Bab 8 Kepahitan Hidup
Bab 8 Kepahitan Hidup
"Betapa perih hidup Rahmi. Ternyata dia adalah anak tiri dari ayahnya, juga anak yang tak di inginkan oleh ibunya," gumam Aisyah dan tanpa terasa sebulir air bening jatuh dari mata indah Aisyah.
FLASHBACK ON
Beberapa tahun lalu, ibu Rahmi bekerja di salah satu restoran di kota A. Pada saat itu, ibu Mina pulang larut malam karena harus lembur karena besok ada acara di restoran itu.
Saat pulang dari restoran, ibu Mina menunggu angkot yang lewat. Beberapa menit kemudian angkot pun datang, lalu ibu Mina naik angkot itu seorang diri. Karena teman-temannya di jemput.
Di pertengahan jalan, ibu Mina menyadari, akan kejanggalan dari supir angkot tersebut. Baru di sadari, ternyata itu bukan jalan ke arah rumahnya. Seketika ibu Mina menjerit ingin turun. Namun, sang supir semakin membawa ibu Mina ke arah hutan. Dan terjadilah hal yang tidak di inginkan.
Beberapa minggu kemudian, hadirlah Mina dalam rahim sang ibu. Karena frustasi, ibu Mina ingin bunuh diri dan hanyut di sebuah sungai. Namun nasib berkata lain, ibunya Mina tak meninggal. Hanya saja ibu Mina hanyut terbawa arus sampai ke kota lain.
Saat itu ayahnya Rahmi yang sedang memancing ikan, melihat ada tubuh seseorang yang sedang tersangkut di beberapa ranting pinggir sungai. Ayahnya Rahmi menghampiri dan mengecek keadaan ibu Mina. Mengetahui bahwa belum meninggal, ayahnya Rahmi membawa ibu Mina pulang ke rumah. Disitulah pertemuan mereka dan ayahnya Rahmi bersedia menikah dengan ibunya Rahmi serta Ayahnya Rahmi menerima keadaannya ibunya yang sedang mengandung.
FLASHBACK OFF
Ternyata itu yang membuat ibu dan ayahnya Rahmi tega, memperlakukannya sebagai mesin pencari uang. Tekad Aisyah semakin meningkat, untuk menjadikan Rahmi sebagai kakak iparnya. Juga akan menyelamatkan hidupnya dari keluarga Rahmi yang kejam padanya.
‘Aku akan menyatukan abang dan Rahmi terlebih dahulu, setelah itu baru aku pikirkan tentang hidupku,’ bisik Aisyah dalam hati. Beberapa hari ke depan, Aisyah melupakan niatnya untuk menikah muda, karena jodohnya juga belum datang. Kini Aisyah lebih enjoy dengan hidupnya. Toh, jodoh tidak akan tertukar dan juga tidak akan ke mana.
"Assalamualaikum ... umi, Rahmi," salam Aisyah.
"Waalaikumsalam," serentak umi dan Rahmi menjawab salam.
"Lagi cerita apa sih? Kok kelihatannya serius sekali,” gurau Aisyah memecahkan ketegangan suasana.
"Neng Aisyah," sahut Umi.
"Kamu tidak kuliah Syah?" tanya Rahmi.
"Tadinya mau kuliah, tapi tadi aku dapat musibah sedikit, yang Alhamdulillah tidak terjadi, karena ditolong seseorang. Dan aku jatuh, lututku luka, tidak jadi kuliah deh," jelas Aisyah dengan memperlihatkan lukanya. Sebab, di sana saat itu sedang tidak ada orang lain, kecuali mereka bertiga sesama wanita. Karena semua orang sedang pergi ke kelas masing-masing mengajar anak-anak santri dan santriwati.
"Innalillahi, musibah apa Syah? Kamu tidak kenapa-kenapa, kan?" tanya Tika terlihat begitu cemas seperti yang terluka adalah adik kandungnya sendiri.
"Tidaklah aku tidak kenapa-kenapa kok, tadi aku hampir aja dijambret. Cuma ada seseorang yang menolongku. Ya alhamdulillah tidak jadi di jambret. Allah masih sayang dan melindungiku," ungkap Aisyah menjelaskan.
"Alhamdulillah. Syukurlah, Allah masih melindungimu nak," ucap syukur umi.
"Baiklah, ayok masuk kelas semuanya," ajak Umi yang dibalas anggukan oleh Rahmi dan Aisyah.
"Tapi kamu benar tidak kenapa-kenapa, kan? Tidak diapa-apakan?" tanya Rahmi takut.
"Ya Allahu Rabbi. Aku tidak kenapa-kenapa Rahmi. Kok takut sekali begitu?" tanya Aisyah.
"Hehe, ya takut aja. Mana belum nikah lagi. Masih jomblo begini," gurau Rahmi dengan menggoda Aisyah.
"Oh begitu. Mentang-mentang sudah ada yang menyatakan perasaan ke dia. Jadi sombong begitu? Atau perlu aku lapor ke bang Adam kalau kamu nakal godain aku?" tanya Aisyah menggertak Rahmi.
"Ih!!! Ya jangan, kamu begitu aja mengadu. Nanti dipikir apaan lagi sama bang Adam," cegah Rahmi.
"Kalian ini, sudah-sudah ... ayo masuk kelas mengajar anak-anak. Kalau tidak mau, Umi hukum kalian," ujar umi.
Mereka pun langsung bergegas untuk masuk kelas dan mengajar.
---***---***---
Di dalam kelas, ini kali perdana Rahmi mengajar menjadi tak fokus karena beban yang dia pikirkan bukanlah main-main. Tetapi kali ini masalahnya serius.
HARUSKAH
Aku ingin kita dapat bersama tuk selamanya.
Setelah sekian lama kita bersama.
Aku ingin membahagiakanmu.
Menghabiskan waktu bersamamu.
Kupikir semua kan indah pada akhirnya.
Aku ingin menjaga senyum disudut bibirmu.
Tapi ternyata cinta kita terbentur restu kedua orang tua kita.
Adakah ini akhir dari dua hati yang saling mencintai.
Menjadi cerita cinta yang tak direstui.
Salahkah dua hati saling menyayangi.
Salahkah kita saling mencintai.
Ke mana harusku labuhkan semua harapan.
Seakan semua telah tertelan ketiadaan.
Saat kebahagian seolah hanya sebatas kiasan.
Haruskah aku merelakanmu.
Meski kutahu hatiku tak kan mampu.
Haruskah aku pergi...
Dan tak kembali ke kehidupanmu lagi.
Tuhan, kumohon berilah aku sedikit kesabaran.
Jika perpisahan tak lagi dapat terelakan.
---***---***---
Saat Aisyah sedang mengajar anak-anak mengaji, seseorang itu lewat. Melihat Aisyah yang mengajar dengan lembut, ramah, dan tak mudah marah membuatnya senyum-senyum sendiri.
"Assalamualaikum," sapa Nathan, yang saat itu sedang berjalan bersama abi.
"Wa—Wa’alaikumsalam Nathan, Abi." Ahmad menjawab salam tersebut sambil mencium tangan abi.
"Sedang apa kamu di sini. Wah, pelanggaran ini!!!" ucap Nathan meledek, saat dia tahu kalau Ahmad sedang memperhatikan Aisyah yang sedang mengajar. Abi pun ikut tersenyum melihat wajah gugup Ahmad yang tertangkap basah.
"Pelanggaran apa sih, aku tidak melakukan apa-apa," elak Ahmad berbohong.
"Nak Ahmad, jika kamu menyukai nak Aisyah, tidak apa-apa kok. Setahu Abi, dia juga belum ada yang punya. Sedang mencari pendamping hidup juga. Sama seperti dirimu yang masih single alias seorang diri," ungkap abi.
"Silakan, kalau sudah siap jadi pendamping dari nak Aisyah," goda abi sambil tersenyum.
"Nah itu dengar, kalau ada sesuatu di hatimu itu, jujur dulu sama Allah. Minta dipersatukan jika kalian jodoh. Shalat istikharah, gitu..." kata Nathan percaya diri. Ahmad hanya bisa tersipu malu, sebab apa yang ada di dalam hatinya, dapat di ketahui dan di baca dengan sengat mudah oleh Abi dan juga Nathan.
"Walah, sok tahu kamu. Diri sendiri saja jomblo. Sok nasihati masalah jodohlah, istikharahlah," ketus Ahmad kesal, sambil membuka pecinya, untuk memukul lengan Nathan.
Aisyah yang menyadari ada beberapa orang di depan kelasnya pun segera keluar.
"Assalamualaikum Abi, ustadz Ahmad dan ustadz Nathan," ucap salam Aisyah sambil tersenyum khas dan berbicara lembut, penuh sopan dan santun.
"Waalaikumsalam," jawab Ahmad, Nathan dan abi.
"Ini?" tanya Aisyah, yang tidak mengenal ada beberapa orang yang sedang bersama mereka. Namun, hanya diam saja.
"Ini, anak santri di sini dulunya nak. Tapi, mereka baru selesai sekolah di luar kota. Jadi, ya baru keliatan sekarang. Dan sekarang , mereka berdua akan mengajar disini," jelas Abi.
---***---***---