Bab 6 Incident
Bab 6 Incident
"Abang serius?" tanya Aisyah balik, merasa tidak percaya dengan ajakan abangnya itu. Hanya di balas senyum dan anggukan kecil oleh abang. Karena, memang sudah lama sekali mereka tidak shalat bersama, semenjak Adam sibuk dengan pekerjaannya.
Aisyah pun bergegas mengambil minum dan air wudhu. Selesai shalat, tak lupa mereka berdua berdoa. Setelah itu Aisyah kembali ke kamar dan kembali tidur lagi. Begitu juga dengan Adam, masuk kamar lalu tidur.
Namun, saat mata Aisyah mulai terpejam, kembali terngiang di telinganya, suara lembut dan menggetarkan hatinya. Suara seseorang di dalam mimpinya tadi.
"Ya Allah, jika memang yang kau hadirkan dalam mimpiku adalah benar jodohku. Maka tolong jagakan dia untukku dan aku juga akan menjaga diriku untuknya. Serta berusaha memantaskan diriku agar layak menjadi bidadari dunia dan akhiratnya." doa Aisyah sesaat sebelum dia menutup matanya tidur, sambil mengusap muka. Kemudian memaksakan tidur, karena besok harus kembali Kuliah lagi.
Pada saatnya, semua manusia akan menemukan masing-masing jalan hidupnya untuk menemukan pasangan di kala susah dan senang. Banyak jalan untuk mencapai sebuah kebahagiaan yang indah.
(Rabne bana di jodi) TUHAN TELAH MENCIPTAKAN SEBUAH PASANGAN
Di sisi lain
Tokk! Tokk! Tokk!Ssuara pintu di ketuk dari luar.
Cklek ! Seseorang keluar dari balik pintu itu dengan wajah datar.
"Dari mana saja kamu jam segini baru pulang?!" nada ketus dari ibu Mina, ibunya Rahmi.
"Assalamualaikum," salam Rahmi sambil mencium tangan ibunya.
"Waalaikumsalam, kamu belum menjawab pertanyaan ibu Rahmi!!" suara itu mulai meninggi.
Ternyata selama ini, Rahmi tinggal di pesantren hanya untuk sehari atau dua hari dalam seminggu. Karena, dia harus mengurus semua kegiatan di rumah.
"Aku kan tadi sudah pamit dengan ibu untuk pergi dengan Aisyah. Dan ini juga memang aku baru pulang. Mereka juga tidak lupa membawakan makanan untuk kalian kok," ucap Rahmi dengan sabar dan lembut. Mendengar kalau sang putri membawakan makanan, seketika amarah sang ibu itu pun mereda.
"Mana makanannya, sini serahkan sama ibu!!" ucap ibu Mina, sambil merampas bingkisan yang ada di tangan Rahmi. Dan untung saja, camilan serta susu miliknya di simpan di dalam tas olehnya. Saat Rahmi hendak berjalan menuju kamar, langkahnya pun tiba-tiba berhenti ketik mendengar ucapan suara berat seseorang.
"
Jika kau pergi bersama mereka, selalu membawa pulang makanan enak seperti ini. Maka sudah seharusnya, kau lebih pandai untuk berusaha menarik perhatian dari lelaki itu. Agar, kita bisa menumpang hidup bersama mereka. Apa lagi, jika sampai kau bisa menjadi istrinya, kita akan menjadi orang kaya mendadak," ucap Putra, ayahnya Rahmi yang baru keluar dari kamar itu, pun sontak membuat Rahmi yang mendengar, bereaksi wajah yang sangat terkejut. Dan kemudian, Rahmi langsung berlalu masuk ke kamar tanpa membalas perkataan ayahnya. Karena, sebulir air bening telah menetes dari mata indah itu.
"Kenapa ya Allah? Kenapa hanya mencintai seseorang saja, harus menjadikan dia alat untuk kehidupan keluargaku dulu. Aku memang mencintainya, tetapi aku tak ingin menjadikannya sebagai mesin uang pribadiku hanya karena dia kaya. Kau Maha Mengetahui segala isi hati dan keluh kesah hamba-Mu ya Allah..." Rahmi terisak dalam bantal. Mengingat belum melaksanakan shalat isya, Rahmi bergegas untuk membersihkan diri, lalu segera melaksanakan shalat. Disitulah Rahmi menumpahkan segala keluh kesahnya. Karena, tak pernah sejarahnya Rahmi membantah semua perkataan ibu dan ayahnya.
---***---***---
Pagi itu, Aisyah jalani hari-harinya seperti biasa. Dan Aisyah langsung berangkat ke kampus. Namun, kali ini tak di antar oleh Adam, karena Adam harus meeting pagi ini.
Saat berjalan mencari ojek. Tiba-tiba....
GREP!! Tas Aisyah di jambret. Sontak membuatnya terjatuh, karena sebuah hentakan paksa dan menjerit.
"Tolong!!! Tolong!!! Jambret! Jambret!!” teriakan Aisyah, mengusik seseorang yang sedang lewat saat itu, langsung mengejar jambret itu.
Beberapa saat kemudian, Aisyah pasrah dan ingin kembali pulang, tak berniat ke kampus.
"Assalamualaikum mbak, ini tasnya." Seseorang itu memberikan tasnya ke pada Aisyah.
"Waalaikumsalam mas. Terima kasih banyak sudah menolong saya," ucap Aisyah seraya tersenyum dengan lelaki itu. Namun, matanya tertuju pada lengannya yang terluka dan meneteskan darah segar.
"Astaghfirullah!" Spontan Aisyah sambil menutup mulut dengan kedua tangannya. Lelaki itu hanya diam.
"Mas ini..." ucap Aisyah sambil menunjuk ke arah luka itu.
"Ah, ini hanya luka kecil mbak, tidak apa-apa kok," kata lelaki itu.
"Luka seperti ini, kecil kamu bilang?! Luka kecil seperti apa, yang sampai mengalir darah seperti ini?" tanya Aisyah terlihat khawatir.
"Tidak apa mbak, nanti bisa diberi obat, di Pesantren saja," ujar lelaki itu, sontak membuat Aisyah tersadar dan langsung melihat dan mengenali wajah lelaki itu. Tanpa sadar, tatapan mata mereka beradu beberapa saat, yang berhasil membuat jantung kedua insan itu berdebar tak karuan.
"Astagfirullah, maaf mbak," ucap lelaki itu membuyarkan tatapan mereka.
"Maaf sebelumnya. Apa Mas ini ustadz baru yang mengajar di Pesantren itu?" tanya Aisyah, membuat yang ditanya tersenyum.
‘Ya Allah senyuman itu, mengingatkan aku pada mimpi malam itu,’ gumam Aisyah dalam hati.
Ya, Aisyah pernah bermimpi sebelumnya, pernah melihat seorang laki-laki berbaju putih, mendekatinya dan tersenyum. Dan senyuman lelaki di hadapannya kini, membuatnya mengingat kembali akan mimpi itu.
"
Maaf mbak, kalau begitu saya permisi dulu ya, karena saya harus kembali mengajar. Ini sudah siang," ungkap lelaki itu dengan sopan.
"Eh, tunggu mas. Untuk membalas kebaikan mas, saya ingin membawa mas ke rumah sakit untuk diobati, ya?" pinta Aisyah.
"Tak perlu mbak, nanti saat di Pesantren saja, saya minta tolong ke teman saya," ungkap lelaki itu.
"Baiklah kalau tak mau pergi ke rumah sakit. Bolehkah saya yang mengobatinya?" entah apa yang merasuki Aisyah saat ini. Hingga dia yang tidak pernah mau bersentuhan dengan lelaki, malah kini ingin mengobati lelaki itu.
‘Bagaimana mungkin, aku merusakkan keteguhanku selama ini tak ingin disentuh oleh wanita lain? Selain ibu dan istriku nanti," bisik lelaki itu dalam hatinya.
"Maaf mbak, kita bukan muhrim. Tak seharusnya kita jangan saling bersentuhan," penolakan lembut yang membuat hati Aisyah bergetar.
"Eh! Ma—maaf, maksud saya... Yakin ini tak ingin diobati? dan mau minta tolong sama temannya saja?" tanya Aisyah.
"Terima kasih sebelumnya mbak, tapi saya memang ikhlas lillahi ta'ala mbak," ujar lelaki itu lagi sambil tersenyum. Akhirnya, Aisyah menyerah dan hanya bisa diam, serta berdoa untuk membalas kebaikannya.
"Ok, baiklah, terima kasih, semoga Allah membalas semua kebaikan mas," ungkap Aisyah, kemudian membalas senyum.
"Nah, doa itu yang saya inginkan. Terima kasih, Mbak. Permisi..." pamit lelaki itu.
"Tunggu mas, nama mas siapa ya?" tanya Aisyah memberanikan diri.
"Nama saya Ahmad Al Farazi mbak. Bisa di panggil Ahmad, bisa juga di panggil Razi mbak. Terserah mbaknya, enak yang mana manggil nama saya," pungkasnya.
---***---***---