Bab 6. Acara Pernikahan
Lampu-lampu sorot menerangi ballroom mewah Hotel Shangri-La Surabaya. Musik mengalun merdu, mengiringi pesta pernikahan pasangan pengantin baru, Dimas dan Sekar. Joe, bersama kru fotografernya, Budi dan Anton, sibuk bekerja. Suasana ramai dan meriah tidak menyurutkan konsentrasi mereka. Joe, dengan cekatan mengarahkan para fotografer untuk mengambil gambar dari berbagai sudut. Ia memastikan setiap detail, mulai dari ekspresi pengantin hingga dekorasi ruangan, tertangkap dengan sempurna.
"Budi, fokus pada detail dekorasi bunga di meja pengantin!" perintah Joe, suaranya terdengar tegas namun ramah. Ia melirik hasil jepretan Budi melalui layar kamera. "Sudutnya kurang pas. Coba sedikit ke kanan."
Budi mengangguk, segera menyesuaikan posisi kameranya. Ia seorang fotografer yang handal, dan ia selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik. Ia sudah lama bekerja bersama Joe, dan ia tahu bahwa Joe selalu menuntut kualitas yang tinggi.
Sementara itu, Anton, yang bertugas sebagai videografer, sibuk merekam momen-momen penting pernikahan. Ia bergerak lincah di antara para tamu undangan, merekam setiap ekspresi bahagia dan haru. Ia menggunakan drone untuk mengambil gambar dari atas, sehingga menghasilkan video yang spektakuler.
"Anton, coba ambil shot wide dari ballroom ini!" seru Joe, sambil memperhatikan Anton yang sedang merekam video. "Tunjukkan kemegahan dekorasi dan keramaian para tamu."
Anton mengangguk, dan segera menerbangkan drone untuk mengambil gambar dari atas. Ia seorang videografer yang kreatif dan inovatif. Ia selalu berusaha untuk menghasilkan video yang menarik dan berkesan.
"Mas Joe, ini lighting-nya kurang bagus, nih," kata Budi, mendekati Joe. "Bayangannya terlalu banyak."
Joe memeriksa hasil jepretan Budi sekali lagi. Ia setuju dengan Budi. "Anton, tolong atur lighting-nya. Kita butuh pencahayaan yang lebih merata."
Anton segera berkoordinasi dengan tim lighting untuk mengatur pencahayaan. Ia menjelaskan apa yang dibutuhkan Joe, dan tim lighting segera bertindak. Mereka bekerja sama dengan profesional, memastikan bahwa pencahayaan sesuai dengan kebutuhan.
"Oke, semuanya sudah siap," kata Joe, setelah pencahayaan diatur. "Kita lanjutkan pemotretan."
Joe kembali mengarahkan para fotografer untuk mengambil gambar. Ia memberikan arahan dengan detail, memastikan bahwa setiap gambar memiliki komposisi yang baik dan ekspresi yang tepat. Ia juga memperhatikan detail kecil, seperti tata rambut dan riasan pengantin.
"Budi, coba ambil close-up ekspresi pengantin saat mereka bertukar cincin," perintah Joe. "Tangkap momen haru dan bahagia mereka."
Budi segera mengambil gambar close-up ekspresi pengantin. Ia berhasil menangkap momen haru dan bahagia tersebut dengan sempurna. Ia merasa bangga bisa bekerja sama dengan Joe, fotografer yang sangat profesional dan berbakat.
Setelah beberapa jam bekerja keras, pemotretan akhirnya selesai. Joe dan timnya merasa lelah, namun puas dengan hasil kerja mereka. Mereka telah berhasil mengabadikan momen-momen indah pernikahan Dimas dan Sekar dengan sempurna. Mereka mengemasi peralatan mereka, bersiap untuk pulang. Mereka tahu, besok akan ada pekerjaan lain yang menanti. Mereka akan terus bekerja keras, mengejar mimpi dan kesuksesan mereka di dunia fotografi.
***
Seminggu berlalu sejak terakhir kali Lisa menghubungi Joe. Hari ini, ponsel Lisa berdering. Nada dering yang ceria memecah kesunyian kamar. Namun, Lisa sedang berada di kamar mandi. Ponselnya berdering terus menerus, tanpa henti. Akhirnya, Ibu Lisa yang berada di ruang tamu, mengambil ponsel Lisa yang terletak di meja belajar.
