Bab 8 Maniak Gila
Bab 8 Maniak Gila
"Saya Rayhan, manager HRD yang akan menilai kinerja kalian selama magang di sini," ucap lelaki itu kemudian.
Kayla berdecak. Tak sadar bahwa decakkannya amat keras sehingga beberapa pasang mata di ruangan itu segera terarah padanya. Dia meringis, malu karena menjadi pusat perhatian.
"Ada apa? Apa ada masalah?" Pemuda bernama Rayhan yang akan menjadi atasan Kayla selama tujuh bulan ke depan itu menatapnya dengan sebuah senyum yang entah mengapa seperti memiliki makna tertentu.
Kayla menggeleng dengan ringisan pelan.
"Oke. Kalau begitu, kalian ikut Mbak Gita," ucap Rayhan di depan usai memberikan berbagai instruksi. "Kecuali kamu... Kayla?" lanjutnya, diakhiri tanya.
Kayla menunjuk dirinya sendiri sambil bergumam, "Saya?" tanyanya.
Rayhan mengangguk sebagai jawab. Lalu, berakhirlah Kayla di sana. Di ruangan berukuran 5×4 meter itu berdua bersama Rayhan.
"Iya, ada apa ya, Pak?" tanya Kayla, berpura-pura lugu dan bersikap tidak pernah ada yang terjadi pada keduanya, persis seperti apa yang Rayhan lakukan.
Sebuah kekehan kecil keluar dari bibir seksi Rayhan akhirnya. Pria itu lalu duduk di kursi depan dan menatap Kayla lurus.
"Santai saja, saat ini kita hanya berdua, kok," katanya dengan nada ringan.
Kayla menarik napas panjang seraya memejamkan mata, kemudian membukanya kembali dan melayangkan tatapan tajam pada Rayhan.
"Kamu?!" ucapan Kayla tersekat. Dia kembali mengembuskan napas keras-keras. "Aku tidak tahu kenapa takdir sepicik ini mempertemukan aku dengan kamu lagi. Tapi, sumpah, tolong anggap kita tidak pernah bertemu sebelumnya."
Kayla sebenarnya ingin bicara lebih kasar dari ini. Tapi dia tidak bisa. Dia takut kalau Rayhan akan membuatnya berakhir menyedihkan dengan nilaian buruk yang akan diberikan nanti. Bagaimana pun, ini adalah hidup dan matinya.
"Hei?" Rayhan terkekeh sumbang. "Bagaimana bisa? Setelah kamu mencium dan menyentuh jimat pusaka kebanggaanku?"
"Yak!" pekik Kayla, maju dan menutup mulut Rayhan dengan tangannya buru-buru. "Kamu gila apa?" desisnya.
Rayhan menurunkan tangan Kayla dari mulutnya, lalu meremas tangan itu menggoda. Jelas saja Kayla langsung menepisnya seraya menatap dengan horror.
"Aku bisa memberi nilai bagus buat kamu," ucap Rayhan. Dia berdiri, mendekat pada Kayla dan hendak menyentuh wajah mungil Kayla dengan tangannya. Tapi, Kayla segera mundur.
"Dasar gila!" Kayla akhirnya tidak tahan untuk tidak menghardik lelaki itu.
Rayhan tertawa. "Aku hanya menawarkan kemudahan untuk kamu. Tidak usah sampai sebegitunya juga."
"Kamu pikir aku perempuan seperti apa, huh?"
"Perempuan cantik yang mencium bibirku di hotel lalu memegang—"
"Stop!" jerit Kayla. "Kamu. Benar-benar. Gila." Kayla berujar pelan tetapi penuh penekanan di setiap katanya.
Rayhan tersenyum lagi. Kembali duduk seraya menopang kaki, sementara tangannya bersedekap di dada dan menatap Kayla dengan jenaka.
"Jadi, kamu memilih jalan yang sulit ketimbang mudah?" tanya lelaki itu. Ketika tak ada jawab dari Kayla, Rayhan tertawa pelan. "Oke, kalau begitu."
Rayhan berdiri lantas berjalan menuju pintu. "Tolong buatkan kopi untuk saya. Americano panas. Kemudian jangan lupa untuk peserta rapat beberapa saat lagi. Tanya kopi apa saja yang mereka mau."
Kemudian dia berlalu begitu saja setelah memberikan seulas senyum setan yang membuat Kayla nyaris saja merobek bibir manis itu.
***
Kayla merebahkan kepalanya di atas meja. Merasa sangat lelah bekerja hari ini. Gila saja, dia di sini magang sebagai HRD, tetapi diperlakukan seperti asisten pribadi makhluk bernama Rayhan Artadiredja. Selain itu, pekerjaan utamanya tetap harus selesai. Dan, ya, pekerjaannya jadi double. Bagaimana mungkin Kayla tidak lelah? Dia bukan manusia super.
"Kay, kita pulang duluan, ya," ujar Adam dengan sebuah senyum lebar.
Melihat Adam yang wajahnya tidak terlihat stress sama sekali, membuat Kayla menjadi iri. Seharusnya dia juga bekerja seperti Adam, tanpa pekerjaan tambahan yang membuatnya merasa: terdampar di pulau terpencil lebih baik daripada harus mengerjakan hal-hal konyol yang ditugaskan Rayhan.
Ya, bayangkan saja, siang tadi Kayla disuruh membeli sepatu untuk keponakan Rayhan yang berusia tiga tahun untuk kado ulang tahun anak itu bulan depan. Yup, bulan depan! Se-kurang kerjaan itu oknum Rayhan sampai menyuruh Kayla membeli hadiah untuk bulan depan. Lalu, sudah pergi jauh-jauh, dia bilang sepatunya jelek. Padahal, Rayhan sendiri yang memilih karena jelas mereka melakukan video call ketika Kayla di toko.
Tak sampai di situ, usai beres dengan urusan sepatu setelah dua kali Kayla bolak-balik, Rayhan meminta Kayla untuk mencarikan perhiasan yang akan diberikan pada penghangat ranjangnya malam ini.
Dan Kayla merasa, HELL, KENAPA TIDAK SEKALIAN SAJA TADI?
Sungguh, Kayla nyaris saja membunuh Rayhan si brengsek itu.
Freya sudah jalan lebih dulu setelah memberikan anggukkan kecil dengan senyuman tipis, tanda bahwa dia pamit. Sementara Kayla masih duduk, karena dia harus memanage data yang ditugaskan oleh Mbak Gita tapi tidak sempat dia kerjakan karena seharian sibuk oleh tugas-tugas yang diberikan Rayhan.
‘Astaga, mengapa hidup orang lain begitu mudah?’ Keluh Kayla dalam hati.
Sekarang sudah hampir jam delapan malam, dan Kayla masih berkutat dengan komputer. Sementara yang lain mungkin sudah duduk-duduk manis di rumah, menonton televisi, tiduran, atau mungkin berkencan.
Lampu di beberapa ruangan sudah padam sempurna. Tanda bahwa sudah tidak ada lagi orang di sana. Hanya tersisa beberapa ruangan termasuk ruangan Rayhan yang lampunya masih menyala.
Kayla berharap bahwa pekerjaannya selesai sebelum Rayhan keluar dari kandangnya tersebut. Atau, dia akan ditugaskan melakukan sesuatu lagi. Tidak, cukup untuk hari ini. Kayla sudah terlalu lelah. Ini baru dua minggu dirinya magang, dan dia sudah semenderita ini.
"Kayla?"
"Shit!" Tanpa sadar Kayla mengumpat begitu panggilan itu terdengar olehnya. Dia lalu menoleh, tersenyum lebar dengan paksa. "Iya, Pak? Ada yang bisa saya bantu?"
Najis. Kayla mengumpat dalam hati. Dia bersikap baik dan lunak, padahal hatinya sudah ingin mencakar wajah sialan Rayhan setiap kali mereka bertatapan.
"Kebetulan sekali kamu belum pulang."
Mendengar kalimat itu saja sudah membuat Kayla menahan napas. Dia pasti akan menyuruhnya melakukan sesuatu lagi. Kayla sudah tidak tahan, sungguh.
"Tolong pergi ke butik depan, dong. Pesan jaket tebal. Di luar hujan soalnya, saya sensitif dengan udara dingin."
Kayla memejamkan matanya selama beberapa detik, berusaha meredam emosi. "Pak, saya di sini magang sebagai staf HRD, bukannya asisten yang bisa Bapak perintah sesuka hati," katanya.
"Atasan kamu siapa? Yang menilai kinerja kamu siapa?" Rayhan tanya.
"Tapi, apa saya harus mengerjakan hal-hal tidak masuk akal ini juga?" tanya Kayla. Dia sudah tidak bisa mempertahankan nada lunaknya.
Rayhan tersenyum miring. "Ini hutang kamu, Kayla. Tentu saja berbeda dengan pekerjaan utama kamu," ucapnya. "Bukannya kamu yang memilih kesulitan saat saya menawarkan sesuatu yang mudah dua minggu lalu?"
Astaga. Kayla menyugar rambutnya yang sudah tidak tahu bagaimana bentuknya ke belakang.
"Dasar maniak gila," desis Kayla seraya mengembuskan napas keras.
Rayhan lagi-lagi tersenyum, membuat Kayla ingin merobek bibir itu dengan tangannya sendiri. "Bagaimana, Kay? Mau tetap di jalan sulit atau di jalan mudah? Tawaran masih berlaku, kok. Kalau kamu mau, saya bisa batalkan kegiatan malam ini dengan teman kencan saya, dan kamu bisa menggantikannya."
Kayla terkekeh sinis. Lalu dengan secepat kilat mengambil black card di tangan Rayhan dengan kesal.
"Tidak akan pernah, walau dalam mimpi kamu sekalipun, brengsek!" desisnya, sudah masa bodoh dengan batasan yang ada. Toh, ini sudah bukan lagi jam kerja. Yah, meskipun mereka masih di kantor.
Lalu Kayla pergi dengan tubuh yang sudah sangat ringkih. Meninggalkan Rayhan yang tersenyum puas di belakangnya.
Gila. Lambungnya sudah menjerit kesakitan sejak tadi. Efek tidak sempat makan siang dan hanya meminum kopi beberapa waktu lalu. Belum lagi sekarang harus menembus hujan untuk menuju butik di seberang jalan. Kalau besok Kayla masih bisa berdiri, itu pasti suatu kesajaiban.
***
Sudah lama Sekar tidak pergi ke luar rumah. Selama ini dia selalu sibuk membuka kue-kue kering di rumah sebagai hobi. Mentok-mentok pergi paling ke supermarket depan untuk membeli bahan kue dan masakan.
Tapi, dia ingat kalau minggu depan Herlan ulang tahun. Jadi, selain membeli bahan untuk membuat kue dan makanan untuk perayaan, Sekar juga harus membeli kado. Jadi, berakhirlah Sekar di sini. Di sebuah mall besar yang terletak tidak begitu jauh dari rumah. Biasanya dia akan pergi dengan Kayla, meski dengan paksaan terlebih dahulu. Tapi berhubung Kayla magang dan dia tinggal di kost-an sementara, Sekar harus pergi sendiri.
Namun siapa sangka, dia bertemu dengan Ajeng, sahabatnya sejak SMP. Jakarta ternyata sempit. Karena ini momen langka, mereka memutuskan untuk berbincang sejenak. Saling bertanya kabar dan bertanya perihal keluarga masing-masing.
"Anakku kerja di perusahaan ayahnya. Sekarang masih jadi manager HRD. Soalnya dia mulai dari bawah," ucap Ajeng begitu membicarakan putra semata wayang yang dia punya.
"Wah, bagus sekali. Dia pasti pekerja keras," puji Sekar. "Anak gadisku masih kuliah, sekarang lagi magang dia. Sementara anak yang laki-laki baru kelas 2 SMK. Mau ikut pertukaran pelajar tahun depan."
Keduanya membicarakan banyak hal tentang anak-anak mereka. Sampai tiba ketika Sekar bicara perihal Kayla yang tidak pernah berkencan sementara Ajeng bicara perihal anaknya yang hobi ganti-ganti pacar, keduanya mendapat ide.
"Bagaimana kalau kita coba jodohkan mereka?" Ajeng angkat bicara. "Biar anakku berhenti main-main dan anak kamu bisa mengenal anakku dulu. Siapa tahu cocok."
"Sepertinya anakku tidak akan mau," keluh Sekar, meski nyatanya dia juga ingin menjadi besan Ajeng.
Keluarga wanita itu lumayan terpandang. Selain itu, perusahaan yang dikkamula suaminya memang termasuk perusahaan maju. Bohong kalau itu tidak jadi pertimbangan Sekar. Siapa pun mau jadi besannya.
"Tidak apa-apa. Kita coba saja dulu, bagaimana?"
Setelah berpikir selama beberapa detik, akhirnya Sekar mengangguk dengan sebuah senyuman lebar yang terpatri. Kayla harus mau. Akan sangat menyenangkan jika dia bisa besanan dengan Ajeng. Mereka pasti akan kkamup.
***