Bab 15 Apakah Berani Bertaruh?
Alvin menutup telepon, dan berkata dengan ringan, "Dia bilang di akan antar ke sini dalam sepuluh menit lagi."
"Puff... berpura-pura, teruslah berpura-pura, seperti benar saja." Gaston menunjuk kepalanya sendiri dengan jarinya, "Kalau hari ini kamu bisa mendapatkan sekeranjang berlian, dan semuanya mirip dengan yang milikku, maka aku akan memenggal kepalaku untuk dijadikan kursi buat kamu duduk. Jika tidak, kamu harus meninggalkan Adik Elisa."
Elisa mengerutkan kening, "Apa yang kamu bicarakan?"
Gaston menatap Alvin, "Bagaimana? Jika kamu laki-laki, bertaruh saja denganku, oke?"
Alvin terdiam.
Elisa menarik lengan bajunya Alvin, "Tidak usah pedulikan orang seperti ini."
Ketika Gaston melihat Alvin tidak berbicara, dia menjadi lebih arogan, "Haha, aku telah mengungkap kebohonganmu, jadi kamu tidak berani bertaruh, bukan? "
Alvin menggelengkan kepalanya, "Tidak, aku hanya merasa jika aku harus memenggal kepalamu karena hal kecil ini, aku merasa sedikit tidak enak."
"Pehhh ..."Gaston berdiri, "Alvin, kurangi membualmu, aku tanya padamu, apakah kamu berani bertaruh?"
"Kalau begitu, bertaruhlah."
Gaston tersenyum dengan mata terbuka, seolah-olah dia telah melihat adegan Alvin menceraikan Elisa.
Saat ini...
Ponsel Alvin berdering lagi.
"Barangnya sudah datang, kalian tunggu aku beberapa menit."
Alvin berdiri dan berjalan keluar pintu, Gaston berteriak dari belakang: "Hei, kita semua akan menunggumu, kamu jangan mengambil kesempatan untuk menyelinap pergi."
Melihat Alvin pergi, Elisa dan Sully berkeringat.
Sekeranjang berlian?
Jangankan Alvin, bahkan toko perhiasan terdekat pun tidak bisa mengeluarkannya dalam sekejap waktu.
Jika kali ini dia kalah taruhan, apakah mereka benar-benar akan bercerai?
Setelah beberapa saat kemudian, Alvin telah kembali.
Dia memegang keranjang di tangan kanannya, dan keranjang itu ditutupi dengan kain merah tua.
Alvin berjalan ke arah mereka, dia meletakkan keranjang di atas meja kecil, lalu mengulurkan tangan untuk membuka kain merah, dan memperlihatkan berlian cerah seukuran telur angsa!
Masing-masing terlihat bersinar, jernih, dan lebih besar dari milik Gaston.
Seluruh keranjang penuh dengan berlian, diperkirakan ada ratusan biji!
Cahaya menyinari berlian, membiaskan sinar cahaya, dan memantulkan kemegahan ruangan ini.
"Tidak, ini tidak mungkin."
Gaston mengulurkan tangannya dan menarik berlian yang berada di permukaannya, dia mencoba melihat apakah bagian bawahnya dilapisi oleh batu atau tidak, namun dia terkejut.
Tidak hanya permukaan, bawahnya pun juga berlian semua.
Ini benar-benar sekeranjang berlian, tidak ada batu satu pun.
Sully mengambil beberapa dari mereka dan mengamatinya di telapak tangannya dengan hati-hati, sebagai seorang wanita, dia cukup pandai dalam berlian, setelah pengamatan berulang kali, dia menyadari ini benar berlian asli.
"Hebat, luar biasa, berapa nilai sekeranjang berlian ini?"
"Bahkan jika sebiji rata-rata enam ratus juta, maka seratus biji ini lebih dari enam puluh milyar."
"Alvin, di Perbatasan Barat, benaran tidak ada orang yang menginginkan berlian ini, dan benarkah mereka ada di sepanjang jalan?"
Alvin mengangkat bahu.
"Benar, di Perbatasan Barat, semua orang hanya peduli makanan, minuman, dan pakaian, barang seperti ini ada di mana-mana, sudah terbiasa."
Sully bertanya dengan bingung: "Lalu mengapa tidak ada yang mengambilnya?"
"Jika memiliki nyawa untuk mengambilnya, belum tentu memiliki nyawa untuk membawanya pulang. Lagipula lagi, membawa barang-barang seperti ini, tidak peduli mau melakukan tugas apa akan sangat merepotkan, dan persyaratan untuk bertahan hidup akan menjadi lebih tinggi."
"Ternyata begitu."
Sully menghela nafas berulang kali, dan bertanya mengapa Alvin tidak mengambil beberapa dari mereka, jika dia mengambilnya bukankah dia akan menjadi orang kaya?
Sebenarnya, jika Sully tahu gelar Alvin dan tahu berapa banyak aset yang di milikinya, dia tidak akan menghela nafas seperti ini.
Dibandingkan dengan aset Alvin saat ini, sekeranjang berlian ini tidak mencapai sepeser pun, hanya dapat dibilang setetes air di lautan.
Gaston sangat cemas.
Barusan tadi dia bilang Alvin membual, hasilnya Alvin benar-benar mengeluarkan sekeranjang berlian, dan Gaston merasakan sakit di wajahnya.
Elisa mendengus dingin, "Ngomong-ngomong, seingat aku tadi ada orang yang bilang, jika ada sekeranjang berlian, dia akan memenggal kepalanya untuk dijadikan kursi buat duduk?"
Gaston menelan ludah, "Itu hanya bercanda, bagaimana bisa menganggapnya serius?"
Alvin berkata dengan muram, "Pria sejati harus menepati janjinya."
Gaston menatapnya dengan dingin, lalu terkekeh, dan mencondongkan lehernya ke depan, "Baik, aku akan menepati janjiku, dasar sialan, ayo penggal!"
Elisa mengejek, "Tidak tahu malu!"
Tiba-tiba……
Alvin menekan kepala Gaston dengan tangan kirinya, dia menekannya di atas meja dengan kuat, lalu mengambil pisau buah yang ada di atas meja dengan tangan kanannya, dan menebasnya ke arah lehernya!
Suasana menjadi sunyi.
Melihat pisau yang diturunkan, kaki Gaston menjadi lemah, dan ada cairan berlumpur yang mengalir di antara kedua kakinya, sangat bau sekali.
Terdengar suara keras, pisau buah itu menancapkannya di atas meja tepat di lehernya Gaston
Ujung pisau mengores lehernya, meninggalkan luka dangkal, dan darah mengalir di meja.
Gaston berbaring di atas meja seperti mayat, tidak berani bergerak.
Alvin berkata dengan acuh tak acuh: "Lain kali, pisauku tidak akan berbelok. Kamu pergilah."
"Pergi, aku akan pergi sekarang."
Gaston mana mungkin berani berbicara omong kosong, dia berdiri lalu menyentuh lehernya, kemudian dia berjalan menuju ke arah pintu, dan berlari keluar dari rumah Keluarga Soehadi, di depan pintu dia hampir menabrak Ebrahim yang sudah pulang dari membeli sayuran.
"Eh, Gaston, buat apa kamu buru-buru pergi? Tinggallah untuk makan malam?" kata Ebrahim dengan bingung.
Tanpa melihat ke belakang, Gaston melarikan diri seperti mau terbang.
Ebrahim perlahan-lahan masuk ke dalam rumah, "Ada apa dengan Gaston?"
Sully meliriknya, "Gaston apaan? Dia itu bajingan. Mulai sekarang, jangan bawa orang seperti itu pulang ke rumah, melihatnya saja membuat orang merasa jijik."
"Ehhh……"
Ebrahim melihat sekeranjang berlian yang ada di atas meja, mulutnya tidak bisa menutup karena terkejut, "Apa ini?"
Sully berkata: "O iya, Alvin, kamu segera mengembalikan sekeranjang berlian yang kamu pinjam ini, jika berlian ini hilang, kita tidak mampu membayarnya."
Alvin mengangkat bahu, "Tidak masalah, lagipula ini barang punggutan."
"Kamu tidak boleh berkata begitu, kamu harus segera mengembalikannya."
"Baiklah kalau begitu."
Alvin mengembalikan berlian itu dan beberapa menit kemudian dia pulang ke rumah, ekspresi wajahnya terlihat sedih.
Sully melihat ada yang aneh jadi dia bertanya, "Alvin, ada apa denganmu? Kondisimu tidak terlalu baik, Apakah ada orang mengatakan hal-hal buruk tentangmu?"
Alvin menghela nafas, "Ayah, Ibu, Elisa, aku butuh bantuan kalian."
"Katakan saja, tidak usah sungkan."
"Lima hari lagi adalah hari ulang tahun Alvan, aku ingin mengundang kalian untuk hadir untuk pergi berdoa bersama."
Ebrahim berkata, "Masalah ini. Aku adalah teman sekolah dan teman lama Ayahmu, kamu juga menantuku, adanya emosinal dan rasional, dalam acara kegiatan berdoa untuk Alvan, Keluarga Soehadi kami sudah seharusnya hadir. Kamu jangan khawatir, lima hari kemudian, kami pasti akan hadir."
"Terima kasih, Ayah. Kalau begitu aku akan menelepon Kakek dan lainnya untuk memberitahu hal ini kepada mereka."
Ebrahim dan Sully saling memandang, lalu berkata dengan nada rendah, "Yang lainnya, menurutku lebih baik lupakan saja."