Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Dinginnya Malam

Angin bertiup sedikit kencang membuat Marla memeluk tubuhnya dengan erat.

“Sebaiknya Nona kembali ke kamar, anginnya semakin dingin. Saya takut kalau Nona terlalu lama bisa terkena flu,” Batrick tanggap dengan gerakan tubuh yang diberikan oleh gadis itu.

“Nggak apa-apa, aku masih belum mengantuk dan masih mau disini. Kalau kamu mau istirahat duluan nggak apa—apa,” Marla butuh waktu sendiri untuk merenung.

“Maafkan saya, Nona, tapi madam Ester sudah memerintahkan saya untuk menemani dan menjaga, Nona. Saya tidak bisa membiarkan Nona sendirian!” Batrick menolak pergi. Tanggung jawab yang sudah diberikan oleh madam Ester merupakan tugas besar.

“Aku janji, akan langsung kembali ke kamar saat aku benar—benar ngantuk dan kalau kamu takut dengan madam Ester, aku janji, aku nggak akan mengadu. Ini adalah rahasia kecil diantara kita, janji!”

Marla menyakinkan Batrick sambil memberikan kelingkingnya. Dia hanya ingin sendiri untuk saat ini.

“Nona ….”

“Ayolah, ini rahasia. Aku nggak akan membocorkan. Aku akan tutup mulut!” sekali lagi Marla membujuk Batrick dengan menggerakan tangannya seperti sedang menutup resleting pada mulutnya.

“Baiklah!” menyerah Batrick dan mengaitkan jari kelingkingnya, “Tapi, Nona harus janji langsung istirahat dan tunggu disini ya, saya akan ambilkan sesuatu!”

Gadis itu mengangguk cepat asalkan segera dapat dipenuhi keinginannya. Batrick tidak lama meninggalkan Marla, dia segera kembali dengan membawa sebuah mantel.

“Tetap saja, saya tidak ingin dimarahi besok pagi kalau Nona terkena flu. Udara disini benar—benar dingin, Nona, saya sangat berharap anda tidak terlalu lama.”

“Iya, terima kasih banyak. Sudah kamu istirahat saja!” setelah memasangkan mantel panjang yang bisa menutupi seluruh tubuh Marla, barulah Batrick pergi.

Gadis itu menghela nafas panjangnya. Dia turun dari ayunan dan berjalan ke salah satu pohon besar.

Sesaat Marla sedang berpikir, apa yang terjadi dengannya saat ini. Perasaannya, gelisah dan tidak senang. Marla ingin sekali pulang. Kembali ke rumah dimana dia bisa merasakan kasih sayang. Belum satu hari, dia sudah sangat merindukan yang lain.

Biasanya, disaat hati gadis itu gundah tempat pelampiasan bercerita adalah ibunya dan Erika. Hatinya terasa perih, tidak menyangka peristiwa tadi siang langsung mengubah hidupnya. Terpilih menjadi seorang pelayan, bagi Marla bukan suatu kebanggan. Gadis itu lebih senang berkumpul dengan yang lain. Tertawa bersama dan mengisi hatinya yang sedang kosong seperti ini.

Tanpa terasa air mata gadis itu membasahi di pipi. Dia sudah tidak bisa lagi menahan rasa rindunya yang seperti itu. Berpisah secara paksa dan ibunya tidak bisa melakukan apapun untuk menolongnya.

“Bu, aku kangen, aku ingin sekali pulang, Bu, aku kangen ….” Marla bergumam dengan isak yang tertahan di dadanya.

Di Dalam kamar yang gelap. Cahaya terang hanya didapat dari pantulan cahaya bulan saat dia menyibakkan tirai kamarnya. Sepasang mata terus mengintai Marla dengan sangat hati—hati. Tatapannya menyipit tajam dan tak berkedip. Hingga dinginnya malam terus menyapa lembut di wajah gadis itu. perlahan membuatnya terpejam. Marla tertidur kembali dengan selimut dinginnya malam.

***

“Nona, Nona, Nona Muda!” Sayup terdengar suara seseorang memanggil, perlahan Marla membuka matanya.

“Akh, silau banget!” Gadis itu menutupi kedua matanya.

“Selamat pagi, Nona,” Batrick tersenyum dan menunduk di ujung ranjang.

“Bat—rick? Sedang apa kau disini? Agh, bukannya semalam aku di—,”

“Maaf, Nona Marla, madam Ester sudah menunggu Anda. Saya diminta membantu Nona untuk bersiap—siap dan ini sarapan Anda, saya sudah bawakan ke kamar,” sesaat pikiran Marla melayang dan tak lama matanya membulat lebar.

“Ya ampun. Aku kesiangan!” Marla melompat dari ranjang dan bergegas ke kamar mandi. Gadis itu mandi superkilat dan tidak membutuhkan waktu lama.

“Batrick? Bisa tolong keluar sebentar, aku mau berganti baju!” pinta gadis itu, melihatnya berdiri dan belum merubah posisinya.

“Baik, Nona!” Marla bergegas berpakaian. Setelah beberapa saat Batrick kembali masuk ke kamarnya. Diliriknya Marla sedang meneguk susu dan menggigit selembar roti. Terdengar suara lonceng berbunyi cukup keras dari luar kamar.

“Nona, madam Ester sudah memanggil,” Batrick mengerti dengan bunyi lonceng tersebut, artinya gadis bersurai gelombang itu sudah sangat terlambat.

“Ah, iya, terima kasih, aku berangkat!”

Marla berbalik, "Nona, rambut anda, jangan dibiarkan tergerai seperti itu. Saya bantu rapikan. Nyonya akan marah kalau melihat anda seperti itu!” Karena teriakan Batrick, Marla menoleh, gadis itu berjalan cepat sambil menolehkan wajahnya, “Nggak sempat, lain kali saja!” balas Marla.

“No—Nona, hati—hati, awas, Nona!”

Brukk! Saat gadis itu menuruni tangga terakhir kakinya malah tersandung sendiri lalu menabrak sesuatu. Suara lonceng semakin keras membuat Batrick makin panik.

“Arghh!” terlambat Batrik ingin menolong, tubuh Marla malah menindih tubuh seseorang. Sepersekian detik gadis itu terpana dengan sosok yang sedang ditindihnya. Dan gadis itu pun merasakan debaran aneh saat bertatapan dengannya.

Marla menggelengkan kepalanya, “Ma—maaf, Tu—an, aku nggak sengaja!” Tapi, tak ada respon darinya. Yang ada gadis itu ditatapnya dingin.

“Mau sampai kapan kau seperti, hah?” suara nyaring dari madam Ester mengalihkan semua. Batrick segera membantu Marla berdiri dan orang yang ditabraknya, pergi dengan dingin tanpa mengatakan sepatah katapun.

Marla mengenalinya. Dia adalah pria yang menggandeng nyonya saat makan malam. Dari penampilannya, meski Marla dibesarkan di panti asuhan, gadis itu tahu, itu adalah pakaian berkuda.

"Ma—af, Madam Ester, a—ku ….” Belum selesai gadis itu berbicara, madam Ester berbalik dan meninggalkan Marla, terpaksa gadis itu mengekor di belakang daripada kena marah lagi. Marla sedikit menoleh dan melihat punggung pria tadi berjalan cepat menaiki tangga.

“Dasar pria aneh. Aku sudah meminta maaf saja nggak dijawab. Kalau bukan majikanku, aku pasti sudah memakimu habis—habisan.” Meski dikatakan pendiam, gadis itu akan melawan jika di kondisinya yang mendesak. Batinnya semakin berteriak keras.

***

Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam. Akhirnya mobil berhenti di salah satu butik. Marla cukup terkejut kenapa dirinya dibawa ke tempat seperti ini. Ingin sekali rasanya gadis itu bertanya, tapi saat melihat wajah madam Ester yang sedingin es, diurungkan juga niatnya.

“Madam Ester? Suatu hal yang langka anda bisa mampir ke butikku? Ada apa? Apa ada satu hal yang mendesak?” Seorang wanita cantik menghampiri madam Ester dan memberikan hormat padanya.

“Kau bisa membantunya kan?” lirikan atas pertanyaan dari madam Ester kini tertuju pada gadis di sebelahnya.

“Astaga. Dimana Madam bisa menemukan barang selangka ini?” Marla menautkan alisnya saat dirinya dikatakan barang langka.

“Aku tidak membutuhkan komentarmu. Aku hanya butuh keahlianmu, sekarang, Ramon!” Kembali Marla mengernyitkan alisnya. Ternyata wanita yang baru saja dia pikirkan sangat cantik adalah wanita jadi—jadian. Yang artinya, dia hanya bersolek sebagai wanita tapi aslinya berkelamin jantan. Hampir saja Marla tertipu kalau madam Ester tidak menyebutkan namanya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel