Bab 7 Mencari Kantor Magang
Bab 7 Mencari Kantor Magang
Ada sebuah kedai sea-food di pertigaan jalan. Kayla mampir untuk makan kerang hijau kesukaannya. Jelas kedai kosong karena dia datang masih terlalu siang. Bagus untuknya yang sangat tidak sabaran dan malas menunggu.
Sambil makan, dia membuka gawai dan mulai mencari lowongan lagi di perusahaan yang menerima pemagang. Awalnya, Kayla mencari perusahaan yang tidak jauh dari rumah atau kampus, tapi sudah tidak ada yang tersisa kecuali perusahaan-perusahaan yang menolaknya. Maka kali ini, dia nekat untuk ikut memasukkan pengajuan meskipun ke perusahaan yang letaknya atidak jauh.
Kayla harap, ada satu perusahaan saja yang menerimanya. Jika ada, Kayla sungguh akan sangat bersyukur.
***
Kayla menjambak rambutnya dengan kesal. Mungkin, sebulan kemudian rambutnya akan benar-benar rontok dan botak jika dia terus melakukannya berulang-ulang kali. Kayla menyerah. Dia sudah nyaris kehilangan kewarasan karena persoalan magang yang benar-benar mendesak.
Kayla sudah mengirim pesan pada dosennya untuk meminta perpanjangan waktu mencari tempat magang. Tapi, Pak Aldi yang matanya mirip serigala itu kukuh tidak bisa memberikan perpanjangan waktu. Sementara, dari tiga perusahaan yang menjadi targetnya sudah kembali menolak. Hanya ada dua perusahaan tersisa, tapi belum ada kabar apa pun. Sementara, waktunya sudah sangat mepet.
Kayla mendesah keras. Kemudian merobohkan tubuhnya ke atas ranjang empuk, menatap langit-langit yang seolah menertawakan kemalangannya. Dan...
"KYAAA! Tuhan, aku mau resign hidup saja!" jeritnya keras-keras. Kemudian berguling-guling di atas kasurnya yang berantakan. Kertas, buku, dan baju berserakan di mana-mana.
"Kayla, kamu waras?!"
Sekar yang terkejut karena mendengar jeritan Kayla justru malah ikut menjerit melihat keadaan kamar anak gadisnya yang sudah mirip seperti kapal Titanic beberapa saat setelah menghantam gunung es.
"Bangun! Bangun! Bangun!"
"Mama, sakit!" Kayla berteriak saat pantatnya dipukuli oleh kamus Oxford yang tebalnya na'udzubillah.
"Makanya bangun!" Sekar balas berteriak. "Kayla, umur kamu sudah 21 tahun, tapi apa-apaan dengan kamar ini? Mau jadi apa kamu, hm? Anak perempuan kok joroknya ngalahin anak PAUD!"
Kayla bangun sekali sentakan, lantas menatap ibunya dengan tatapan merengut. "Ma, Kayla benar-benar stress. Stress sekali. Jangankan membersihkan kamar, ingat mandi saja sudah syukur," keluh Kayla melas.
"Kapan terakhir kali kamu mandi?" Sekar tanya.
"Dua hari lalu."
"Apa?"
"Dua hari lalu, Mama. Kurang kedengaran apa bagaimana?" Kayla mendesah sebal. Lalu, kepalanya terkena pukulan Sekar sehingga membuatnya memekik keras bukan main.
"Bukan tidak kedengaran! Kamu, tuh... astaga, Kayla. Mama pasti jadi pengkhianat bangsa di kehidupan sebelumnya sampai harus punya anak macam kamu seperti ini."
"Mama!"
"Mandi." Sekar berkata mutlak. "Pusing kepala Mama lihat kelakuan kamu begini, Kay. Pusing."
"Kok, Mama ikutan pusing, sih? Padahal aku...."
"Kayla," panggil Sekar tegas. Jika sudah begini, Kayla hanya bisa kicep lalu buru-buru masuk ke kamar mandi.
***
Kayla sudah harap-harap cemas menunggu Pak Aldi datang. Bagaimanapun caranya, dia harus mendapatkan perpanjangan waktu. Tapi begitu melihat dosen berwajah jutek itu meskipun dari jarak beberapa meter, Kayla sudah ciut duluan.
"Kayla?"
Ketika panggilan itu terdengar, Kayla rasanya ingin pulang saja lagi. Tapi, telat, percuma. Dia sudah ada di sini dan harus menuntaskan apa yang ingin dia lakukan.
"Kenapa kamu di sini? Masih belum dapat tempat magang?"
Shit! Dia bisa membaca pikiran orang.
"Pak, beri saya perpanjangan waktu, Pak. Pliiiis. Saya benar-benar sudah memasukkan pengajuan ke beberapa perusahaan tapi tidak ada yang hasilnya positif, Pak. Saya mohon."
Helaan napas keras yang keluar dari mulut Pak Aldi saja sudah menjadi tanda bahwa respons lelaki itu tidak seperti yang diharapkan. Tapi tetap saja, Kayla menunggu dia mengeluarkan suara. Dan... "Tidak ada perpanjangan waktu, Kayla. Sudah saya katakan berkali-kali. Sekarang, silakan pergi dan kembali cari perusahaan untuk kamu magang. Saya tunggu laporannya segera, oke?"
Kayla ingin menampol wajah dosen itu dengan centong nasi Bu Endah saat itu juga. Astaga. Kayla istighfar ratusan kali.
***
Satu perusahaan lain sudah memberi kabar. Tentu, sesuai prediksi yang sebenarnya sangat tidak ingin Kayla percaya, hasilnya; ditolak lagi. Harapannya hanya tinggal satu perusahaan. Meskipun itu adalah perusahaan terakhir yang ingin dia tinggali karena letaknya lumayan jauh dari rumah, tapi Kayla berharap hasilnya baik.
Jam dua siang, ketika Kayla nyaris tertidur setelah berjam-jam memantengi layar laptop menunggu balasan dari e-mail, akhirnya... yup! Satu e-mail masuk!
Kayla membulatkan mata. Segera, tangannya terkatup di bawah dagu. Berdo'a semoga harapan terakhirnya tidak membuatnya bunuh diri.
Satu... Dua... Kayla berhitung dalam hati, dan... Tiga!
Kayla membaca dengan saksama balasan tersebut. Kemudian terdiam dengan tatapan datar selama beberapa sekon. Dia berdiri. Berjalan menuju pintu lalu menguncinya. Setelah itu, dia kembali ke hadapan meja belajar untuk melihat tulisan yang tertera di layar.
"YES! KAYLA, PENANTIAN KAMUTIDAK SIA-SIA!" Kayla berteriak keras, karena ternyata, respons yang dia dapat adalah positif. Kayla diterima!
Kayla segera menyalakan pemutar musik. Memutar lagu bising sambil berteriak-teriak, berputar, menari kegirangan. Ibunya tidak bisa protes karena Kayla sudah mengunci pintu.
Tapi, dia lupa bahwa jendela kamarnya menghubungkan kamar dengan halaman kanan rumah. Dan di sanalah seorang Herlan datang, menimpuk Kayla dengan potongan apel busuk. Dasar adik tidak beradab!
"Berisik, idiot! Mama dan aku sedang maskeran!" pekik Herlan kemudian berlalu begitu saja.
Sementara Kayla berdecak sebal. Ini anak perempuan Sekar siapa, sih? Kayla atau Herlan? Perasaan tiap maskeran atau membuat adonan kue yang diajak Herlan terus bukannya Kayla?
Tapi, Kayla memang tidak pernah mau ikut, sih. Ribet, katanya. Burik mah tetap saja burik.
Ketimbang ikut maskeran, Kayla lebih suka ikut ayahnya mancing. Mungkin, Kayla dan Herlan memiliki jiwa yang tertukar. Entahlah.
***
Kayla sudah mengenakan pakaian rapi. Sebuah kemeja putih dan rok hitam selutut. Rambut hitam sepunggungnya dia kucir kuda. Tentu saja dengan pentopel hitam yang nyaman digunakan untuk bekerja.
Setelah pamit pada Ibu Kost-nya yang kebetulan datang mengontrol pagi itu, Kayla segera tancap gas. Kayla memang pindah ke kost-an yang dekat dengan kantor kemarin. Meski tidak begitu dekat juga karena nyatanya tetap dia harus menggunakan kendaraan selama sekitar lima belas menit untuk sampai di kantor.
Kantor PT. Sentosa Abadi Gemilang yang bergerak di bidang jasa pengiriman ekspres dan kargo terbilang cukup besar. Kayla sempat merasa tidak percaya bahwa dia diterima magang di tempat tersebut. Meski begitu, Kayla akan melakukan yang terbaik dan membuktikan bahwa dirinya memang layak berada di sana.
Berjalan dengan percaya diri, Kayla langsung disuruh menuju lantai lima oleh resepsionis. Katanya, nanti akan ada Mbak Gita dari staf HRD (Human Resource Devkamupment) yang akan mengantarnya ke tempat para pemagang akan diberikan pengarahan oleh manager HRD.
Kayla manut, dan benar saja dia segera disambut oleh seorang wanita berusia akhir tiga puluhan berbadan kurus yang lumayan cantik dengan kulitnya yang tampak eksotis.
"Silakan tunggu dulu di ruangan ini, ya. Sudah ada dua pemagang lain juga di dalam."
Wanita dengan nametag Gita Permata itu mempersilakan Kayla masuk ke dalam salah satu ruangan di lantai tersebut. Ketika tiba di dalam, benar saja dia melihat seorang perempuan yang duduk dengan tampang tegang dan satu laki-laki yang segera menunjukan senyuman lebar begitu Kayla masuk.
Si perempuan bernama Freya. Si laki-laki katanya Adam. Dan mereka memiliki dua kepribadian yang bertolak belakang.
Kayla tersenyum. Dia berharap tempat magangnya akan nyaman dan dia akan betah untuk bekerja di sana selama tujuh bulan lamanya. Tapi, harapannya seketika pupus saat seseorang masuk ke dalam ruangan. Dia si pria yang dia tabrak di hotel sebulan lalu.
Saat itu juga, Kayla hanya ingin pulang dan cosplay menjadi patung Pancoran.
"Selamat pagi."
Sosok itu menyapa dengan senyuman manis ketika masuk. Kayla sempat terkesiap saat mata tajam laki-laki berkemeja biru muda itu menatap ke arahnya. Kayla yakin, dia juga mengenalnya. Tapi, ada apa dengan wajah santai laki-laki itu? Apa dia tidak terkejut melihat Kayla di sana? Atau... dia sudah lupa kejadian sebulan lalu?