Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3 Tabrak Lari

Bab 3 Tabrak Lari

Eva mengendarai mobil sedan putih tulangnya menuju rumah. Sampai di perempatan lampu merah di tengah perjalanan, ia teringat untuk mampir di swalayan untuk membeli buah, permen dan air mineral karena persediaan di ruangannya sudah habis. Ia mengambil jalur kanan untuk sampai pada salah satu pusat perbelanjaan yang cukup lengkap di kota Barat.

Eva turun dari mobilnya dan menggantung tas yang berisi semua benda penting yang selalu ia bawa kemanapun. Dengan penuh percaya diri ia melangkah menuju rak buah dan sayur untuk mencari kebutuhannya.

Eva tidak ingin berlama-lama karena ia sudah ingin rebahan. Hari ini ia hanya melewati dua sesi pertemuan di pagi hari dengan klien lama namun energinya terkuras habis karena kejadian tidak penting.

Buah yang ia butuhkan sudah ia kantongi, tersisa air mineral yang biasanya ada di dekat kasir. Eva melewati lorong mainan anak-anak untuk sampai ke meja kasir yang terlihat sepi dari jauh.

Plak!

Bunyi tamparan tepat di samping Eva membuat langkahnya terhenti.

Saat menoleh, Eva melihat seorang wanita muda memegang pipinya dengan air mata berucucuran tanpa suara, berhadapan dengan seorang pria yang sedang memeluk bahu wanita lain. Wanita yang dipeluk terlihat cuek dengan fokus pada layar ponselnya. Rambutnya tergerai menutupi wajahnya sehingga tidak jelas parasnya. Sementara sang pria sedang menatap dengan kesal pada lawan bicara di depannya sambil berkata, “Tutup mulutmu dan berhenti mencampuri urusanku. Tugasmu tinggal di rumah dan menjaga anak-anak. Aku muak selalu mengikuti semua aturan darimu. Ayo, kita pergi Sayang.” Pria itu lalu meninggalkan wanita yang ia tampar tadi.

Eva melihat wanita itu menutup matanya dan membiarkan semua air mata semakin deras mengalir membuat Eva tidak tega berlalu dari tempat itu. Tugas seorang konselor bukan untuk kepo pada urusan semua orang, tapi sebagai sesama perempuan, ia hanya ingin memberikan dukungan sosial pada wanita yang sedang menangis itu.

“Maaf, Anda baik-baik saja?” tanya Eva sambil menyodorkan kotak tisu di tangannya.

Tas yang dijepitnya seperti kantong ajaibnya yang berisi setiap kebutuhan wanita yang terlihat tidak masuk akal untuk sebagian besar pria.

“Terima kasih, saya tidak apa-apa,” balas wanita asing tersebut mengambil beberapa lembar tisu yang diberikan Eva.

“Syukurlah. Kalau ibu butuh apa-apa, bisa kontak nomor saya di sini.” Eva mengeluarkan satu lembar kartu namanya dan diterima oleh wanita tadi dengan senyum yang dipaksakan.

“Saya pamit ya, Bu. Semoga kita bisa ketemu lagi.”

Eva membayar di kasir dan bergegas menuju mobilnya. Sampai di parkiran, Eva berpapasan lagi dengan pria yang berlaku kasar pada wanita yang ia temui tanpa sengaja di dalam tadi.

Mereka tidak saling menatap tapi mobil pria itu persis di samping mobil Eva.

Eva bisa melihat jelas wajah pria itu saat ia ingin membuka pintu mobilnya. Beberapa detik setelah Eva masuk dan duduk di belakang kemudi, dari posisinya itu ia bisa melihat pria brengsek tadi sedang sibuk memadu saliva dengan wanita di sampingnya karena kaca mobil mereka belum menutup sempurna. Apalagi yang bisa dilakukan oleh seorang pria jika bukan seperti dugaan Eva, kalau wajahnya terlihat menempel pada wanita di depannya dengan kedua tangan merangkul erat punggung sang wanita.

Eva membuang pandangannya ke tempat lain dan menenangkan perasaannya. Kepekaan emosinya pada permasalahan seseorang selalu menempatkannya pada situasi seperti sekarang yaitu merasa sedih dan marah pada keadaan di sekitarnya. Ia butuh waktu untuk mengendalikan dirinya sendiri sebelum fokus untuk melanjutkan aktivitasnya.

