Bab 9 Antagonis
Bab 9 Antagonis
"Saya Dirga mbak," kata Dirga memperkenalkan dirinya.
"Saya Fathan mbak," Fathan juga memperkenalkan dirinya sembari menganggukkan kepalanya.
"Eh, tidak usah panggil Mbak. Panggil aja nama, Aisyah ya. Lagian mas-mas ustadz semua ini, lebih tua dari saya," ucap Aisyah merendah.
"Tua cuy," bisik Nathan pada Ahmad.
"Eh maaf... Maksud saya, umur saya masih di bawah kalian. Tidak enak saja kalau dipanggil Mbak. Gitu..." tutur Aisyah merasa ucapannya salah, karena diprotes oleh Nathan.
"Hehe, iya tidak apa-apa Mbak, eh... Aisyah. Memang kita ini sudah tua kok. Heheh," ucap Nathan. Sementara Ahmad, masih terdiam membisu. Serasa kalau bibirnya telah diberi lem perekat.
"Oiya, ada apa ini ya, kok rame-rame di sini?" tanya Aisyah merasa bingung dan aneh.
"Ini loh Aisyah, ada yang memperhatikan kamu dari tadi," celetuk Nathan tanpa rem. Mendengar kata-kata penjelasan dari Nathan, Aisyah hanya dapat tersenyum.
"Ah jangan terlalu didengar ini ucapan Nathan itu. Abi cuma mau bertanya tadi sama kamu. Apa kamu sudah ada seseorang yang bakal jadi imam kamu nak Aisyah??" tanya Abi.
"Oh, jujur belum sih abi, maaf kenapa ya Bi? Kok tiba-tiba tanya begitu?" tanya Aisyah dengan lembut dan sopan.
"Tidak ada apa-apa kok nak. Cuma abi mau bertanya lagi ini sama kamu," ujar Abi.
"Apa itu Bi?" tanya Aisyah.
"Jika ada seseorang, yang menginginkan kamu jadi istrinya bagaimana? Tapi jujur, dia bukan anak orang kaya loh. Dia hanya orang biasa aja seperti Abi dan kita semua di sini. Tapi, insyaallah bisa menjadi imam buat nak Aisyah kok," tanya Abi lagi.
"Eum, bagaimana ya Bi? Saya tidak tahu. Soalnya kan, Aisyah tidak tahu itu orangnya bagaimana, seperti apa, apa pekerjaannya, dia bisa jadi imam buat Aisyah atau tidak. Dan Aisyah harus bertanya dan meminta restu dari bang Adam juga kan Bi?" ungkap Aisyah. Yang dibalas anggukan oleh Abi. Antara Nathan, Dirga, Fathan dan juga Ahmad, hanya diam mendengarkan. Namun, Ahmad mendengarkan sambil juga jantungnya berdebar tak karuan.
"Lalu kriteriamu bagaimana?" tanya Abi.
"Apa harus di jawab disini, Bi?" tanya Aisyah.
"Iya, mungkin saja salah satu dari anak muda di samping Abi, ada yang minat memperistri kamu. Jadikan tidak payah repot cari-cari orang luar kan?" kata Abi tersenyum.
"Baiklah, Bi. Aisyah pribadi sih, tidak banyak maunya. Yang pertama, dia harus bisa jadi imam unutk Aisyah ke depannya. Kedua, bertanggung jawab dan sayang keluarga juga, kalau dari materi, Aisyah tidak ambil pusing. Aisyah yakin, Allah punya jalan sendiri, untuk memberikan rezeki pada hamba-Nya. Yang terpenting punya pekerjaan tetap," ungkap Aisyah menjelaskan. Senyum seseorang yang mendengar saat itu mengembang. Termasuk Ahmad yang tersenyum puas dengan jawabannya. Dia yakin, dalam hatinya, dia bisa mendapatkan hati dan diri Aisyah, wanita yang kini ada di hadapannya. Namun, dengan restu Allah.
"Yang utama dan paling utama, bisa jadi imam dan mendidik Aisyah nanti Bi. Lagi pula, Aisyah juga harus berbicara dulu dengan big boss. Harus minta restu dulu darinya," ucap Aisyah.
"Big boss?" heran Nathan.
"Haha iya, big boss adalah abangnya Aisyah," jawab Aisyah.
"Abi yakin nak, kamu tidak akan kecewa kalau pilih dia. Dia pintar, beragama, dan pastinya bisa jadi imam dan dapat mendidik nak Aisyah seperti yang nak Aisyah inginkan," tutur abi tersenyum.
"Aamiin Allahumma Aamiin," lirih Aisyah dengan penuh harap dalam hatinya.
Namun, setiap manusia pasti ada yang tidak suka terhadap kita. Seperti Gea, Gea adalah anaknya abi Hamzah dan umi Lestari. Ternyata, diam-diam Gea menyukai Ahmad dari saat mereka sekolah. Ternyata, mereka satu sekolah. Rumah Ahmad tak jauh dari pesantren itu. Saat Gea mengetahui Ahmad akan masuk kerja dan mengajar di pesantren ini, Gea merasa begitu senang. Ini kesempatan untuk dia mendapatkan hatinya. Ternyata harapannya hancur karena adanya Aisyah. Seseorang yang dari dulu memang tak dia sukai. Entah apa sebabnya.
"Aku tak akan diam saja. Akan aku membuat kalian tidak akan bisa bersatu dengan mudah. Jika, aku tak bisa mendapatkan mas Ahmad, maka yang lain juga tidak akan bisa. Termasuk kamu Aisyah. Tak peduli aku anak siapa. Yang penting aku harus mendapatkan mas Ahmad dalam pelukan aku. Mas Ahmad adalah milikku, dan selamanya akan menjadi milikku," gumam Gea saat itu sedang mengintip dan menguping pembicaraan mereka semua.
"Aku akan memberikan berbagai kejutan pada kalian, untuk memisahkan kalian. Juga, untuk mendapatkan hati dan perasaan mas Ahmad," gumam Gea lagi.
"Kamu, hanya milikku mas Ahmad. Kamu akan selamanya menjadi milikku. Kita tak akan terpisahkan. Bahkan jika Tuhan yang menginginkan semua itu, aku tidak akan rela dan sudi. Cinta ini begitu suci dan abadi. Sampai selamanya akan tetap seperti itu. Aku tidak akan meninggalkanmu dan akan terus berjuang untukmu," ujar seorang Gea yang sangat begitu mencintai lelakinya yaitu Ustadz Ahmad.
"Baiklah, kalau begitu Abi dan yang lainnya kembali lagi ke kelas ya nak Aisyah. Semoga apa yang kamu inginkan tercapai dan di ridhai oleh Allah," doa abi.
"Aamiin," jawab semunya serentak.
Saat setelah mendengar semua pernyataan Aisyah tadi, Abi, Ahmad, Nathan, Dirga dan Fathan pun kembali ke tempat mengajar masing-masing. Begitu juga dengan Aisyah. Dia kembali meneruskan mengajarnya.
Kisah cinta yang berawal dari pesantren. Yang tumbuh juga di pesantren. Walau tak akan mudah jalan yang di tempuh. Seperti lagu Aceh satu ini.
ISTIKHARAH CINTA (TEUKU FAJAR MAULIDI)
Tiba oeh tengoeh malam (tiba di tengah malam)
Teubayang sabe (terbayang selalu)
Rindu lam hate (rindu dalam hati)
Sabe ji teuka (setiap hari selalu muncul)
Keu sidroe bungong hate (kau satu bunga hati)
Canden indah bukonle (cantik, indah sekali)
Teubalot sabe lam kerudong ija (terbalut selalu dalam kerudung kain)
Sopan ngon santon (sopan dan santun)
Akhlak teu pujoe (akhlak terpuji)
Hai bungong mawoeng ( hai bunga mawar)
Lon rindu keu gata (aku rindu padamu)
Sabe lam doa (selalu di dalam doa)
Oh lheh sembahyang (setelah shalat/sembahyang)
---***---***---
Saat sedang istirahat, Aisyah berpikir keras bagaimana caranya agar Rahmi dan bang Adam bisa bersatu tanpa ada rintangan. Saat sedang berpikir Rahmi pun datang menghampiri Aisyah.
"Assalamualaikum," salam Rahmi pada Aisyah.
"Waalaikumsalam, eh Rahmi," jawab Aisyah.
---***---***---