"Halo?" sapa Ibu Lisa, suaranya ramah.
"Selamat siang, Bu," sapa suara di seberang sana. "Saya Joe, fotografer yang bertemu dengan Lisa di acara wisuda kemarin."
Ibu Lisa sedikit terkejut. Ia tidak menyangka putrinya telah bertemu dengan fotografer terkenal. "Oh, iya, Mas Joe. Ada apa, Mas?"
"Saya menelepon Lisa, Bu. Saya ingin membicarakan tentang tawaran saya untuk membimbingnya belajar fotografi," jelas Joe, suaranya terdengar sopan dan ramah. "Apakah Lisa sedang ada di rumah?"
"Oh, iya, Mas. Sebentar, ya. Lisa sedang di kamar mandi," jawab Ibu Lisa. "Saya akan memanggilnya."
Ibu Lisa meletakkan ponselnya di meja, dan memanggil Lisa. "Lisaa! Nak...! Ada telepon dari Mas Joe, fotografer yang kamu temui kemarin!"
Lisa keluar dari kamar mandi, masih dengan handuk yang melilit rambutnya. Ia sedikit terkejut mendengar nama Joe. Ia segera mengambil ponselnya dari meja.
"Halo, Mas Joe?" sapa Lisa, suaranya sedikit gugup.
"Halo, Lisa. Maaf ya, tadi saya telepon, kamu lagi di kamar mandi," kata Joe, suaranya terdengar ramah. "Saya ingin menanyakan kesediaan mu untuk belajar fotografi. Saya sudah agak longgar jadwalnya minggu depan."
Lisa merasa senang mendengar kabar tersebut. "Oh, iya, Mas Joe. Saya sangat bersedia. Kapan Mas Joe bisa membimbing saya?"
"Bagaimana kalau kita mulai minggu depan? Kita bisa bertemu di Studio Joe. Kita bisa diskusikan materi apa saja yang ingin kamu pelajari," kata Joe. "Bagaimana menurutmu?"
Lisa sangat antusias. "Baik, Mas Joe. Saya setuju. Terima kasih banyak, Mas."
"Sama-sama, Lisa. Nanti saya kirimkan alamat Studio Joe dan detail jadwalnya lewat pesan singkat, ya," kata Joe. "Sampai jumpa minggu depan."
"Sampai jumpa, Mas Joe," jawab Lisa. Ia meletakkan ponselnya, dan tersenyum lebar. Ia merasa sangat senang karena akhirnya bisa belajar fotografi dari Joe.
Ibu Lisa, yang menyaksikan percakapan Lisa dan Joe, tersenyum bangga. Ia merasa senang karena putrinya telah mendapatkan kesempatan yang baik. Ia yakin bahwa Lisa akan mendapatkan banyak manfaat dari belajar fotografi dengan Joe. Ia juga merasa lega karena Joe adalah orang yang baik dan profesional. Ia merasa tenang karena putrinya telah bertemu dengan orang yang tepat.
Lisa kembali ke kamar mandi untuk menyelesaikan kegiatannya. Ia masih tersenyum, membayangkan dirinya belajar fotografi dengan Joe. Ia merasa sangat bersemangat dan optimis. Ia yakin bahwa ia akan mampu menjadi fotografer yang handal. Ia akan terus belajar dan berlatih, dan ia akan selalu mengingat kebaikan Joe yang telah membantunya mewujudkan mimpinya.
***
Setelah ngobrol ditelpon dengan Joe, Lisa merasa sangat gembira. Ia langsung bercerita kepada ibunya tentang rencana belajar fotografi dengan Joe. Ibunya pun turut senang dan memberikan dukungan penuh. Tak lama kemudian, Mira, asisten pribadi Lisa sekaligus adik sepupunya, datang. Mira adalah wanita muda yang cerdas dan cekatan. Ia membantu Lisa mengelola berbagai hal, mulai dari jadwal kuliah hingga urusan bisnis kecil-kecilan Lisa. Mira juga merupakan istri Roni, sahabat Joe, dan kini telah memiliki seorang anak.
"Lis, ada apa kok senangnya sampai begitu?" tanya Mira, sambil menaruh tasnya di sofa.
Lisa menceritakan tentang telepon dari Joe dan rencana belajar fotografi. Mira mendengarkan dengan penuh perhatian. Ia tahu betapa Lisa mengagumi karya-karya Joe.
"Wah, keren banget, Lis! Kamu bisa belajar fotografi dari fotografer terkenal," kata Mira, sambil tersenyum. "Mas Joe itu memang hebat. Aku kenal baik sama dia, lewat Roni."
Lisa mengangguk. "Iya, aku juga sangat mengagumi Mas Joe. Foto-fotonya bagus-bagus sekali. Aku berharap bisa belajar banyak darinya."
"Tenang aja, Lis. Mas Joe orangnya baik dan sabar kok. Dia pasti akan membimbing kamu dengan baik," kata Mira. "Lagipula, kamu kan pintar dan rajin. Pasti kamu bisa cepat menguasai fotografi."
Mira kemudian menawarkan bantuannya kepada Lisa. "Kalau kamu butuh bantuan untuk mengatur jadwal belajarmu, atau hal-hal lain yang berkaitan dengan fotografi, bilang aja sama aku. Aku bisa membantumu."
Lisa merasa sangat beruntung memiliki Mira sebagai asisten dan sahabat. "Terima kasih, Mira. Aku sangat berterima kasih atas bantuanmu."
"Sama-sama, Lis. Kita kan saudara sepupu sekaligus sahabat," kata Mira. "Lagipula, aku juga senang bisa membantumu mewujudkan mimpimu."
Mereka kemudian berbincang-bincang lebih lanjut tentang rencana belajar fotografi Lisa. Mereka membahas materi apa saja yang ingin Lisa pelajari, dan bagaimana cara mengatur jadwal belajar yang efektif. Mira memberikan beberapa saran dan masukan yang bermanfaat.
"Lis, kamu juga harus mempersiapkan diri dengan baik, ya," kata Mira. "Beli buku-buku tentang fotografi, cari referensi di internet, dan jangan ragu untuk bertanya kepada Mas Joe jika ada yang tidak kamu mengerti."
Lisa mengangguk. "Iya, Mira. Aku akan mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya."
Mira kemudian bercerita tentang kesibukannya mengurus keluarga dan pekerjaannya. Ia menceritakan tentang Roni, suaminya, yang kini semakin sukses sebagai arsitek. Ia juga menceritakan tentang anaknya yang semakin lucu dan menggemaskan.
"Roni sekarang lagi sibuk banget, Lis. Dia lagi mengerjakan proyek besar," kata Mira. "Tapi, dia selalu meluangkan waktu untuk keluarga. Dia suami dan ayah yang baik."
Lisa tersenyum. Ia merasa senang mendengar cerita Mira tentang keluarganya. Ia juga merasa bersyukur karena memiliki keluarga dan sahabat yang selalu mendukungnya.
"Lis, ngomong-ngomong, kamu tahu kan kalau Mas Joe itu sekarang lagi sibuk banget?" kata Mira. "Studio fotonya semakin ramai, kliennya semakin banyak. Dia butuh bantuan untuk mengelola studio."
Lisa mengangguk. "Iya, aku tahu. Aku dengar dari Mas Joe sendiri."
"Nah, kalau kamu mau, aku bisa bantu Mas Joe mengelola Studio Joe," kata Mira. "Aku kan berpengalaman dalam manajemen dan keuangan. Aku bisa bantu Mas Joe mengatur jadwal pemotretan, pertemuan dengan klien, dan juga mengelola keuangan studio."
Lisa sangat senang mendengar tawaran Mira. Ia tahu bahwa Mira adalah orang yang tepat untuk membantu Joe. "Wah, bagus banget idemu, Mira! Aku yakin Mas Joe akan sangat senang jika kamu membantunya."
Mira tersenyum. "Iya, Lis. Aku akan hubungi Mas Joe. Semoga dia setuju."
Mereka berdua sepakat untuk menghubungi Joe dan membahas rencana tersebut. Mereka yakin bahwa kolaborasi antara Lisa dan Mira akan sangat bermanfaat bagi Studio Joe. Mereka merasa optimis dan penuh harapan untuk masa depan. Mereka tahu bahwa dengan kerja keras dan kebersamaan, mereka akan mampu mencapai kesuksesan.
*****