Bab 10 Kepicikan Rayhan
Bab 10 Kepicikan Rayhan
Rayhan menatap jam di layar ponsel. Sudah pukul setengah sembilan. Artinya, sudah lebih dari sepuluh menit ibunya pergi dengan ibunya Kayla. Dan dia, saat ini kebingungan harus melakukan apa.
Rayhan bukannya bodoh. Dia tahu maksud kedua wanita paruh baya itu mempertemukannya dengan Kayla. Jika itu orang lain, Rayhan mungkin hanya akan mengajaknya tidur kemudian bilang bahwa dia tidak mau menikah dengannya. Tapi ini Kayla. Entah mengapa sejak mengenal gadis itu, Rayhan merasa dia bukan gadis yang mudah dirayu apalagi hanya karena uang atau hadiah barang mewah.
Kayla itu unik. Meski penampilannya berada sedikit di bawah wanita-wanita yang selalu Rayhan kencani. Dia tampak seperti perempuan keras di luar, tapi nyatanya dia adalah perempuan yang pokamus dan lugu. Hal itu diketahui sejak ibunya bilang bahwa Kayla tidak pernah pacaran.
Bayangkan. Umur Kayla berapa, sih, sampai dia belum pernah pacaran? Di umur segitu, Rayhan bahkan sudah tak terhitung meniduri gadis mana saja.
Baiklah. Rayhan mengakui bahwa dirinya memang brengsek. Tapi, sebrengsek-brengseknya seorang lelaki, mereka pasti juga ingin mendapatkan pendamping hidup yang baik-baik, bukan?
Picik? Ya, semua orang memang picik. Rayhan tidak mau munafik, dia memang demikian.
Mendengar perihal ibunya yang berkata bahwa dia memiliki teman yang memiliki anak gadis bernama Kayla kemarin malam, Rayhan jadi antusias. Dia tahu bahwa banyak sekali perempuan bernama Kayla di dunia ini. Tapi, entah mengapa dia berharap kemungkinan bahwa Kayla yang dimaksud ibunya adalah Kayla yang dia tahu. Dan, boom! Benar saja.
Mereka seolah telah ditakdirkan, Rayhan pikir.
Di kala dia merasa tertarik dan berniat mengejar Kayla—entah untuk dia jadikan apa—ibunya malah membawanya langsung padanya. Bukankah Tuhan terlalu baik pada makhluk bajingan seperti dirinya? Ah, dengan itu Rayhan tahu bahwa Tuhan masih mencintainya.
Bosan hanya duduk tanpa kegiatan apa pun, Rayhan berdiri. Menyusuri rumah Kayla yang berdesain minimalis dan didominasi warna cream dan juga hitam. Ada sebuah foto keluarga yang dicetak besar bertengger di dinding. Kayla menggunakan kebaya modern berwarna pink fanta, couple bersama ibunya, duduk di sebuah sofa. Sementara di belakang, pria yang Rayhan tebak adalah ayahnya Kayla memakai baju jenderal tentara, tampak sangat gagah dan tampan. Di sisi pria itu ada seorang remaja berjas hitam, berbadan tinggi ramping dengan paras tampan yang lumayan mirip dengan sang ayah.
Di sisi foto keluarga itu ada beberapa foto lain yang ukurannya lebih kecil. Mulai dari foto pengantin, foto keluarga saat sedang bertamasya di pantai, lalu dua foto bayi kecil yang manis. Rayhan tersenyum lebar melihat batita perempuan yang rambut pendeknya dikucir dua; Kayla. Dia tampak menggemaskan dengan pipi gembil yang membuat hidungnya tenggelam.
"Kenapa kamu senyam-senyum? Kesambet?"
Rayhan menoleh ketika mendengar teguran itu. Lalu mendapati Kayla yang menatapnya dengan sangsi di ujung tangga. Dia sudah mengganti bajunya dengan sebuah piyama berwarna tosca. Dengan pakaian seperti itu, Kayla tampak sangat mungil dan imut seperti anak kecil.
Sungguh, Rayhan biasa melihat wanita-wanita dengan lingerie yang memperlihatkan lekuk tubuh dewasa mereka. Lalu, Kayla? Jika saja dia bukan pemagang di kantor, Rayhan mungkin akan menyangkal bahwa umur gadis itu tidak lebih dari dua puluh tahun. Dia tampak seperti anak SMP yang baru puber.
"Aku kira kamu tidur," gumam Rayhan. Berjalan mendekat pada gadis itu.
"Aku ingin mengambil air." Kayla membalas ringan sambil berjalan melewati Rayhan begitu saja ke dapur.
Rayhan membuntuti, menatap punggung sempit Kayla yang tampak pas untuk dia rangkul. Diam-diam senyumnya terbit lagi entah karena hal apa. Mungkin dia sudah gila.
"Kamu kenapa, deh? Kesambet dedemit?" desis Kayla saat menengok.
"Kalau aku kesurupan, kamu pasti sudah aku sikat, Kay."
"Kamu pikir aku karpet disikat?" ketus Kayla.
Tawa Rayhan mengudara, memenuhi ruang-ruang sunyi di sana. "Ternyata selain galak, kamu juga lucu, ya?" komentarnya seraya menyedekapkan tangan di dada dan menatap Kayla intens.
Yang ditatap jelas saja risih. Baginya, setiap apa yang Rayhan lakukan selalu menyebalkan di matanya.
"Kamu punya adik laki-laki? Ke mana dia? Kenapa dia tidak ada?" tanya Rayhan lagi.
"Kenapa?"
"Tidak kenapa-kenapa, hanya ingin kenalan saja dengan calon adik ipar."
Kayla tertawa sumbang mendengar penuturan Rayhan. "Adik ipar kepala kamu gepeng," ketus perempuan itu disusul senyum sinis.
"Sepertinya kamu sangat membenciku, eh? Hati-hati, cinta dan benci itu memiliki perbedaan yang sangat tipis. Dan aku terlalu tampan untuk kamu benci setengah mati, besok-besok kalau kamu klepek-klepek tanggung sendiri ya?"
"Haha, narsis sekali! Mana ada aku klepek-klepek. Yang ada malah ilfeel, eneg dari hari Senin sampai Jum'at ketemu kamu terus."
Rayhan tersenyum mendengar ucapan tsajam Kayla. Seolah apa yang diucapkan gadis itu tidak membuat hatinya terluka sama sekali. Justru, dia semakin senang menggoda Kayla.
"Mulai sekarang hari Sabtu dan Minggu juga kamu bakal ketemu aku."
"Hilih, ogah. Mataku pasti akan kesakitan." Kayla mengibaskan tangan enggan.
Rayhan membuntuti langkah Kayla yang berjalan menuju lantai dua kembali, mungkin hendak pergi ke kamarnya. "Tapi serius, Kayla. Kamu tidak peka apa sama semua ini?" tutur Rayhan, membuat Kayla menghentikan langkah di pertengahan anak tangga lalu menatap Rayhan skeptis.
"Maksud kamu?" tanyanya.
"Ya, ini. Pertemuan ini. Kamu pikir kenapa ibu kita mengatur pertemuan ini lalu mereka pergi begitu saja meninggalkan kita berdua?" Rayhan menaikkan sebelah alis dengan sebuah senyum penuh arti.
Kayla sempat bergeming sesaat, tapi kemudian menjawab tenang—atau pura-pura tenang, "Karena mereka punya urusan di luar, kan?"
"Astaga." Rayhan speechless. "Ini, tuh, alasan mereka saja, Kay. Klasik sekali, sih. Mereka pengin kita berdua dekat. Aku jamin, nanti ibu kamu bakal nanya-nanya soal aku. Dan artinya? Kita dijodohkan."
"Buset." Kayla tergelak. Melengos sebentar kemudian kembali menatap Rayhan tak habis pikir. "Otak kamu sinetron sekali, Pak. Perjodohan? Kamu kira ini zaman Siti Julaeha?"
"Nurbaya, Manis."
"Sama saja!" kilah Kayla sambil mengibaskan tangan di depan wajah. "Daripada makin ngawur, mending kamu duduk manis di depan sana. Minum jus jeruk atau apa terserah supaya otak kamu sedikit beres."
Rayhan masih mempertahankan senyum manisnya. Sama sekali tak terganggu dengan apa yang Kayla utarakan. Karena sungguh, Rayhan yakin seratus persen dengan dugaannya. Pemikiran mamanya memang gampang ditebak. Dan lagi pula, ini bukan kali pertama wanita paruh baya itu melakukannya.
"Ya sudah kalau tidak percaya," tutur Rayhan seraya mengangkat bahu acuh. "Kalau benar perjodohan, jangan sampai kaget. Terima nasib saja. Aku cukup tampan dan tidak akan membuatmu malu diajak ke kondangan atau ke mana pun. Pekerjaan lumayan mapan. Terus soal urusan lainnya, aku jago dalam hal membuat perempuan mendesah keenakan."
Kayla membulatkan mata mendengar kalimat terakhir yang Rayhan ucapkan. "Isi otak kamu hanya selangkangan saja, kan? Maniak!" cercanya. "Meski dunia kiamat sekali pun, aku tidak mau dijodohkan dengan manusia seperti kamu. Memangnya tidak ada laki-laki baik-baik lagi di dunia ini?”
Rayhan tergelak. "Semoga besok kamu dapat anugerah agar bisa jatuh cinta sejatuh-jatuhnya padaku."
"Anugerah? Musibah, sih, iya!" kelakar Kayla seraya menghentakkan kaki dan berjalan pergi meninggalkan Rayhan.
Ketika terdengar suara langkah kaki mengikuti, Kayla kembali berbalik. "Kenapa kamu mengikutiku? Ingin merasakan bogem mentahku?" Kayla mengepalkan tangan di depan wajahnya, mengancam.
Rayhan menggeleng. "Aku hanya ingin menagih utang, sih."
"Utang?" Kayla menatap penuh tanya.
Kemudian... cup! Rayhan mengecup singkat bibir Kayla disusul oleh senyuman penuh kemenangan pemuda itu.
Selama beberapa saat Kayla mematung. Terkejut dengan apa yang terjadi barusan. Mendadak, jantungnya memompa darah tiga kali lebih cepat. Dia lalu menatap sosok tinggi yang menatap tanpa dosa.
Lalu, bug! Kayla menendang selangkangan Rayhan dan menjerit keras, "Rayhan brengsek, sialan, bajingan! Kamu mencuri ciuman pertamaku!"
Rayhan memegangi jimat pusakanya yang terasa amat menyakitkan. Kayla benar-benar tidak berperasaan menendang harta paling berharga yang Rayhan miliki.
"Ciuman kedua, Kay!"
"Kamu—astaga. Dasar brengsek!" Kayla berbalik cepat-cepat kemudian masuk ke dalam kamar seraya membanting pintu sampai menimbulkan suara debuman yang amat keras.
Rayhan masih kesakitan sampai merasa kebas. Tapi melihat wajah Kayla yang merah padam membuatnya senang. Menggoda Kayla sepertinya akan menjadi hobi baru untuknya.
Tepat setelah Rayhan berbalik, dia terkejut saat mendapati seseorang menatap pintu kamar Kayla dengan nanar.
"Kak Kayla benar-benar tidak pernah puber," gumam pemuda berjaket hitam dengan sebuah ransel yang tersampir di pundak kanan. Kemudian dia menatap Rayhan dengan senyum tipis. "Semangat untuk menaklukkan kucing yang sok macan itu, Bang!" katanya.
***