Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 10

Tepat pukul tiga lewat lima puluh lima menit, hanya butuh lima menit lagi untuk Bella bersiap meninggalkan cafenya. Gadis itu menutup buku yang ia baca, memasukkannya ke dalam tas sebelum memutuskan beranjak hendak pergi.

Apa yang akan ia lakukan dengan 5 menit terakhir? Sudah pasti Renaldo tidak akan tepat waktu. Bella sangat membenci itu. Kalau ia bisa tepat waktu, mengapa orang lain tidak? Pikirnya.

Dentingan bel yang bersarang di atas pintu cafe membuat langkah Bella terhenti. Itu Renaldo yang muncul dengan keadaan setengah basah akibat menerobos hujan tanpa payung.

"Lo mau ke mana?" tanya Renaldo seraya melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, "masih ada dua menit lagi sebelum jam empat, lo mau pergi?"

Bella menatap Renaldo dari atas sampai bawah, sebelum akhirnya berbalik tanpa mengucapkan apa-apa. Renaldo mengekor di belakang gadis itu yang kembali duduk di tempat pertama ia menunggu.

Mereka duduk berhadapan dengan sebuah laptop yang Bella letakkan di tengah meja. Renaldo memperhatikan gerakan gadis itu seraya tersenyum, kapan bibir itu akan tersenyum karenanya?

"Buku kamu mana?"

"Hah?" Renaldo menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Lelaki itu sama sekali tidak membawa apapun selain tubuhnya dan ponsel.

"Nggak bawa?" Bella menatap Renaldo seraya menaikkan sebelah alisnya.

Renaldo menggeleng seraya terkekeh. "Enggak, hehe."

"Terus mau belajar apa?" Bella masih menatap Renaldo datar, "kalau emang nggak niat dari awal, bilang. Jangan bikin aku jadi buang-buang waktu kayak gini."

"Kok marah, sih?" Renaldo tersenyum, "lo kan nggak bilang harus bawa apa, kemarin, Bel. Lo cuman nyuruh gue dateng, gitu doang."

"Berarti kamu nggak punya inisiatif, dong." Bella kembali menutup laptopnya, "yang namanya belajar, ya pasti bawa buku."

"Yaudah, untuk kali ini gue minta maaf karena nggak bawa," ucap Renaldo seraya menatap Bella memelas.

"Tapi, masa lo nggak ngehargain perjuangan gue sampe ke sini, Bel? Basah-basahan pula, tuh baju gue basah," ujar Renaldo lagi seraya menunjukan bajunya yang basah, sedikit.

"Kamu cuman kehujanan dari parkiran sampe ke sini," sahut Bella seraya menatap Renaldo tajam.

Lelaki itu kehabisan kata-katanya. Memang, Bella ini sepertinya salah satu spesies es dari kutub utara yang berblasteran dengan tembok. Dingin dan datar, sungguh sulit mengetuk hatinya.

Ini semakin membuat Renaldo yakin, kalau Bella ini adalah yang ditakdirkan untuknya. Sekaligus karma bagi Renaldo, karena selama ini ia selalu bisa mendapatkan gadis dengan mudah.

Dan sekarang, ia harus berjuang sekuat yang ia bisa agar mendapatkan hati Bella. Entah sampai kapan, semoga saja Bella tidak sadar sebelum ia menyerah. Karena semua orang punya titik lelah dan masa kadaluarsa untuk berjuang.

Jika Bella adalah karma bagi Renaldo, maka ia berani menjamin bahwa gadis itu adalah karma termanis.

"Baca, pahamin." Sebuah buku dengan isi catatan super rapi terletak di hadapan Renaldo.

Lelaki itu mendongak, seraya tersenyum ke arah Bella yang kini terfokus pada novel yang ia baca. Renaldo tersenyum, entahlah, rasanya menyenangkan.

Ia mulai membaca setiap kata yang ada di dalam buku itu, entah masuk atau tidak ke dalam otaknya, ia tetap membaca. Toh itu yang diperintahkan Bella.

"Permisi." Seorang wanita berseragam khas pelayan cafe ini datang seraya membawa nampan berisikan dua gelas kopi.

Wanita itu meletakkan masing-masing cangkir berisi kopi susu ke hadapan Renaldo dan Bella.

Dahi Renaldo mengernyit, menatap Bella dan Pelayan itu bergantian. "Saya nggak pesan apa-apa, Mba."

"Maaf, Mas. Tapi ini mba Bella yang minta," ujar Pelayan itu menanggapi Renaldo. Setelahnya, ia berlalu pergi.

Senyum tipis tercetak di bibir Renaldo, sepertinya ia mulai paham tipe seperti apa gadis di hadapannya ini, dan cara menaklukannya.

