Bab 11 Perjodohan Konyo
Bab 11 Perjodohan Konyol
Kayla memegang bibirnya yang barusan dicium dengan cara paling kurang ajar yang tidak pernah Kayla bayangkan. Ciuman pertama dan keduanya yang harus berakhir di tangan Rayhan!
Sial! Kayla mengumpat dalam hati. Dia menggosok-gosok bibirnya dengan kasar. Seolah benda menjijikkan telah mengotori bibir sucinya.
“Pria bernama Rayhan itu bukan hanya gila, tapi dia memang sudah tak tertolong!” gerutu Kayla tak henti-hentinya. “Bagaimana bisa dia mencium bibirku begitu saja, ha? Bagaimana bisa—astaga!” Kayla kehilangan kata-kata untuk mendeskripsikan betapa kesalnya dia saat ini. Bahkan, tendangan yang dia layangkan tidak cukup untuk membuat kekesalannya lenyap.
Mendengar suara ibunya dan juga ibu Rayhan di luar, Kayla buru-buru masuk ke dalam selimut. Berusaha setenang mungkin agar mereka mengira dirinya sudah tidur. Meski, jelas saja, Kayla tidak setenang itu. Ciuman Rayhan, walaupun terlalu singkat untuk dibilang ciuman, sudah membuat dirinya kalut bukan main.
“Kayla--nya ke mana?”
Lengkingan suara Sekar terdengar hingga ke kamar, dan Kayla buru-buru memejamkan mata, bersikap senatural mungkin untuk tidur. Tapi, mendengar sebuah suara yang membuatnya jengkel, mendadak Kayla tidak bisa lagi untuk tidur.
“Kak Kayla menendang selangkangan Bang Rayhan, Ma!” Tiba-tiba saja ada suara aduan dari adiknya.
Herlan sialan! Sejak kapan dia pulang?!
“Apa? Bagaimana bisa?!”
Suara Sekar meninggi. Dan Kayla sudah benar-benar pasrah. Dia terduduk sekali sentakan. Lantas turun dari ranjang dan bergegas keluar. Percuma menghindari masalah ini. Yang ada, keadaan akan semakin buruk.
“Kayla!”
Sekar segera menghampirinya ketika Kayla keluar. Melirik sekilas pada Rayhan dengan tatapan tak bersahabat, Kayla mengarahkan atensi pada wanita paruh baya di depannya.
“Apa yang dikatakan adik kamu benar, Kay?!” tanya Sekar khawatir. Dia melirik Rayhan yang masih memasang mimik kesakitan—atau pura-pura kesakitan—entahlah. Lalu melirik Ajeng juga dengan perasaan tak enak sebelum akhirnya menatap Kayla tajam.
“Aku hanya... hanya... tidak sengaja,” cicit Kayla, terlampau bingung untuk memberikan alasan. “Lagi pula aku tidak akan menyerang seseorang jika orang itu tidak melukaiku duluan. Mama tahu sendiri, kan?”
“Tapi, Kay—“
“Tidak apa-apa, Tante. Kayla benar, di sini memang saya yang salah.”
Kayla seketika melirik sinis pada sosok Rayhan yang kini tersenyum lebar ke arahnya. Seolah apa yang sudah dia katakan menyelamatkan hidup Kayla. Shit. Entah mengapa Kayla jadi semakin membenci pria itu. Sungguh.
“Astaga,” gumam Sekar, kehilangan kata. “Maaf untuk ketidaknyamanan ini, Jeng, Nak Rayhan.”
“Ma!” tegur Kayla, merasa ibunya atau pun dirinya tidak pantas mengucapkan kata maaf di saat tidak ada kesalahan yang mereka perbuat. Wajahnya masih menampakkan kekesalan yang dia tujukan kepada Rayha. Tak mungkin dia mengadu kalau Rayhan mencium bibirnya.
“Tidak apa, kadang kala Rayhan memang melakukan kesalahan yang membuat saya ingin memukul kepalanya,” balas Ajeng tersenyum. Kemudian menatap Kayla dengan sebuah tatap jenaka. “Terima kasih sudah mewakili Tante untuk melakukannya.”
Seketika itu pula, Kayla hanya bisa menyendiri tak habis pikir. Sementara satu makhluk tak diundang, yang tak lain adalah Herlan, dia hanya menyimak dalam diam sambil sesekali melirik pada Kayla dan juga Rayhan dengan tatapan yang tak bisa diartikan.
***
Semua orang berkumpul kembali di ruang depan karena Sekar dan Ajeng membawa camilan beberapa pancake beraneka rasa. Meski ogah-ogahan, Kayla jelas tetap ikut karena merasa tidak enak pada Ajeng.
“Kak Kayla tidak akan mengeluh takut gendut karena makan makanan manis jam segini, kan?”
Pertanyaan Herlan membuat Kayla yang tengah menyuap pancake miliknya seketika terdiam seraya melirik adiknya itu dengan tatapan kesal.
“Jelas saja tidak. Untuk apa aku mengeluh? Toh, makan banyak atau tidak, tubuhku tetap kecil. Meskipun kalau aku gendut, apa salahnya? Memang perempuan harus selalu kurus?!”
“Yah, kebanyakan gadis memang ingin memiliki tubuh kurus, Kay,” komentar Rayhan.
Kayla menoleh pada lelaki itu. “Mungkin, hanya gadis-gadis yang pernah kamu kencani,” balasnya sarkastik, tetapi tetap menghadirkan senyum di wajahnya.
Kemudian hening. Dua orang muda itu saling menatap dengan ketegangan yang menciptakan suasana terasa awkward. Lalu sebagai orang tua, Sekar dan Ajeng berusaha mencairkan suasana dan menghentikan ketegangan yang terjadi. Namun, cara yang mereka lakukan sepertinya salah. Sebab setelah itu, Kayla terlalu terkejut mendengarnya.
Tahu apa yang Sekar dan Ajeng katakan?
“Sejujurnya, kami ingin menjodohkan kalian berdua, Rayhan, Kayla. Kami sudah sepakat.”
Kayla sungguh tak bisa berkata-kata lagi dibuatnya. Dia hanya bisa bergeming seraya menatap kedua wanita paruh baya itu dengan nanar selama beberapa waktu, kemudian melihat Rayhan skeptis, dan menghela napas keras-keras.
“Perjodohan?” lirih Kayla setelah beberapa waktu. “Lelucon macam apa ini?”
“Kayla, kami sungguh-sungguh....”
Kayla berdiri, meraih tangan Rayhan, lalu meminta izin pada dua orang tua untuk berbicara empat mata dengan Rayhan sebentar. Dia menarik Rayhan menuju sayap kanan rumah yang sunyi.
“Permisi Tante, aku pinjam Rayhan dulu!” Kayla menyeret Rayhan tanpa basa-basi membawanya pergi.
“Apa ini? Kamu sudah tahu sejak awal bahwa kita dijodohkan?” tanya Kayla tanpa basa-basi.
Rayhan menatap tangannya yang dihempaskan dengan kasar oleh gadis mungil di hadapan. Kemudian mengangkat kedua sudut bibirnya ke atas seraya mensedekapkan tangan di dada. Ditatapnya wajah Kayla yang tampak amat syok dengan jenaka.
“Ya, aku tahu meskipun Ibu tidak memberitahuku,” balasnya ringan.
“Lalu kenapa kamu masih bisa sesantai ini, huh?!”
“Apanya?” Rayhan menaikkan sebelah alis matanya, tak paham.
“Dengan perjodohan ini,” balas Kayla. “Kenapa kamu santai dan bersikap seolah ini bukan apa-apa? Ini perjodohan! Kita bukan anak kecil, kita bisa memilih pasangan sendiri, kan? Kenapa harus jodoh-jodohan seperti ini? Tidak masuk akal!”
Sementara Kayla berbicara menggebu-gebu, sangat jelas bahwa dia akan menentang perjodohan ini, Rayhan justru malah tersenyum lebar, sangat senang menatap ekspresi wajah Kayla yang berubah-ubah.
“Kamu tidak mau dijodohkan denganku, eh?” Rayhan tanya.
Kayla menaikkan dagu. “Jelas saja. Aku tidak suka padamu, bukankah itu sudah jelas?”
“Apa karena tragedi beberapa waktu lalu di hotel atau karena aku memperlakukanmu dengan kurang baik di kantor?”
Kayla memundurkan wajah Rayhan yang menunduk ke arahnya barusan dengan mendorong wajahnya menggunakan tangan. Masa bodoh dikatai tidak sopan.
“Keduanya,” Kayla membalas dengan nada penekanan. “Aku tidak suka kamu karena keduanya. Selain itu, aku memang tidak menyukaimu. Puas?”
“Kalau aku berusaha membuatmu suka padaku, bagaimana?” Rayhan menantang dengan sebuah senyum miring yang terpatri di bibir.
“Tidak. Aku yakin tidak akan pernah menyukaimu. Jadi lupakan perjodohan ini, dan ayo kita tolak bersama.”
Rayhan menggeleng. “Aku tidak mau. Kurasa perjodohan ini menarik.”
Mendengar jawaban Rayhan tersebut, Kayla membulatkan mata. “Menarik?! Kamu pikir ini lelucon, huh? Ini soal ikatan hubungan antar dua orang!” pekik Kayla. “Tidak-tidak. Bukan hanya dua orang, pada akhirnya menjadi urusan dua keluarga,” ralatnya kemudian dengan sebuah tambahan.
“Yah, anggap saja begitu,” ucap Rayhan. Dia menyandarkan punggungnya dengan santai ke dinding tembok. “Aku akan tetap menerima perjodohan ini. Kurasa menikah denganmu bukan sesuatu yang buruk.”
“Tapi aku tidak sudi menikah denganmu, brengsek!”
Pada akhirnya umpatan itu pun keluar dari mulut Kayla. Umpatan yang sudah dia tahan-tahan untuk tidak diucapkan.
Mendengar umpatan Kayla, Rayhan justru malah terkekeh, membuat Kayla semakin mencurigai bahwa Rayhan memang benar-benar tidak waras.
“Jika alasan kamu menolak perjodohan karena tidak menyukaiku, maka aku akan pastikan kamu akan menyukai setelah ini.”
“Apa yang akan kamu lakukan?” tanya Kayla was-was.
“Rahasia,” balas Rayhan tersenyum manis. “Kamu hanya perlu duduk dan menyimak, sementara yang lainnya untuk meluluhkanmu adalah urusanku.”
Rayhan kemudian berjalan meninggalkan Kayla dan kembali pada orang tua mereka di depan. Sementara Kayla mengikuti dalam diam di belakang, seraya berpikir apa yang akan Rayhan lakukan dengan rencananya itu. Sampai ketika tiba di depan Sekar dan Ajeng, Kayla tidak bisa untuk tidak dibuat terkejut lagi.
“Kita sepakat menerima perjodohan ini,” kata Rayhan tenang.
Dan Kayla benar-benar ingin menempeleng kepalanya saat itu juga. Tapi, apa boleh buat? Nasi sudah menjadi bubur. Belum sempat dia menjelaskan, Ajeng dan Sekar sudah kegirangan sampai Kayla tidak memiliki kesempatan untuk menyangkal.
Dan, entahlah. Mungkin Kayla harus menjelaskannya lain kali. Tentu saja setelah dia membuat Rayhan jera karena tindakan gilanya ini.
***