Setelah bisa menguasai dirinya kembali, Eva dengan segera keluar dari parkiran lantai dasar. Tak lupa ia meninggalkan bunyi decitan ban sedannya dan klakson panjang, sehingga pasangan tak punya malu tadi bisa sadar kalau mereka sedang berada di tempat umum.

Eva memperlambat laju sedannya begitu ia sudah mendekati jalur pintu keluar, ia mengambil ancang-ancang untuk belok ke kiri dan sudah melakukannya dengan benar sesuai peraturan lalu lintas. Tidak terlihat ada kendaraan lain di sebelah kanan sehingga dengan penuh percaya diri Eva menginjak gas mobilnya. Tiba-tiba sebuah mobil jenis 4wheel drive melesat dengan kecepatan tinggi menabrak ujung kanan depan dari sedan putih tulang yang dikendarai Eva, dan terus melaju menembus jalanan yang sedikit lengang.

Bunyi rinsek dentuman keras karena hantaman benda padat dan tekanan akibat kecepatan, membuat mobil Eva langsung berhenti seketika itu juga. Eva kaget dan jantungnya berdetak sangat cepat akibat suara yang membuat pekak dan goncangan tiba-tiba pada mobilnya. Di saat yang bersamaan, tubuhnya melemas karena masih belum menyadari apa yang sebenarnya terjadi.

“Ibu tidak apa-apa?” tanya sebuah suara dari celah jendela depan yang Eva buka setengah, karena ia tadi baru saja membayar parkiran dan belum sempat ia tutup.

Eva menoleh dan seorang pak tua dengan seragam satpam putih biru, menatapnya dengan raut cemas.

“I-iya Pak, saya baik-baik saja.”

“Ada yang luka, Bu?” tanya pria baik hati itu lagi.

“Tidak Pak. Saya tepikan dulu mobil saya,” balas Eva mencoba menghidupkan lagi sedannya dan berhasil. Eva memarkir mobilnya dan turun. Ia menuju bagian depan untuk melihat seberapa parah kerusakan pada sedan kesayangannya. Satpam itu juga mengekorinya.

“Syukurlah Ibu tidak apa-apa. Tetapi sayang juga karena kita tidak bisa menangkap identitas dari mobil pelaku tabrak lari tadi,” ucap Pak satpam tadi sambil menatap Eva dari balik topinya.

“Iya Pak. Tidak masalah. Masih bisa jalan juga mobil saya. Anggap saja saya sedang ketiban sial. Masih untung karena saya tadi masih sempat berhenti. Kalau tadi saya langsung tancap gas saat belok, mungkin ceritanya akan berbeda.”

“Baiklah Bu. Hati-hati di jalan. Saya bertugas dulu.”

“Terima kasih Pak.”

Sementara, di seberang jalan seseorang sedang memakai teropongnya mengamati gerak gerik Eva. Orang tersebut mengucapkan sesuatu pada kabel di bawah dagunya, “Rencana pertama pada target sudah berhasil. Sedikit kerusakan, hanya pada mobil target.”

Beberapa menit kemudian orang tersebut menyingkirkan teropongnya lalu meninggalkan tempatnya mengintai, karena di saat yang sama Eva juga sudah melanjutkan perjalanannya pulang ke rumah.

Kedua mobil tersebut bergerak berlawanan arah. Tidak jauh dari tempat kejadian mobil Eva ditabrak, ada mobil lain yang juga menjadi saksi untuk setiap kejadian yang terjadi pada Eva. Penghuni mobil tersebut sebenarnya juga mengetahui setiap kegiatan Eva sejak ia meninggalkan kantornya. Bukan hanya hari ini tapi sudah satu minggu belakangan, penguntit rahasia Eva selalu membuntuti ke mana pun konselor muda itu pergi.

Anggaplah ia sebagai penjaga bagi Eva namun tugasnya hanya untuk mengamati dan melaporkan. Ia tidak diberikan wewenang untuk turut campur dalam kejadian apa pun yang menimpa konselor tersebut. Murni hanya dibayar untuk mengawasi pergerakan Eva selama di luar rumah dan kantor. Jika gadis itu sudah ada di dalam rumah dan sampai jam sepuluh malam tidak keluar lagi, barulah waktu kerjanya berakhir dan ia boleh meninggalkan tugasnya mengawasi rumah Eva.

Penjaga tersebut harus sudah berada di dekat rumah Eva pagi-pagi sekali keesokan harinya, untuk kembali mengawal keseharian Eva dari jauh. Begitulah rutinitas harian dari si penjaga tanpa diketahui oleh Eva.

Bersambung

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel