Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Belum Terbiasa

Samar terdengar suara ketukan pintu. Gadis bersurai gelombang itu menggeliat, telinganya mulai mencari suara. Marla melompat turun dari ranjang dan menghampiri pintu. Diambang pintu, terlihat Ester sudah berdiri dan tatapannya langsung beralih pada gadis bersurai gelombang itu.

“Apa kau melupakan perkataanku tadi siang?” tepat perkataan tadi langsung menusuk jantung Marla.

“Ma—maafkan aku, Madam Ester, a—ku, tahu—tahu ketiduran dan terjadi begitu saja. Biasanya ….”

“Lima belas menit, paling lama waktumu untuk bersiap. Aku sudah bilang jangan lakukan kesalahan apapun. Tidak akan ada pengecualian khusus, kalau salah kau pasti tetap akan dihukum!”

Gluk! Rasanya gadis itu sudah sekali menelan salivanya. Ucapan bukan sekedar ucapan saja, tapi lebih dititik beratkan kalau bersalah akan tetap dihukum.

“Maaf, Madam. Aku akan bersiap. Tolong maafkan aku!” Marla membungkukkan badannya berkali—kali, “Cepatlah, aku tidak perlu maafmu sekarang, tapi jam makan malam akan segera dimulai. Aku tidak ingin yang lainnya menunggu karena keterlambatanmu,” hardiknya. Suara madam Ester naik satu oktaf membuat Marla berlari terbirit ke dalam kamarnya lagi.

“Huwaaa … belum satu hari aku sudah melakukan kesalahan. Ya ampun, apa aku akan langsung dipecat hari ini juga?” Marla tidak bisa lagi menikmati ruangan yang begitu mewah itu, dipikirannya sekarang, segera ber bersih dan mempersiapkan diri agar dirinya tak terlambat saat jam makan malam.

Gadis itu membuka pintu dan hampir saja dia melompat karena terkejut. Madam Ester tetap berdiri di depan pintunya.

“Ya ampun, Madam, bikin kaget aku saja!”

“Anak muda jaman sekarang tidak berguna. Sikapnya ceroboh dan seenaknya sendiri. Untung saja, kau tidak terlalu bodoh!” cetus madam Ester yang melirik Marla sambil berjalan.

“Apa lagi ini? Kenapa mereka semua memberi hormat dan menundukkan kepala saat melihatku. Aku kan sama seperti mereka, tapi omong—omong, kenapa kamarku terpisah dengan yang lainnya?” Batin Marla.

“Kau, cepat kesini!” dengan isyarat mata, Marla bergegas menghampiri madam Ester.

Tak berapa lama, semua pelayan tertunduk kembali. Gadis itu memberanikan diri melirik, ternyata si empu—nya rumah dengan seseorang yang menuntunnya. Namun, yang berbeda kali ini. Wanita tua itu tidak dituntun oleh seorang pelayan melainkan seorang pria. Perawakannya tinggi dan bertubuh besar. Tegap dan berisi. Marla sempat terpana sesaat, pria tadi sempat melirik ke arahnya dengan tajam.

Membuat gadis itu sadar dan menundukkan kepalanya. Wajah tampannya sedikit membuat Marla gugup. Tatapan dinginnya seperti sebuah pisau yang menghujam jantung Marla. Seolah—olah, gadis itu memiliki kesalahan padanya. Saat mereka duduk, seorang pelayan mempersilahkan Marla duduk. Gadis itu ingin menolaknya, tapi delikan madam Ester dan tatapan si nyonya rumah tak bisa membuatnya berkutik.

Suasana makan terasa canggung. Tidak ada seorangpun yang berbicara saat makan. Sepertinya, aturan seperti itu yang dipakai di keluarga ini. Berbeda dengan suasana ruang makan Marla bersama anak—anak di panti. Disini makan mencekam seperti sedang menghadapi persidangan.

“Ester, besok pergilah membeli beberapa pakaian dan barang yang pantas dikenakan di keluarga ini. Aku tidak ingin ada kesalahan sedikitpun, kau mengerti?”

Meski berkata pada madam Ester, namun tidak dapat dipungkiri perkataan tadi ditujukan untuk gadis bersurai gelombang itu.

“Baik, Nyonya, saya akan kerjakan sesuai dengan keinginan anda.” Telinga Marla tetap terpasang dengan antena tinggi.

“Apa dia bilang barusan? Pakaian yang pantas? Memangnya ada yang salah dengan pakaianku? Apanya yang tidak pantas. Ini memang pakaianku.” Jawab di hati Marla sedikit terkejut dengan perintahnya tadi.

Tidak berkata apapun lagi, setelah memberikan perintahnya. Wanita tua tadi kembali untuk beristirahat. Lagi, Marla merasakan desiran aneh saat dilirik oleh pria itu.

“Batrick!” suara madan Ester memanggil seorang pelayan.

“Iya, Madam, apa yang perlu saya lakukan?”

“Bawa Nona ke kamar, pastikan dia istirahat. Aku tidak ingin sampai dia terlambat lagi,” dengan lirikan mata dan perkataan yang penuh tekanan, madam Ester memberikan perintah.

“Baik, Madam. Saya akan kerjakan!”

“Pergilah,” madam Ester akan berbalik.

“Tu—tunggu sebentar, Madam,” spontan gadis bersurai gelombang tadi mencengkram lengannya, mencegah pergi.

“Ada apa?”

“Madam, bisakah aku berjalan—jalan sebentar. Aku tadi sudah ketiduran, jadi belum terlalu mengantuk!”

“Lebih baik kau kembali ke kamar. Tidurlah. Besok aku membutuhkanmu lebih awal. Aku tidak suka keterlambatan lagi!” makin ketus jawaban yang diberikan madam Ester.

“Ta—pi, Madam, kalau jam seperti ini dipantai aku masih menghabiskan waktu dengan adik—adik. Aku masih menemani mereka sambil menjelang tidur.”

“Aku sangat tidak menyukai kebiasaanmu itu. saat ini, kau sudah berada di dalam keluarga Branson Austin, aku tidak suka kau mengungkit itu. Dan dapat dipastikan nyonya tidak menyukainya. Lupakan semua, disini sekarang kamu berada dan harus bisa menyesuaikan diri!” Wajah gadis itu mendadak pias. Disuruh melupakan semua kenangan yang paling berarti dalam hidupnya adalah sesuatu hal yang tidak masuk akal. Seperti dirinya yang dibawa secara paksa keluar dari panti, meskipun gadis itu sudah menolaknya.

“Batrick!”

“Ya, Madam Ester!”

“Temani dan jaga Nona Muda berjalan—jalan. Jangan biarkan dia tidur terlalu malam!” setelah melirik ke arah Marla, lalu madam Ester berlalu dari hadapan mereka.

“Apalagi itu?Setelah tadi di panggil Nona, sekarang Nona Muda. Apa maksud madam Ester? Kenapa sampai saat ini madam belum menjelaskan pekerjaanku seperti apa. Aku belum terbiasa seperti ini. Membingungkan.”

Gadis bersurai gelombang tadi hanya menghela nafasnya. Mencoba mengerti dan memahami. Dia berpikir, itu hanyalah sebuah sapaan. Yang terpenting saat ini dia masih bisa menghirup udara setelah kedatanganya siang tadi.

Pelayan bernama Batrick tadi hanya mengikuti. Saat gadis itu melewati beberapa pengawal, lagi yang membuat gadis itu bingung. Semua pengawal memberi hormat dan menunduk padanya.

“Namamu, Batrick kan? Aku, Marla Fransisca. Senang berkenalan denganmu. Kita belum sempat berkenalan kan?” Marla mengukurkan tangan untuk berkenalan, tapi pelayan tadi sedikit ragu untuk menerima uluran tangannya.

“Saya, Batrick, Nona Marla. Saya adalah yang akan membantu semua keperluan Nona selama berada disini,” ucapnya.

“Haduh udah deh, jangan panggil pakai sebutan itu. telingaku gatal tahu, kita kan sama saja, bekerja disini!” Batrick menautkan kedua alisnya. Dia merasa ada yang salah dengan ucapan Marla, tapi tetap tidak berani melanggar apa yang sudah diperintahkan.

“I—iya, Nona Marla!”

“Marla saja!”

“Baik, Nona!”

“Aduh, oke, oke, terserah kamu saja, Batrick. Sesukamu saja memanggilku!” Perdebatan tidak akan selesai karena hanya membahas panggilan saja. Jadi, gadis itu tetap memutuskan mengabaikan.

Marla berjalan melewati beberapa koridor, taman dan kolam ikan yang hanya terlihat gerakannya dari pantulan cahaya lampu. Pikirannya terus menerawang hingga tak terasa gadis itu berjalan ke arah taman belakang. Netranya memindai sebuah ayunan.

“Tempat apa ini, Batrick?” Gadis itu mendudukan dirinya pada bangku ayunan.

“Ini Mansion keluarga Austin, Nona. Lebih tepatnya mirip seperti perkebunan pribadi keluarga Austin, Nona!”

“Oya? Pasti sangat besar dan kau pasti lelah mengerjakan semua. Huh, nanti tolong bantu aku ya. Aku pasti akan banyak bertanya denganmu,” Batrick terlihat menggaruk kepalanya sendiri.

“Ada apa?” karena tidak mendapat jawaban darinya.

“Ti—tidak, Nona. Baik, Nona!” gagap Batrick menjawabnya. Dia takut memberikan jawaban yang salah dan diberi hukuman.

“Uhm, kalau kesana ada apa lagi?” tunjuk Marla kearah yang berkelip dengan lampu—lampu yang terlihat indah.

“Disana ada jembatan kecil, taman bunga yang luas, kandang kuda dan tempat yang bisa Nona jadikan untuk berjalan—jalan atau hanya memandangi saja sambil berjalan kaki,” terang Batrick kemudian.

“Wah, ternyata cukup luas ya. Huh, heumm ….”

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel