Bab 5 Sesi Curhat Cewek
Bab 5 Sesi Curhat Cewek
Makan malam bersama mereka hampir usai. Eva tiba-tiba punya ide cemerlang. Semua orang sudah dikuasai oleh anggur merah dan dalam keadaan sangat santai sehingga sangat baik untuk melakukan dialog dari hati ke hati.
“Eva punya usul. Tetapi ini tidak termasuk Om Dean dan Tante Voni jadi Tante dan Om bisa beristirahat terlebih dahulu.”
“Baiklah kalau begitu, kami juga sudah sangat mengantuk,” ucap Dean menggandeng tangan istrinya menuju kamar tamu yang sudah ditunjukkan oleh tuan rumah.
“Ide apa, Kak?” tanya Olive memainkan ujung gaunnya.
“Malam ini Mama harus tidur bersama anak perempuan dan Papa juga tidur bersama anak laki-laki.”
“Ide macam apa itu, Kak? Mana bisa aku tidur sama Papa?” protes Leo yang merasa aneh.
“Ide yang bagus. Mama setuju. Sesi curhat para cewek!” ucap Zaini bersemangat.
“Tapi, Ma?” protes Mars persis seperti putranya.
“Ayo, Ma! Kita ke kamar Olive saja yang kasurnya lebih luas dari kamar Kakak.” Olive menggandeng tangan mamanya yang juga patuh mengikuti.
Mars bercakak pinggang tidak menyangka kalau istrinya benar-benar mengikuti kemauan kedua putrinya.
“Daag, Papa dan Leo. Selamat tidur!”
“Kita harus berbuat apa, Pa? Apa Papa juga mau tidur di kamar Leo?” selidik putra mahkota Morgan itu.
“Nanti kita tidur di kamar masing-masing. Tapi ini bisa jadi kesempatan bagus buat kita berdua. Kalau kamu belum mengantuk kita bisa bicara apa pun tentang urusan cowok. Mau tambah anggur lagi?”
“Boleh, Pa. Kita di teras saja kalau begitu. Lebih segar,” usul Leo.
“Ah, Papa suka ide itu.”
Sementara di kamar para perempuan.
Olive sudah tidak bisa terjaga lagi sehingga belum juga lima menit bicara dengan Zaini dan Eva, si bungsu sudah tertidur dalam balutan piyama pinknya. Sedangkan Zaini dan Eva masih melanjutkan obrolan mereka.
“Eva sengaja pisahin Mama dan Papa malam ini karena Eva mau curhat.”
“Katakan! Mama dengar tadi sore kamu bilang kalau lagi banyak masalah hari ini.”
“Masalah terbesar Eva, selain diserempet dan melihat perselingkuhan seorang suami yang menampar istrinya, hari ini sudah ada dua orang yang bilang suka sama Eva. Teman kantor dan teman waktu kuliah.”
“Bagus dong! Anak mama memang sudah saatnya berpacaran sehingga bisa cepat menikah.”
“Itu dia masalahnya untuk Eva. Cerita dong Ma, bagaimana sampai bisa tertarik dengan Papa? Eva itu tidak tahu apakah Eva pernah merasakan suka sama cowok.”
“Kamu benar mau tahu atau hanya ingin mengerjai Mama? Kamu itu seorang psikolog, lho. Kamu kan pelajari teorinya.”
“Justru dari semua teori yang Eva baca dan dengar dari orang itu, belum pernah Eva rasakan. Kalau teorinya benar berarti Eva yang bermasalah. Ah, pusing!”
“Mama itu pertama kali suka sama Papa kamu karena mendengar suaranya. Mama suka karena memberikan rasa nyaman dan aman. Jadi kalau dengar suara Papa, ada rasa hangat dalam diri mama.”
“Sebentar Ma, Eva ingat-ingat dulu apakah ada cowok yang memberikan rasa yang sama bagi Eva, seperti pengalaman Mama.”
Setelah jeda beberapa saat, “Ketemu? Sudah ingat?” tanya Zaini.
“Tidak ada, Ma. Semua teman cowok Eva biasa saja. Selain suara apalagi Ma?”
“Papa kamu itu cerdas. Kalau bicara tidak asal. Hanya kadang terlalu serius sehingga ekspresinya itu membuat Mama suka lucu sendiri. Papa kamu tidak suka merayu dengan kata-kata manis atau memberikan kado seperti di film-film cinta. Tetapi ia selalu melakukan hal-hal yang membuat Mama yakin kalau Papa itu bisa memegang janjinya. Kami berpacaran hampir tiga tahun. Lalu sempat berpisah lama sekali, sampai akhirnya bertemu kembali dan menikah saat kamu berusia sepuluh tahun. Setelah itu kamu sudah tahu lanjutan ceritanya sampai sekarang.”
“Jadi Mama suka bukan karena perawakan Papa?”
“Bukan yang utama. Lebih pada apa yang dikatakan dan dibuat oleh Papamu.”
“Kata orang, sifat atau karakter asli tidak terlihat kalau masih pacaran, kecuali kalau sudah menikah. Papa bagaimana?”
“Semua orang punya rahasia pribadi Kak. Untuk bisa berbagi rahasia perlu ada rasa percaya terlebih dahulu. Papa tidak sempurna tapi hampir semua yang Mama alami waktu masih pacaran, tidak ada perubahan setelah menikah.”
“Kapan Eva bisa ketemu pria seperti Papa?” lirih Eva.
“Temannya dibawa ke sini biar ketemu Papa. Sesama pria akan saling memahami sejauh mana ia bisa dipercaya.”
“Belum ada, Ma.”
“Terus yang dua cowok tadi, kenapa mereka tidak pernah Kakak ajak main ke rumah selama ini. Kalau mereka berani bilang suka, artinya mereka sudah mengenal Kakak lama.”
“Apa Eva mengidap suatu penyakit dari kecil, Ma? Karena tidak pernah Eva ingat wajah mereka kalau memang sedang tidak bersama. Kepala Eva hanya penuh dengan perintah, tugas apa yang Eva harus lakukan setelah ini. Tapi tidak pernah ada tugas untuk mengingat para cowok di kampus atau tempat kerja.”
“Nah, itu jadi pekerjaan rumah untuk Kakak mulai malam ini. Besok, tambahkan satu tugas untuk Kakak lakukan yaitu perhatikan satu saja cowok di sekitar Kakak yang bisa diingat sampai malam sebelum tidur. Kita coba beberapa hari. Kalau cowok yang sama tetap muncul dalam ingatan Kakak, maka lakukan langkah-langkah pendekatan seperti teori yang sering Kakak baca. Bisa jadi Kakak mulai tertarik dengan cowok tersebut dan cobalah untuk berkenalan.”
“Selain Papa, Mama suka dengan yang lainnya?”
“Ada, sebelum Papa. Tetapi, dia mempermalukan Mama sehingga Mama sempat trauma dan tidak suka tampil di tempat umum cukup lama. Setelah bertemu Papa baru kepercayaan diri Mama kembali lagi. Kakek kamu sampai membuat ruangan hiburan sendiri di rumah untuk Mama karena Mama takut bertemu dengan orang lain. Mama punya asisten sendiri untuk menemani Mama mengobrol. Papa kamu itu dulu asisten mama waktu awal kenalan. Setelah ketemu setiap akhir pekan, Mama jadi suka dan jatuh cinta.”
“Ah, Eva juga mau jatuh cinta, Ma. Tapi kata salah satu cowok yang suka sama Eva tadi, cinta itu datang dengan sendirinya, tidak bisa dipaksakan.”
“Cocok tidak dengan teori yang kamu pelajari?”
“Cinta itu susah untuk Eva jelaskan. Banyak teori tentang cinta tapi Eva ingin punya teori sendiri yang kalau disampaikan, dalam satu kalimat sederhana, bisa menyelamatkan hubungan yang telah retak. Nah, Eva butuh pengalaman untuk bisa temukan definisi cinta menurut Eva.”
“Tidur, yuk! Nanti kita lanjut ngobrol lagi.”
“Mama kalau mau ke kamar Mama, boleh kok. Terima kasih sudah mendengarkan cerita Eva malam ini.”
“Benar nih, Mama boleh balik ke kamar Mama?”
“Iya, dengar kisah tadi, Eva jadi tidak tega pisahin Mama dan papa.”
“Kamu itu memang suka usil. Yuk, kembali ke kamar masing-masing supaya Olive juga bisa tidur dengan leluasa.”
“Oke, Ma! Selamat tidur.”
Di pembaringannya, Eva berpikir kalau malam itu ia mendapatkan pelajaran berharga dari kisah cinta papa dan mamanya, bahwa cinta memang tidak bisa dipaksakan namun perlu ada usaha untuk meraih cinta.
Setidaknya perlu ada kedekatan antara kedua belah pihak dengan mulai saling kenal terlebih dahulu. Ada satu tugas yang harus Eva lakukan yaitu mengamati satu orang cowok dan jadikan sebagai fokus. Sebelum tidur dicek lagi, apakah masih ingat dengan cowok yang dimaksud dan berapa lama bayangannya bertahan. Eva jadi ingat sahabatnya Rara yang sering gonta ganti cowok. Calon klien berikutnya yang perlu digali pengalamannya sebagai bahan referensi baginya.
Bersambung