* Tepat pukul tiga lewat lima puluh lima menit, hanya butuh lima menit lagi untuk Bella bersiap meninggalkan cafenya. Gadis itu menutup buku yang ia baca, memasukkannya ke dalam tas sebelum memutuskan beranjak hendak pergi.

Apa yang akan ia lakukan dengan 5 menit terakhir? Sudah pasti Renaldo tidak akan tepat waktu. Bella sangat membenci itu. Kalau ia bisa tepat waktu, mengapa orang lain tidak? Pikirnya.

Dentingan bel yang bersarang di atas pintu cafe membuat langkah Bella terhenti. Itu Renaldo yang muncul dengan keadaan setengah basah akibat menerobos hujan tanpa payung.

"Lo mau ke mana?" tanya Renaldo seraya melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, "masih ada dua menit lagi sebelum jam empat, lo mau pergi?"

Bella menatap Renaldo dari atas sampai bawah, sebelum akhirnya berbalik tanpa mengucapkan apa-apa. Renaldo mengekor di belakang gadis itu yang kembali duduk di tempat pertama ia menunggu.

Mereka duduk berhadapan dengan sebuah laptop yang Bella letakkan di tengah meja. Renaldo memperhatikan gerakan gadis itu seraya tersenyum, kapan bibir itu akan tersenyum karenanya?

"Buku kamu mana?"

"Hah?" Renaldo menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Lelaki itu sama sekali tidak membawa apapun selain tubuhnya dan ponsel.

"Nggak bawa?" Bella menatap Renaldo seraya menaikkan sebelah alisnya.

Renaldo menggeleng seraya terkekeh. "Enggak, hehe."

"Terus mau belajar apa?" Bella masih menatap Renaldo datar, "kalau emang nggak niat dari awal, bilang. Jangan bikin aku jadi buang-buang waktu kayak gini."

"Kok marah, sih?" Renaldo tersenyum, "lo kan nggak bilang harus bawa apa, kemarin, Bel. Lo cuman nyuruh gue dateng, gitu doang."

"Berarti kamu nggak punya inisiatif, dong." Bella kembali menutup laptopnya, "yang namanya belajar, ya pasti bawa buku."

"Yaudah, untuk kali ini gue minta maaf karena nggak bawa," ucap Renaldo seraya menatap Bella memelas.

"Tapi, masa lo nggak ngehargain perjuangan gue sampe ke sini, Bel? Basah-basahan pula, tuh baju gue basah," ujar Renaldo lagi seraya menunjukan bajunya yang basah, sedikit.

"Kamu cuman kehujanan dari parkiran sampe ke sini," sahut Bella seraya menatap Renaldo tajam.

Lelaki itu kehabisan kata-katanya. Memang, Bella ini sepertinya salah satu spesies es dari kutub utara yang berblasteran dengan tembok. Dingin dan datar, sungguh sulit mengetuk hatinya.

Ini semakin membuat Renaldo yakin, kalau Bella ini adalah yang ditakdirkan untuknya. Sekaligus karma bagi Renaldo, karena selama ini ia selalu bisa mendapatkan gadis dengan mudah.

Dan sekarang, ia harus berjuang sekuat yang ia bisa agar mendapatkan hati Bella. Entah sampai kapan, semoga saja Bella tidak sadar sebelum ia menyerah. Karena semua orang punya titik lelah dan masa kadaluarsa untuk berjuang.

Jika Bella adalah karma bagi Renaldo, maka ia berani menjamin bahwa gadis itu adalah karma termanis.

"Baca, pahamin." Sebuah buku dengan isi catatan super rapi terletak di hadapan Renaldo.

Lelaki itu mendongak, seraya tersenyum ke arah Bella yang kini terfokus pada novel yang ia baca. Renaldo tersenyum, entahlah, rasanya menyenangkan.

Ia mulai membaca setiap kata yang ada di dalam buku itu, entah masuk atau tidak ke dalam otaknya, ia tetap membaca. Toh itu yang diperintahkan Bella.

"Permisi." Seorang wanita berseragam khas pelayan cafe ini datang seraya membawa nampan berisikan dua gelas kopi.

Wanita itu meletakkan masing-masing cangkir berisi kopi susu ke hadapan Renaldo dan Bella.

Dahi Renaldo mengernyit, menatap Bella dan Pelayan itu bergantian. "Saya nggak pesan apa-apa, Mba."

"Maaf, Mas. Tapi ini mba Bella yang minta," ujar Pelayan itu menanggapi Renaldo. Setelahnya, ia berlalu pergi.

Senyum tipis tercetak di bibir Renaldo, sepertinya ia mulai paham tipe seperti apa gadis di hadapannya ini, dan cara menaklukannya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel