Bab 4 Insiden
Bab 4 Insiden
Ruangan serba putih itu seolah sudah menjadi rumah kedua untuknya. Setiap malam, entah berapa kali dalam seminggu, Rayhan berlangganan check-in dan menghabiskan waktu dengan gadis yang berbeda. Sudah bukan rahasia umum, bahkan untuk ibunya sekalipun. Itu sebabnya wanita paruh baya tersebut menginginkan Rayhan untuk segera menikah.
Sebenarnya, Rayhan tahu apa yang dia lakukan salah. Dia tahu dia bejad dan apa yang dilakukannya sama sekali bukan tindakan terpuji. Tapi sungguh, Rayhan sudah terjebak dalam lingkaran setan itu. Sulit baginya untuk keluar. Adnan sebagai sepupu Rayhan yang waras bilang, Rayhan hanya akan berubah jika sudah menemukan gadis yang sesuai untuknya. Gadis yang bisa menyentuh hati Rayhan dan membuatnya merasa memiliki 'tempat pulang'. Hanya saja, sampai saat ini Rayhan belum menemukannya. Dan juga, Rayhan tidak percaya.
Rayhan akan tetap seperti ini. Dia akan terus bebas. Menikah? Itu sama sekali tidak ada dalam daftar rencana atau pun keinginan yang dia cantumkan setiap tahunnya.
Rayhan menyibak selimut putih yang menutupi tubuh telanjangnya. Berjalan menuju toilet untuk membersihkan diri kemudian tersenyum begitu wanita yang dia tiduri semalam—yang bahkan tidak Rayhan ingat dengan persis siapa namanya—menyusul masuk ke dalam.
"Ingin mandi bersama, eh?" goda Rayhan begitu wanita tersebut memeluk perut dengan enam kotak seksi miliknya.
"Of course," balas wanita itu serak, kemudian mulai menyentuh Rayhan di titik-titik sensitif-nya. Pun dengan Rayhan yang tidak diam saja.
Setelah lebih dari lima belas menit meraup kenikmatan duniawi, keduanya mengakhiri sesi panas tersebut dengan mandi yang benar-benar mandi. Rayhan memakai bajunya kemudian mendaratkan kecupan di bibir wanita itu.
"Aku akan mengirimkan hadiah untukmu. Silakan cek ponselmu beberapa saat lagi dan, sampai jumpa," ucap Rayhan usai menutup aplikasi e-banking untuk mengirimkan sejumlah uang pada perempuan itu.
Sejujurnya karena ini akhir pekan, Rayhan masih memiliki banyak waktu untuk bersenang-senang, tetapi dia memiliki rencananya sendiri. Dia ingin menenangkan kepala diri dengan menghabiskan waktu di apartemennya yang jarang dia tinggali.
Rayhan keluar dari lift saat sudah tiba di lantai dasar, kemudian mengembalikan check-out dari hotel bintang lima yang sudah sering dia kunjungi. Tak lupa, seperti kebiasaannya, dia menghadiahi senyuman penuh pesona sebagai akhir dari pembicaraan pada sang resepsionis.
Rayhan berbalik, melangkahkan kembali kaki-kaki panjangnya dengan senyum tipis yang tak lepas dari wajah rupawannya. Hingga, sebuah insiden membuat senyumnya lenyap begitu saja.
***
Gaun putih dengan desain yang manis sepanjang tumit, sepatu heels berwarna senada, make-up cantik, anting-anting, dan juga rambut yang sudah ditata sejak jam lima pagi sama sekali sia-sia. Nyatanya, Kayla harus terjebak di jalan sebab mobilnya yang mogok.
Ingin sekali Kayla berteriak. Mengapa dia selalu saja terjebak di jalanan setiap ingin menghadiri momen penting dalam hidup? Aish!
Kayla celingukan mencari taksi yang lewat. Sayangnya, ini sudah lebih dari lima menit dan belum ada satu pun taksi yang melewati area tersebut.
Kayla memukul kecil kepalanya. Kenapa dia bodoh sekali? Sekarang ini bukan zaman prasejarah. Dia bisa memesan taksi hanya lewat aplikasi di ponsel. Astaga, mengapa Kayla baru bisa berpikir sekarang?!
Tania sudah menelpon sejak tadi. Dia terus menanyakan keberadaan Kayla dengan dalih dia sangat gugup. Ya, Kayla tahu. Kayla juga sama gugupnya. Maka dari itu dia menjadi ceroboh.
"Mbak Kayla?"
"Ya. Saya."
Kayla segera masuk ke dalam mobil Honda Jazz putih yang merupakan mobil yang dia pesan barusan lewat aplikasi. Sepanjang jalan dalam hati, Kayla berharap jalanan lancar dan dia bisa tiba tepat waktu di hotel tempat berlangsungnya resepsi pernikahan sahabatnya, Tania.
Ya, ini adalah hari-H pernikahan sahabat karibnya. Kayla tidak ingin telat, sungguh. Tapi selalu saja ada kendala yang terjadi di momen-momen penting seperti ini.
"Terima kasih, Pak."
Buru-buru Kayla turun dari dalam mobil begitu sampai di depan berlangsungnya acara. Sayangnya, gaun ketat yang dia pakai saat ini membuat geraknya sedikit terbatas sehingga Kayla tidak bisa mempercepat langkah apalagi berlari.
"Sial! Siapa pun yang menciptakan gaun ini, sungguh, aku ingin mengutuknya!" gerutu Tania sepanjang jalan.
"Iya, halo? Aku sudah di lobi sekarang," ucap Kayla begitu mengangkat panggilan Tania yang masuk beberapa saat lalu.
Kaki-kaki jenjangnya masih melangkah pasti, seraya mata celingukan mencari teman atau siapa pun yang dia kenal di sana supaya bisa masuk sama-sama. Tapi nihil.
"Acaranya hampir dimulai, Kay. Cepat!"
"Iya sabar, Sayang. Aku—awh!"
Ponsel Kayla terlempar begitu saja ketika seseorang di belakang menabrak tubuhnya hingga limbung. Dan, sial. Kayla tidak bisa menahan keseimbangan tubuh hingga tubuhnya ambruk ke depan.
Sungguh, Kayla sudah menyiapkan berbagai kemungkin seperti jidatnya benjol, hidung bengkok, atau bibir jontor karena wajahnya menabrak ubin. Tapi, tidak ada yang terjadi. Jidatnya memang sakit, tetapi terkena ubin pasti akan lebih sakit. Yang lebih membuatnya terkejut, dia merasakan sesuatu yang aneh sekarang.
Kayla yang memejamkan mata sejak insiden jatuh itu terjadi kini memberanikan membuka mata. Betapa terkejutnya Kayla begitu mendapati sosok pria yang dia tindih.
Kayla berkedip. Tangannya... tangannya merasakan sesuatu yang tidak bisa dideskripsikan dengan kata-kata. Begitu dia sadar apa yang disentuhnya sejak tadi, Kayla segera bangun sekali sentakan. Menatap horror pada lelaki yang masih telentang dengan syok di bawah sana.
Sial. Ini memalukan! Bahkan beberapa orang melihat adegan itu!
Kayla, habislah kamu! Ayo kita pergi ke jembatan dan menceburkan diri. Ini sungguh memalukan!
"Itu... tadi... itu apa?"
Laki-laki tinggi yang ternyata adalah Rayhan itu duduk, menatap Kayla dengan tatapan memicing bingung. Sementara Kayla masih menatap nanar, tidak tahu harus berkata dan bereaksi apa atas hal yang terjadi barusan.
Begitu Rayhan menyentuh bibirnya sendiri kemudian menunduk ke arah selangkangannya, buru-buru Kayla menutup mulut.
"Ini tidak seperti yang kamu duga!" pekik Kayla cepat-cepat.
"Kamu mencuri ciuman dariku, eh?" Rayhan menatap penuh selidik. Bisa-bisanya juga dia menatap Kayla dengan tatapan menilai dari ujung kaki hingga ujung rambut.
"Aku... itu kecelakaan!" tukas Kayla takut-takut.
"Kamu memegang jimat pusakaku dan kamu bilang itu kecelakaan?" Rayhan bertanya sangsi.
Kayla berdiri. Menatap sekeliling dengan gugup, kemudian kembali memusatkan atensi pada Rayhan yang juga ikut berdiri.
"Aku benar-benar tidak sengaja!" gumam Kayla. "Lagi pula, sejak kapan kamu ada di depan?"
"Aku ada di sini sejak tadi! Dan kamu menabrak lalu membuatku terjatuh seperti pecundang!"
"Aku juga jatuh karena terdorong orang lain!" Kayla balas membentak. Enak saja, siapa pria itu sampai berani-berani membentak dirinya?
"Tetap saja kamu salah karena menabrakku! Kenapa tidak menabrak orang lain saja, huh?"
"Memang aku bisa memilih? Dasar bodoh. Kalau bisa, aku lebih memilih untuk tidak jatuh."
"Apa? Bodoh?" Rayhan menatap Kayla tak percaya. Dia berdesis tajam. "Wah, gadis kecil ini memanggilku bodoh?"
"Iya. Kenapa?!" Kayla juga tak gentar. Meski badannya jauh lebih kecil, tetapi jiwa bar-barnya tidak diragukan lagi. Dia tidak suka penindasan dan jelas tidak suka ditindas.
"Kamu tahu siapa aku?" Rayhan menaikkan dagu angkuh.
"Cih," Kayla berdecih sinis. Kedua alisnya terangkat naik, menantang dan seolah tidak takut apa pun. "Memangnya kamu siapa? Bukan artis, kan? Anak pejabat? Anak konglomerat? Lalu apa? Mau kamu siapa pun, kamu tidak berhak untuk merendahkan orang lain dan bersikap sesuka hati di saat orang itu tidak sengaja!"
"Astaga. Lihat gadis ini." Rayhan menggeleng tak percaya. "Siapa namamu, huh?"
"Apa? Aku sibuk. Maaf. Aku tidak bisa berkenalan dengan lelaki sepertimu."
Kayla berjalan mengambil ponselnya yang tergeletak mati di lantai. Kemudian kembali berdiri tegak dan meninggalkan Rayhan di sana. Tapi, satu teriakan dari lelaki itu berhasil menghentikan langkah Kayla beserta matanya yang membulat sempurna.
"Kamu tidak akan bertanggung jawab setelah mencium bibir dan menyentuh kejantananku, ha?"
***