Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 12 Rayhan dan Sikap Menyebalkannya

Bab 12 Rayhan dan Sikap Menyebalkannya

Kayla tidak tahu apakah harus masuk ke kantor atau tidak hari ini. Masalahnya, membayangkan harus bertemu dengan Rayhan saja sudah membuatnya muak sekarang, apalagi jika dia benar-benar menemuinya? Kayla benar-benar tak bisa membayangkan.

Tetapi, tidak datang ke kantor juga merupakan sikap kekanakkan.

"Argh, terserah!" jerit Kayla masa bodoh. Bergegas turun dari ranjang dan mempersiapkan diri untuk pergi ke kantor.

Namun, dia harus dibuat terkejut ketika turun dari kamar dan menemukan manusia tak diundang yang sudah duduk manis di ruang makan, ikut sarapan dengan keluarganya. Termasuk... ayahnya!

Hell! sejak kapan Papa pulang? Dan kenapa pula dia begitu akrab dengan Rayhan? Sungguh, Kayla kira ayahnya adalah tipe yang keras terhadap laki-laki yang dekat dengan anak gadisnya. Secara, dia seorang jenderal. Tapi, apa ini?

"Papa!" panggil Kayla, melangkah ke arah ayahnya lalu menatap pria paruh baya itu dengan wajah yang sebal. "Kapan Papa pulang dinas? Kenapa tidak memberitahu aku, dan...," Kayla melirik Rayhan, sosok tak diundang tadi, sekilas, "kenapa Papa sarapan dengan dia?" lanjutnya dengan nada suara yang jelas menunjukkan bahwa dia tidak suka.

"Oh, Nak Rayhan?" Surya, ayahnya Kayla, tersenyum lebar. "Dia, kan, anaknya teman Mama sekaligus atasan kamu juga di kantor? Jauh-jauh ke sini katanya mau jemput kamu. Ya sudah, Papa sekalian ajak sarapan."

"Apa?! Menjemput aku?!" pekik Kayla keras, sehingga membuat Herlan menutup telinga jengah saat itu juga. Tentu saja disertai dengan gerutuan-gerutuan tak jelasnya.

"Selamat pagi, Kayla!" Rayhan menyapa dengan sok manis.

Masa bodoh. Kayla tidak ingin membalasnya. Sekadar menatap wajah laki-laki itu saja rasanya sangat enggan.

"Iya, jemput kamu," balas sang ayah, masih dengan senyum yang tak juga luntur. "Sini duduk, kamu juga harus ikut sarapan sama-sama."

Pada detik itu, Kayla tidak bisa melakukan apa pun selain hanya mengikuti perintah ayahnya, meskipun enggan. Dia meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia hanya ingin sarapan, bukan berarti ingin menghargai kebaikan hati Rayhan menjemputnya.

Dan atas tatapan penuh intimidasi beserta paksaan sang ibu, Kayla berakhir pergi bekerja bersama Rayhan. Sungguh, tidak ada yang salah dari Rayhan andai saja dia tidak menyebalkan dan brengsek. Dia kaya, tampan, mobilnya juga nyaman. Tapi... ah, sudahlah!

"Tolong turunkan saya di depan, Pak!" ujar Kayla setelah mobil yang dibawa Rayhan tiba di jalan besar.

Bukan tanpa alasan dia meminta berhenti padahal baru saja keluar dari gerbang komplek, melainkan memang tidak ingin terjadi gosip atau hal apa pun di kantor yang akan membuatnya merasa tidak nyaman. Namun, itu tidak berlaku bagi Rayhan sepertinya. Alih-alih berhenti, dia malah menambah laju kecepatan beserta smirk sialan yang terpatri begitu mendengar Kayla memekik terkejut.

"Kamu gila?!"

Kayla memegang erat sealt bet-nya. Jantungnya nyaris saja lompat dari tempatnya barusan karena Rayhan menginjak pedal gas dengan kuat secara tiba-tiba.

"Ya, kamu tahu, aku memang gila," balas Rayhan santai. "Tergila-gila padamu," lanjutnya bercanda. Dan Kayla benar-benar ingin mendorong tubuh lelaki itu dari atas pesawat heli yang tengah terbang di ketinggian beribu-ribu kilometer.

Dan kalian tahu apa yang lebih menjengkelkan? Rayhan dengan sengaja menurunkan Kayla tepat di depan kantor! Iya, dia sengaja melakukannya agar orang-orang kantor melihat. Bukankah dia sudah mirip orang gila sungguhan? Orang gila yang amat tak tertolong?

"Rasanya, membunuhmu tidak akan cukup setelah semua ini," desah Kayla putus asa. Diliriknya Rayhan yang memamerkan sebuah senyum manis. "Menguliti semua kulit, menyayat dan memotong beberapa bagian tubuh sebelum akhirnya menghabisimu sepertinya lebih baik."

Kemudian, Kayla keluar dari mobil. Segera memejamkan mata saat begitu banyak pasang mata--sesuai dugaan--menatap penuh selidik ke arahnya.

"Kamu masuk duluan, aku akan memarkir mobilku dahulu," ujar Rayhan ketika menurunkan kaca mobil.

Dan Kayla, sama sekali tak peduli. Dia hanya ingin cepat-cepat membunuhnya saja setelah ini.

***

Kayla benar-benar tidak tahu harus berbuat apa lagi untuk menghindari sosok menyebalkan bernama Rayhan. Seolah tak cukup dengan kegaduhan yang diciptakan karena menurunkannya tepat di depan kantor tadi pagi, laki-laki itu terus saja merecoki Kayla, membuatnya benar-benar ingin meninju rahang mulus pria itu.

Seperti saat ini misalnya. Entah sudah berapa kali Kayla dipanggil ke ruangannya, dan selalu, dia hanya menanyakan apakah Kayla punya waktu malam ini untuk makan bersama? Kayla sudah menjawab tidak punya dengan tegas, tapi Rayhan sepertinya tidak peduli. Lagi dan lagi dia memanggil hanya untuk menanyakan pertanyaan yang sama.

Oke, baiklah. Ini yang terakhir, Kayla berujar keras dalam hati. Jika sampai panggilannya kali ini untuk bertanya hal yang sama, Kayla tidak berjanji untuk tidak melemparkan meja beserta vas bunga di atasnya ke wajah lelaki itu. Kayla sudah berada di atas kata kesal sekarang. Dia benar-benar marah.

"Iya, Pak? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Kayla, memasang wajah tersenyum yang sangat jelas amat dipaksakan.

Rayhan tersenyum di balik mejanya. Tapi sungguh, tatapan laki-laki itu amat memuakkan! Dia selalu menatap Kayla dengan sangat intens dan intim, bukankah itu agak kurang ajar?

Ketika Rayhan mengambil napas untuk bersuara, Kayla lebih dulu mendahului, "Untuk kali ini jangan lagi memberi saya pertanyaan yang sama seperti sebelumnya, atau saya tidak akan pernah mendengar panggilan Anda lagi, Pak!" peringat Kayla. Meski begitu, senyum penuh tekanan masih dia ulas.

Rayhan terkekeh geli di mejanya. Laki-laki itu lalu berdiri dan berjalan ke hadapan Kayla. Jelas saja, Kayla segera menyalakan alarm siaga. Rayhan adalah bahaya.

"Tenang, calon istriku," gumam Rayhan jenaka, seraya hendak menyentuh rambut Kayla. Beruntung gadis itu segera memundurkan kepala sebelum Rayhan benar-benar menyentuhnya. "Aku hanya ingin memberikan sebuah hadiah kecil untukmu," lanjut Rayhan tersenyum, seolah menghindarnya Kayla tidak mengganggunya.

Kemudian Rayhan mengambil sesuatu dari atas meja yang tak Kayla sadari keberadaannya sejak tadi. Sekuntum mawar berwarna merah.

"Ta-da!" Rayhan tersenyum lebar seraya menyodorkan bunga di tangannya ke hadapan Kayla.

Oke. Kayla tahu bahwa banyak mata yang mengawasi mereka lewat dinding kaca ruangan Rayhan, jadi sebisa mungkin Kayla harus bersikap tenang dalam situasi apapun. Yah, meski dia sudah tidak suka dengan apa yang Rayhan lakukan.

"Kamu sebenarnya kenapa, sih?" tanya Kayla, alih-alih menerima bunga dari Rayhan tersebut. "Beberapa waktu lalu kamu bersikap menyebalkan dengan membuatku seperti kacung yang selalu kamu perintah ini dan itu. Lalu sekarang? Ini justru lebih menyebalkan dari sebelumnya."

Rayhan mengerutkan kening. Merasa pegal entah merasa ditolak, tangannya yang sejak tadi menggantung di udara dengan setangkai mawar akhirnya dia turunkan. Dihelanya napas panjang-panjang, berusaha untuk tenang menghadapi Kayla.

"Ibu kita menjodohkan kita berdua, lalu aku harus bersikap apa? Masa iya aku harus terus memperlakukanmu dengan tidak baik?" balas Rayhan ringan. "Ini salah satu usahaku untuk membuatmu luluh."

"Aku sudah bilang aku tidak mau menerima perjodohan tidak masuk akal ini, sungguh!"

"Tapi kamu harus."

"Kenapa?" Suara Kayla melengking agak tinggi, saking kesalnya.

"Tidak ada apa-apa. Kamu hanya harus menerimanya."

Kayla memutar bola mata dengan malas. Kemudian menghembuskan napas keras.

"Seharusnya aku tidak pernah mau datang ke ruanganmu lagi. Kamu memang gila," tukas Kayla, kemudian undur diri tanpa mengucapkan pamit satu kata pun. Dia benar-benar kesal sekarang.

Seperti dugaan, begitu dia keluar dari ruangan Rayhan, begitu banyak pasang mata yang menatap penuh tanya. Bahkan ada yang secara terang-terangan menatapnya dengan tatapan tak suka.

Baiklah, Rayhan memang terkenal di kalangan para karyawan wanita. Bukan hanya di antara para staf HRD, bahkan dari divisi lain pun banyak yang menyukai dan terang-terangan menatap penuh minat ketika Rayhan lewat atau hanya menyapa. Kayla tidak bisa membayangkan akan seterkenal apa dia setelah kelakuan Rayhan akhir-akhir ini. Karena sungguh, baru satu hari ini saja, Kayla sudah mendengar beberapa cibiran yang ditujukkan padanya tepat di depan wajah.

Kayla menarik napas panjang, kemudian duduk kembali di mejanya. Entahlah, dia hanya ingin magang dengan tenang, tetapi berakhir seperti ini hanya karena sosok Rayhan.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel