Bab 11 Berondong Budak Cinta
Bab 11 Berondong Budak Cinta
Dua jam kemudian Eva sudah berada kembali di pelataran gedung kantornya.
Ia bergegas melangkah menuju ruangannya. Sebelum ia melewati meja resepsionis, Desi sudah berlari kecil menghampirinya sambil berbisik, “Ada klien baru ingin bertemu konselor wanita. Apa Ibu Eva mau menemuinya. Ia seorang pemuda tampan dan sudah ada di sini. Ia sedang menanti petunjuk dariku.”
“Ada alasan tertentu dia ingin bertemu dengan konselor yang berlawanan jenis dengannya?”
“Dia sebutkan khusus tidak mau bertemu dengan penasihat keluarga yang pria.”
Eva menghentikan langkahnya dan ikut berbisik, “Jam berapa klien berikutku datang?”
“Masih sembilan puluh menit lagi. Jadi aku arahkan ke ruangan Ibu, ya! Lumayan, siapa tahu calon duda.”
“Kamu ada-ada saja. Ya, sudah. Beri aku waktu untuk siap-siap dulu.”
“Oke, sepuluh menit lagi.”
Sementara di kantor Jasa Konsultan dan Pengacara K&Z, percakapan serius terjadi antara Alda, salah satu klien tetap Eva, dengan calon pengacaranya.
Tempat yang sama juga merupakan tempat kerja dari Ricky.
Atasan Ricky menganjurkan sebuah nama pada Alda, dan memintanya untuk bisa datang kembali keesokan harinya, karena pengacara yang bersangkutan sudah ijin pulang lebih awal disebabkan oleh masalah keluarga.
Namun, saat Alda melihat Ricky melalui kaca ruangan yang tembus pandang, terlihat sedang sibuk berbicara dengan seseorang di luar, maka ia menunjuk dan bertanya apakah ia bisa dibantu oleh pengacara yang sedang berdiri di luar tersebut.
“Ibu yakin? Tapi dia tidak punya banyak pengalaman dalam mengurus kasus perceraian dibandingkan nama yang saya usulkan tadi.”
“Melihat wajahnya, saya sepertinya lebih nyaman untuk bisa bekerja sama dengannya.”
“Baiklah kalau begitu. Tunggu sebentar ya, Bu.”
Atasan Ricky lalu membuka pintu ruangan dan melambaikan tangan pada stafnya itu dan memanggilnya untuk masuk.
“Mari Pak Ricky, silakan masuk. Perkenalkan ini Ibu Alda yang sedang mencari bantuan untuk menggugat cerai suaminya. Ibu Alda punya permintaan khusus untuk dibantu oleh Pak Ricky.” Pimpinan lembaga tersebut membuka pembicaraan di antara mereka bertiga.
“Terima kasih untuk kepercayaannya Ibu. Kita bisa bicara di ruangan saya.”
Ricky memberikan salam hormat pada pimpinannya dan membuka pintu ruangan.
Bersamaan dengan Alda mengangguk dan mengucapkan terima kasih pada atasan Ricky dan mengekori langkah pengacaranya dari belakang.
Kembali ke ruang konsultasi milik Eva.
“Jadi dari cerita tadi, pasangan Bapak minta putus karena ia sadar kalau Bapak tidak pernah bisa memenuhi keinginannya untuk berbelanja?”
“Sebenarnya kami belum menikah. Tapi, saya ingin selalu dekat dengan cewek saya dan melakukan banyak hal bersama dengannya. Masalahnya dia hanya ingin menghabiskan isi dompet saya.”
“Apakah menurut Bapak, penghasilan Bapak nantinya bisa terus menopang keinginan pasangan Bapak?”
“Saya berharap bisa merubah sikap dia nanti setelah kami menikah.”
“Saya sangat menghargai pendapat Bapak. Ada hal yang tidak bisa dirubah dari seseorang dan menuntut pemahaman dari pasangannya. Seperti temperamen atau perangai yaitu keseriusan, kemampuan beradaptasi pada perubahan, tingkat keaktifan, ketekunan, minat akan pengalaman baru, keteraturan, dan pemusatan perhatian.”
“Saya sedang bingung, apakah saya masih bisa tetap mempertahankan hubungan ini?”
“Hubungan yang sehat seharusnya didasari dengan kesepakatan bersama. Penting untuk Bapak refleksi. Apakah selama menjalin hubungan, saya bisa bebas bercerita apa pun yang saya rasakan dan inginkan dengan pasangan? Apakah pasangan saya mendukung saya? Apakah saya mampu memenuhi harapan pasangan saya? Kalau saya tidak mampu, apakah pasangan saya bisa menerima saya apa adanya? dan banyak pertanyaan lain yang bisa Bapak pikirkan.”
“Kalau saya putuskan dia, bagaimana dengan kehidupan saya? Setiap hari hanya ada dia dalam kepala saya.”
“Kekasih Bapak sangat beruntung karena mendapatkan kasih sayang yang utuh dari Bapak. Ada baiknya Bapak diskusi dengan penasihat spiritual Bapak. Saya yakin setiap pribadi mampu bertahan, karena rasa cinta itu Sang Pencipta berikan secara gratis dan berkelimpahan. Kalau diibaratkan seperti wadah kosong, rasa cinta itu bisa penuh dan meluap tetapi juga bisa menguap dan kosong. Kalau pun kosong, maka dengan tetap dekat dengan Sumber Cinta dan bersosialisasi dengan sesama yang menarik bagi kita, maka pelan-pelan wadah tersebut akan terisi kembali. Butuh waktu dan proses tapi niscaya terpenuhi lagi. Apalagi, usia Bapak masih sangat muda.”
‘Bahkan tiga tahun lebih muda dariku. Sangat bodoh menyia-nyiakan hidup untuk perempuan yang salah,’ Eva membatin.
“Saya ingin lanjutkan perbincangan kita lagi. Apa saya bisa atur jadwalnya sekarang?”
“Tentu saja. Apakah Bapak ingin tetap datang dengan waktu yang persis sama seperti hari ini, jam dan harinya?” balas Eva antusias.
“Saya rasa begitu. Sampai jumpa nanti.”
“Terima kasih untuk kepercayaan Bapak.”
Setelah kliennya pergi, Eva segera merubah jadwalnya di sistem sehingga bisa diketahui oleh resepsionis. Jadi, jika ada klien baru maka bisa dicarikan waktu yang kosong.
Ia juga menandai kalender pribadinya agar ia tidak lupa jika sedang tidak berada di kantor. Setelah itu ia melengkapi jurnal harian untuk setiap klien. Riwayat percakapan mereka ia catat untuk dokumentasi profesi dan juga kepentingan pelaporan semester dan tahunan untuk kepentingan administrasi kelayakan dan kualitas layanannya, yang biasanya dinilai oleh komite terkait, per jangka waktu tertentu sesuai edaran.
Eva senang karena ia tetap mempunyai tujuh orang klien tetap untuk pemasukan bulanannya. Masih cukup untuk membiayai operasional kantornya. Kalau ada klien baru akan menjadi tabungan untuknya, karena ia masih belum punya pengeluaran pribadi, selama ia tinggal bersama kedua orangtuanya.
Ia beruntung karena pria tadi masih mau lanjut berkonsultasi dengannya, padahal solusi untuk masalahnya sangat sederhana yaitu pisah saja sebelum terlanjur menikah. Eva tak habis pikir sebenarnya. Ada juga pria yang begitu cinta sama seorang perempuan sampai pusing harus berbuat apa. Padahal, biasanya pria itu cuek dan gampang mencari sosok lain, apalagi dengan jumlah wanita yang begitu banyak di kolong langit ini. Betapa berbahagianya perempuan tersebut. Sayangnya itu bukan Eva.
Masih ada satu klien rutin lagi yang harus Eva temui. Ia tetap harus menjaga energinya agar tetap prima untuk menghadapi cerita berikutnya.
Eva sudah memasang tampang ramah walaupun sangat berbeda dengan kliennya.
Ibu itu masuk dengan terburu-buru setengah berlari dan langsung menuju kursi sofa panjang, yang memang Eva juga sediakan, yang biasanya diminati oleh klien berpasangan.
Klien Eva tersebut menyembunyikan wajahnya di sandaran kursi dan bahunya terlihat bergerak naik dan turun.
Rambut sebahunya memang tergerai sehingga menutupi kedua telapak tangannya yang menyembunyikan wajahnya.
Eva bangkit dari kursi kerjanya dan berjalan menuju kulkas lalu mengeluarkan tiga jenis minuman yang berbeda untuk menambah varian pada air mineral kemasan yang sudah tersaji di atas meja. Tak lupa Eva pastikan satu toples permen dan sekotak tisu wajah juga tersedia di sana.
“Keluarkan semua rasa yang ada, jangan dipendam. Saya sabar menanti di meja saya sampai Ibu siap untuk berbicara. Kalau sudah tenang, saya akan ke sini dan mendengarkan cerita Ibu.” Setelah dengan lembut menyampaikan kalimat dukungan, Eva kembali ke meja kerjanya.
Ia membuka kembali catatan terakhir pertemuan mereka. Ibu Kelly, selalu mendapatkan kekerasan seksual dari pasangannya. Cerita dari sesi terakhir dua minggu sebelumnya, ia dipaksa untuk melayani pasangannya semalam suntuk tanpa istirahat. Suaminya memaksa memasukkan vibrator pada tubuh istrinya selama jeda, mencegah istrinya untuk tertidur.
… Bersambung