Bab 3 Pesantren
Bab 3 Psesantren
Sesampainya di rumah, Aisyah langsung bersihkan badannya. Lalu shalat zuhur dan setelah itu makan siang sendirian.
Ya, mungkin hanya pagi dia bisa makan bersama dengan Adam. Sementara malam, paling cepat jam sepuluh malam dia baru pulang.
Selesai makan siang, Aisyah langsung bersiap untuk pergi ke pesantren yang berada di samping rumahnya. Pesantren itu adalah milik keluarga Aisyah. Untuk menghilangkan bosan di rumah, Aisyah pergi ke tempat itu, karena di sana rame dengan tingkah bermacam-macam anak santriwati. Walau pun Aisyah adalah pemilik pesantren itu, tetapi dia tidak bisa seenaknya saja untuk keluar masuk batas santri dan santriwati.
"Assalamualaikum kak," Sapa anak santriwati yang melihat kedatangan Aisyab sambil salaman.
"Waalaikumsalam," jawab Aisyah sembari tersenyum.
Ya, di tempat itu di wajibkan untuk memanggil guru dengan sebutan ustadz dan ustadzah. Tapi Aisyah merasa kalau dirinya tidak pantas disebut sebagai ustadzah.
Jadi meraka memanggil Aisyah dengan sebutan kak.
Aisyah pun langsung menuju ruangan tempat guru-guru berkumpul.
"Assalamualaikum," Salam Aisyah, memecah suasana tegang yang ada didalamnya. Entah apa yang terjadi.
"Waalaikumsalam," jawab semua orang yang ada disina.
"Kebetulan sekali nak Aisyah sudah datang, kita mulai saja rapatnya ya," seru pimpinan pesantren itu. Namanya Abi Hamzah. Dia sudah seperti orang tua untuk Aisyah. Dan semua penghuni pesantren itu memanggilnya dengan sebutan abi.
Memang orang tua Aisyah yang membangun, tetapi mereka mempercayakan kepada seseorang yang pantas, untuk dia yang menjaga dan mengelola.
"Hari ini ada rapat Abi?" tanya Aisyah heran dan sedikit melihat ke kanan dan ke kiri, menatap semua orang.
"Ahh tidak, sebenarnya ini rapat dadakan, karena ternyata kita sudah masuk pada bulan rabiul awal, di mana di bulan ini memperingati hari lahirnya Rasulullah. Jadi kami semua ingin menyelenggarakan perlombaan di sini dan juga acara maulid nabi. Bagaimana?" Tanya Abi Hamzah pemimpin pesantren itu.
"Ahh, kalau saya setuju saja Bi. Dan lagi pula yang berhak menentukan jalan dan peraturan pesantren ini kan Abi, di bantu oleh ustadz dan ustadzah di sini. Jadi saya ikut saja," Jawab Aisyah dengan lembut dan sopan serta terasa malu.
"Walaupun orang tua saya yang mendirikan gedung ini. Tapi saya bukan siapa-siapa di sini. Pemimpinnya adalah Abi, dan saya hanya orang biasa. Lagi pula, saya juga kemari di waktu senggang saya saja. Jadi apa pun keputusan Abi dan yang lainnya saya ikut saja, terserah dengan para Ustadz dan Ustadzah disini," ungkap Aisyah dengan segenap kerendahan hati.
"Lagi pula, bagus sekali acara lomba seperti itu, untuk melihat pengetahuan mereka seperti apa tentang sejarah Islam," ujar Aisyah.
---***---***---
Selesai rapat, Aisyah duduk di sebuah rumah pohon yang berada di pohon yang sangat rindang. Di sana seolah semua penat dan masalah apa saja yang sedang ia hadapi hilang begitu saja. Dengan melihat berbagai para santriwati serta santri melakukan aktifitas, canda tawa mereka memancarkan tidak ada beban di hidup mereka. Ya, posisi rumah pohon itu, berada di tengah-tengah antara batas santri dan santriwati.
"Assalamualaikum, serius sekali. Lagi baca apa sih sampek segitu seriusnya," Ucap Nisa dan Rahmi menepuk pundak Aisyah yang sedang serius membaca sebuah novel.
"Waalaikumsalam. Kalau mengucapkan salam itu yang benar. Jangan mengejutkan jantung orang," kesal Aisyah merasa sangat terkejut. Namun Ayu hanya cengar cengir.
"Ehh bukan apa-apa. Hanya buku novel saja. Kalian ini suka sekali datang dengan mengejutkan seperti ini," jawab Aisyah kesal karena telah terkejut di buat temannya itu
"Hehe habisnya, dari tadi kami datang di belakangmu, tapi kau tak menyadari itu," ucap santai Nisa tak mau kalah.
"Emm benar kah?" tanya Aisyah meyakinkan.
"Iyalah. Ehh kau tahu tidak tadi itu ada ustadz baru yang masuk untuk mengajar di pesantren ini?" tanya Rahmi.
"Enggak, kenapa juga harus tahu. Yang punya hak penuh juga Abi kan. Bukan aku, lagian untuk apa aku harus tahu. Biarkanlah, semua orang juga bisa masuk ke sini kan," Jawab Aisyah santai.
"Emm kau ini selalu saja santai saat berbicara masalah lelaki. Kalau seperti ini, mana bisa kau itu mewujudkan keinginanmu untuk menikah muda," Tukas Rahmi nada tak senang.
"Rahmi, keinginanku memang menikah muda. Tetapi aku juga muslimah sejati. Aku tidak mau di cap sebagai wanita berhijab tapi ganjen dengan lelaki. Biarkan waktu yang menjawab. Jika ada lelaki yang ingin dekat dan kenal denganku. Dia harus dekat dan kenal dulu dengan Abangku. Aku tidak masalah jika ada lelaki yang menghampiriku, tapi aku tidak akan pernah menghampiri lelaki mana pun kecuali ada urusan penting!!" Pernyataan tegas Aisyah panjang lebar yang hanya di jawab dengan ekspresi diam oleh Nisa dan juga Rahmi.
Mereka adalah teman, saudara dan sahabat Aisyah dari kecil hingga sekarang. Mereka mengetahui segalanya tentang Aisyah. Hingga kebiasaan abang yang selalu menjemput Aisyah pun datang. Tidak terasa waktu menunjukkan pukul enam sore hari. Kalau abang menjemput Aisyah, berarti dia tak lembur. Emm senangnya hati Aisyah ada teman di rumah.
"Assalamualaikum," salam Adam untuk mereka bertiga.
"Wa'alaikumsalam," jawab mereka bersamaan.
"Aisyah turun. Nanti jatuh dek, sini turun. Ayo pulang," mendengar perintah dari Adam, Aisyah langsung turun. Lalu Aisyah menyalaminya.
"Kalian ini, suka sekali naik-naik di rumah pohon itu. Nanti kalau jatuh, bagaimana?" tanya Adam sedikit marah.
"Maaf ... Bang, kami akan hati-hati kok. Tenang saja ya," rayu Aisyah.
Aisyah yang sifatnya manja karena selalu di manjakan oleh Adam itu berhambur dan langsung bergelantungan di lengan Adam.
"Yeee... Alhamdulillah Abang tidak lembur kan..." Seru Aisyah dengan manja.
"Emm tidak," Jawab abang santai sambil melihat ke Rahmi dan yang lainnya. Fita tahu mereka saling suka. Mereka berdua curhat dengan Aisyah. Tetapi Aisyah hanya diam. Karena mereka sudah dewasa, harus mengatasi masalah perasaan mereka sendiri. Rahmi memang umurnya lebih dan kedua temannya lagi.
"Yaaeyy... senangnya aku ada temen di rumah. Dan malam ini aku mau kita makan di luar boleh?? Dan ajak Rahmi serta Nisa temanku sekalian," Rayu Aisyah dengan mata berbinar.
"Emmmm bolehh. Kenapa tidak," Jawab Adam dengan mengusap kepala Aisyah. Rahmi dan Nisa hanya tersenyum geli melihat tingkah kedua bersaudara itu.
Aku dan Adam pun pulang untuk bersiap shalat dan jalan nanti malam.
Ternyata aktifitas mereka ada yang memperhatikan. Sesekali menggeleng kepala. Entahlah apa yang dia pikirkan tentang Aisyah. Dan sepertinya dia orang asing di sini. Aisyah tak pernah melihatnya. Emm biarkanlah dalam hatinya. Namun, pikirannya terus penasaran
---***---***---