Bab 7 Kebimbangan
Bab 7 Kebimbangan
"Tunggu mas, nama mas siapa ya?" tanya Aisyah memberanikan diri.
"Nama saya Ahmad Al Farazi mbak. Bisa di panggil Ahmad, bisa juga di panggil Razi mbak. Terserah mbaknya, enak yang mana manggil nama saya," pungkasnya.
"Ok, aku panggil Ustadz Ahmad saja boleh??" tanya Aisyah. Di jawab dengan anggukan kecil serta senyum manis, yang membuat hati Aisyah tenang tidak tertolong. Hal yang sama, juga dirasakan oleh ustadz ganteng itu.
"Kalau nama saya Aisyah. Aisyah Khumaira," ungkap Aisyah memperkenalkan dirinya.
"Baiklah mbak Aisyah, saya permisi dulu. Assalamualaikum..." pamit serta senyum mengembang dari wajah ganteng itu.
"Waalaikumsalam..." jawab Aisyah.
Aisyah tak berniat untuk pergi ke kampus pagi ini. Karena badannya terasa remuk, sehabis jatuh saat tasnya di tarik tadi. Ya Allah kejambretan kali ini membawa berkah.
Aisyah berjalan dengan perlahan. Karena kakinya sedikit lecet di bagian lututnya.
Sampai di rumah, Aisyah langsung membersihkan lukanya dengan air hangat dan mengobatinya. Teringat dengan wajah tampan dan senyum manis yang mengembang di bibir lelaki itu, membuat Aisyah menjadi senyum-senyum sendiri.
Bagaimana tidak, wajah oval, hidung mancung, manik mata yang hitam, lesung pipi yang juga hadir saat dia tersenyum, gigi putih, bersih dan rapih, juga kulit wajah yang berseri. Membuat siapa saja yang melihat akan terperangah dengan ketampanannya. Masyaallah sungguh indah ciptaan-Mu.
Namun sadar akan dosa jika membayangkan lawan jenis yang belum muhrim, membuat Aisyah langsung beristighfar dan istirahat.
Dan ternyata hal yang sama juga dirasakan oleh ustadz itu. Sambil menunggu lengan yang sedang diobati, dengan temen barunya mengajarnya, Ahmad pun terlihat senyum-senyum sendiri, mengingat semua kejadian tadi.
"Husss!!! Kesambet apa kamu Mad?! Biasanya orang di obati itu meringis, kesakitan, lah ini, kamu malah senyum-senyum sendiri gitu." Ucapan ustadz Nathan membuatnya semakin senyum.
Bagaimana tidak, membayangkan wajah cantik dan lembutnya Aisyah, membuatnya tak merasakan sakit saat diobati. Bentuk wajah yang bulat, manik mata yang hitam lekat, hidung kecil yang mancung, bibir yang sedang, tak terlalu kecil, tak juga terlalu besar, yang dibaluri sedikit lipstik berwarna pink, juga bulu mata yang lentik. Ditambah lagi, dengan sentuhan jilbab berwarna coklat susu, membuat siapapun mata memandang pasti lekat tak akan bosan.
‘Astagfirullah, apa yang sedang aku pikirkan?! Bagaimana mungkin aku memikirkan wanita itu. Bahkan jelas-jelas, kemarin aku lihat dia bersama lelaki,’ saat sadar dari lamunannya. Ternyata ustadz Nathan telah meninggalkannya sendirian. Melihat jam yang sudah waktunya untuk mengajar, Ahmad bergegas ambil wudhu dan masuk kelas.
DI SISI KAMPUS.
Jam pelajaran sudah hampir tiba, namun Aisyah belum datang juga.
"Kalian melihat Aisyah tidak?" tanya Tika pada teman-teman yang lain. Namun mereka hanya menjawab dengan gelengan kepala.
"Ah, apa aku telpon saja ya? perasaan ku tidak nyaman ini," gumam Tika sendiri. Namun, saat Tika sedang ingin menghubungi Aisyah, dosen mata kuliah hari ini pun masuk.
Tak terasa jam pelajaran hampir setengah jam, namun Aisyah tak kunjung datang juga.
"Aduhhh, kemana sih kamu Syah, tidak biasanya kamu tidak datang tanpa ngabari aku. Suka banget deh membuatku khawatir seperti ini," resah Tika menjadi tak fokus belajar.
Waktu pelajaran selesai, Tika langsung bergegas menghubungi Aisyah. Namun apalah daya, sudah hampir dua puluh kali panggilan, tapi tak ada satu panggilan pun yang di jawab juga. Keadaan ini semakin membuat Aisyah khawatir.
"Hai Tik," sapa seseorang yang muncul dari samping Tika.
"Eh kamu Za, gue kira siapa tadi," ucap Tika cengar cengir.
"Kenapa muka kamu begitu banget Tik, lagi ada masalah?" tanya Reza. Namun, Tika hanya tetap diam.
"Terus temen imut kamu kemana, apa dia tidak senang ya, dengan pesan yang kamu sampaikan kemarin, jadi dia tidak mau datang hari ini? Dia tidak mau jumpa dengan aku" tanya Reza lagi.
"Aku juga tidak tahu Za. Dari pagi tadi sampai sekarang itu orang tidak ada kabar. Di hubungi juga tidak di angkat, aku jadi khawatir dan cemas sama dia," jelas Tika.
"Baiklah aku mau pulang, sore nanti mau ke rumah Aisyah untuk mengetahui keadaannya," ucap Tika lagi sambil berjalan.
"Kamu mau ke rumah Aisyah?" tanya Reza sambil menyusul Tika berjalan.
"Iya, kenapa?" tanya Tika.
"Aku ikut ya Tik, please..." Reza memohon.
"Baiklah, memangnya sudah punya nyali untuk bertemu Aisyah?" tanya Tika lagi. Namun hanya di jawab oleh cengiran dari Reza. Mereka pun pulang ke rumah masing-masing dan sudah janji bakal ke rumah Aisyah bersama.
Di sisi lain, Rahmi yang bimbang untuk menjawab akan ungkapan bang Adam semalam pun, kini di pesantren hanya bisa diam dan termenung di ruang guru.
"Assalamualaikum Rahmi," salam umi lestari istri Abi Hamzah. Namun Rahmi masih diam membisu.
"Assalamualaikum Rahmi..." ucap salam umi sekali lagi. Namun, Rahmi masih juga belum sadar kalau ada seseorang di sampingnya yang sedang memberi salam.
"Assalamualaikum neng Rahmi, masyaallah .." salam umi lagi sambil menggoyangkan sedikit tangan Rahmi.
"Waalaikumsalam..." suara Rahmi menjawab salam sangat besar karena terkejut ada seseorang yang menyenggolnya.
"Astagfirullah, ada apa neng Rahmi, kok saya perhatikan dari tadi termenung terus. Ada masalah, cerita sama umi. Umi siap mendengarkan kok," ucap umi.
"Ahh umi, tidak ada masalah apa-apa kok mi," jawab Rahmi berbohong.
"Jangan bohong neng, umi tahu kamu punya masalah. Monggo cerita sama umi," ujar umi dengan lembut. Dan memang semua orang di pesantren itu sudah menganggap umi sebagai ibu kandung mereka sendiri.
Tanpa pikir panjang lagi, Rahmi langsung memeluk umi sambil menangis. Kemudian umi pun langsung membalas pelukan itu.
"Umi tahu neng, kamu punya masalah. Cerita sama umi. Mana tahu umi bisa bantu kamu," ujar umi lembut sambil mengelus punggung Rahmi.
"Ra—Rahmi bim...bang mi," ucap Rahmi terbata karena sambil menangis.
"Kenapa neng, tenang dulu ya. Cerita pelan-pelan sama umi," tutur umi.
"Rahmi bingung dan bimbang mi. Rahmi bingung, harus pilih kata keluarga atau kata hati Rahmi," balas Rahmi.
"Ada apa memangnya neng?" tanya umi dengan lembut.
"Rahmi menyukai abang Adam, abangnya Aisyah mi," ungkap Rahmi lagi.
"Alhamdulillah, bagus dong. Nak Adam adalah anak yang baik, sopan, santun, penyayang dan kalau di lihat dari harta tak payah diragukan lagi. Dan juga masalah iman pun dapat diseimbangkan. Umi sendiri kagum melihat abangnya Aisyah juga Aisyahnya sendiri," ungkap umi kagum.
"Lalu apa yang membuatmu bimbang neng?" tanya umi.
"Di satu sisi keluarga Rahmi, di sisi lain cintanya Rahmi. Tapi..." perkataan Rahmi terputus. Umi masih menunggu sambungan itu.
"Tapi keluarga Rahmi ingin memanfaatkan kebaikan Aisyah dan bang Adam mi," ungkap Rahmi kemudian menangis lagi.
Sambil menangis, Rahmi pun menceritakan semua kejadiannya. Umi pun ikut sedih mendengar cerita kehidupan Rahmi yang begitu perih. Tak disengaja semua ungkapan Rahmi ke umi di engar oleh Aisyah.
Beberapa saat lalu Aisyah yang suntuk di rumah sendiri pun pergi ke pesantren. Namun, saat ingin melangkah masuk ke ruang guru, Aisyah mendengar Rahmi yang sedang menangis di pelukan umi. Aisyah mengurungkan niatnya untuk masuk. Dan di dengarlah semuanya.
---***---***---