kamu pulang pun juga tidak akan membuatmu mati kelaparan."
Menyebutkan hal ini, ekspresi Alvin sedikit berubah.
Elisa bahkan lebih marah lagi.
Masalah Mirex Tech telah tersebar luas dan Jordy tidak mungkin tidak mengetahui tentang bunuh dirinya Alvan dengan melompat dari sebuah gedung, dia mengatakan hal ini di depan umum hanya untuk mempermalukan Alvin.
Orang lain mengingatkan dengan berniat baik: "Jordy, hal konyol apa yang kamu katakan? Mirex Tech telah lama menjadi milik Alex, apa hubungannya dengan keluarga Willys?"
"Oh, oh, iya." Jordy memandang Alvin dan berkata sambil tersenyum, "Maaf, ingatanku buruk, aku lupa."
Dia menepuk dadanya dan berkata: "Tapi jangan khawatir, meskipun kamu tidak memiliki prestasi yang bagus, dan perusahaan juga sudah tidak ada, kamu juga tidak akan mati. Aku sebagai Kakak Kedua pasti akan menjagamu. Aku lihat fisikmu cukup bagus, bagaimana kalau kamu datang ke perusahaanku untuk menjadi penjaga keamanan atau penjaga pintu, aku akan membayarmu gaji dengan senilai dua belas juta perebulan?"
"Sudah cukup!"
Jamar berteriak, membuat Jordy menutup mulutnya.
"Semuanya adalah keluarga, lain kali kalau ngomong harus diperhatikan."
Dia memandang Alvin lagi, "Alvin, kondisimu sekarang tidak terlalu baik, aku harap kamu bisa lebih bekerja keras untuk mengejar ketinggalanmu. Kalau tidak, menurutku perjamuan keluarga berikutnya kamu tidak perlu datang lagi."
Jordy dan yang lainnya menyaksikan Alvin kehilangan martabat.
Wajah Elisa pucat, selama ini dia tidak pernah merasa begitu malu.
Sedangkan Alvin, dia sudah memulihkan ketenangannya, tidak ada kemarahan atau kesedihan di wajahnya, seolah-olah apa yang dikatakan orang lain tidak ada hubungan dengannya.
Jamar menatapnya dan menepuk meja dengan marah, "Anak muda yang tidak bisa di ajarin!"
Pada saat ini, ada suara bunyi klakson di luar hotel.
Lebih dari selusin mobil BMW putih membentuk antrean panjang dan melaju ke depan pintu hotel, mobil yang ada tengah adalah Bentley perak hitam senilai lebih dari dua milyar menunjukkan identitas bangsawan.
"Kakak perempuan pertama dan Kakak ipar sudah datang!" Jordy berdiri dengan gembira, dan dia tidak lupa berbalik badan untuk menyindir Alvin: "Kakak ipar juga pulang dari menjadi tentara, kamu lihat kemegahan dalam bentuk ini, kalian sama-sama menjadi tentara, kenapa perbedaanya begitu besar? Masih bilang tidak suka birokrasi, hehe, kalau kamu menyukainya, apakah ada yang peduli denganmu? Apalagi konvoi! "
"Jangan banyak omong kosong, ikut aku untuk menjemput kakak perempuan Pertamamu dan Kakak iparmu."
Jamar berdiri dan berjalan menuju ke arah pintu, yang lain juga berdiri dan menyusul, membuat lelaki tua itu menyambut secara pribadi, ini menunjukkan identitas mulia dari orang tersebut.
Ketika tiba di depan pintu, Jamar berdiri diam.
Pintu mobil Bentley terbuka, Ariska Soehadi meraih lengan suaminya yaitu Farrel Tanata turun dari mobil.
"Ayah, kenapa Ayah datang untuk menyambut kami? Ini benar-benar telah meninggikanku," kata Farrel dengan kasar.
"Haiyahhh, kamu adalah wakil komandan medan perang, bukankah sudah seharusnya aku sebagai rakyat biasa keluar untuk menyambutmu?"
"Ayah, jangan berkatakan begitu, ayo cepat masuk ke dalam, jangan sampai kedinginan."
"Ayo masuk ke dalam."
Sekelompok orang mengelilingi Farrel, mereka menyambutnya masuk kedalam ruanggan seperti bintang fans.
"Ayo, Farrel, Ariska, duduk di sebelahku."
Lelaki tua ini sangat senang menyambut Farrel dan Ariska untuk duduk di sebelahnya, wajahnya tersenyum sepanjang waktu, sikap yang baru saja dia perlakukan terhadap Alvin bagaikan dunia yang berbeda.
Ada sepuluh kursi di depan meja, dari awal tidak menyangka Avin akan datang, jadi kurang satu kursi.
"Yoh, kurang satu kursi," kata Jordy.
Jamar melirik dengan santai, dan berkata dengan ringan, "Alvin, kamu berdiri dulu, nanti suruh pelayan membawakan kursi untukmu."
Nada suaranya terdengar polos, dan dia sama sekali tidak menghargai Alvin.
Elisa mengepalkan tinjunya dengan marah, tetapi dia tidak berdaya.
Alvin tersenyum masam, dia bangkit dan berdiri di dekat meja.
Jamar berbicara dan tertawa dengan Farrel, dia terus bertanya tentang situasi pada akhir-akhir ini, barusan tadi dia sama sekali tidak membicarakan kekhawatirkan Alvin.
Perbedaannya terlihat dengan sangat jelas.
Setelah berbicara sebentar, kakak Pertama yaitu Ariska menunjuk Alvin dan berkata, "Adik, ini adalah suamimu yang pergi menjadi tentara---Alvin, bukan?"
"Emmm."
"Ngomong-ngomong, ini pertama kalinya aku bertemu dengannya, kenapa tidak ada orang yang memperkenalkannya?"
Jordy tersenyum dan berkata, "Buat apa menmperkenalkannya? Keluarganya sudah runtuh, gagal menjadi tentara, dan bahkan tidak memiliki pekerjaan, masih harus bergantung pada keluarga Soehadi Kita untuk bertahan hidup. Orang yang tidak berguna seperti ini buat apa di perkenalkan? Takutnya akan menodai matamu."
"Oh? Begitu menyedihkankah?"
Ariska sangat senang, sejak dari kecil dirinya tidak sebaik Elisa.
Prestasi tidak sebanding, penampilan dan tubuh bahkan lebih berbeda, Elisa selalu mengalahkannya dari berbagai aspek, sekarang akhirnya dia memiliki kesempatan untuk melampiaskan amarahnya.
Dia mengambil lengan suaminya, Farrel, dan berkata dengan manja: "Suamiku, bukankah kamu juga menjadi seorang tentara? Melihat kalian sama-sana pernah menjadi tentara, bagaimana kalau kamu mencarikan pekerjaan untuknya di medan perang?" "
Farrel mengerutkan kening, "Kata-kata konyol apa yang kamu katakan? Tidak semua orang bisa memasuki medan perang, terutama medan perang kami, tanpa adanya level tertentu, tidak akan bisa untuk masuk."
Farrel menoleh dan memandang Alvin, kemudian dia bertanya, "Apa peringkatmu sekarang?"
Alvin mengucapkan dua kata dengan ringan: "Dewa Perang."