Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 11

Jangan katain cerita ini partnya pendek mulu, atuh. Kalau aku kesel ini cerita aku gantung ga tau sampe kapan?

**

"Jangan katakan semua lelaki itu sama. Ingat, kau punya Ayah dan ia adalah seorang lelaki. Wahai kaum hawa, kau tidak ingin menyamakan lelaki terhebat dalam hidupmu dengan barisan lelaki brengsek yang telah menyakitimu, kan?"

Renaldo berdiri di depan pagar rumahnya seraya menghentakkan kaki pelan dengan tidak sabaran. Waktu sudah hampir menunjukkan pukul tujuh, namun tidak ada satupun batang hidung anggota kelompoknya yang muncul.

Sebenarnya Renaldo tidak benar-benar menunggu mereka. Ia hanya menanti Bella. Gadis yang berhasil membuat Renaldo mandi sebanyak 5 kali hari ini, dan menggunakan hampir setengah botol parfum yang membuat seisi rumah hendak muntah mencium baunya yang menyengat.

Sebuah benda besar berwarna putih tulang berhenti tepat di depan Renaldo. Lelaki itu tersenyum lebar saat gadis yang ia tunggu sejak tadi telah tiba.

Aroma parfum vanila yang tercampur sedikit dengan bau manis yang sepertinya aroma strawberry menyambut hidung Renaldo saat gadis itu berjalan ke arahnya dengan wajah datar.

"Cantik," gumam Renaldo.

Bella mengernyitkan dahi, "apa?"

Renaldo segera menggelengkan kepalanya, kemudian tersenyum kikuk pada Bella. "Hehe, nggak papa."

"Kerja kelompoknya di sini?" tanya gadis itu.

"Di dalem, Bel. Tapi mereka pada belum dateng, kebiasaan emang. Janjian jam 7, dateng sejam kemudian."

Bella menghela napasnya, lagi-lagi bertemu dengan segelintir orang yang tidak menghargai waktu. Apa sih susahnya datang sesuai jadwal? Tidak merugikan diri sendiri, kan?

Sabar Bella, sabar. Tinggal beberapa bulan lagi dan kamu akan meninggalkan semua budaya buruk ini. Batin Bella dalam hati.

"Apa mau masuk duluan, Bel? Di sini banyak nyamuk," tawar Renaldo yang dijawab gelengan kepala oleh Bella.

"Di sini aja," ujarnya. Di dalam hanya berdua dengan Renaldo? Tidak terima kasih, cukup menyiksa Bella.

Hening selanjutnya sehabis Bella menolak ajakan Renaldo untuk masuk ke dalam. Renaldo yang tengah pusing untuk mencari topik pembicaraan seketika mendapatkan ilham, baru saja ingin berucap, derum kenalpot motor besar yang berhenti di hadapannya membuat lelaki itu mengurungkan niat.

Tere, adik perempuan Renaldo baru saja turun dari boncengan seorang lelaki di hadapan Renaldo. Itu cukup untuk membuat insting ke-abang-an Renaldo keluar untuk menghampiri kedua manusia di hadapannya.

"Dari mana?" tanya Renaldo dengan tatapan galak, berbeda saat ia menatap Bella.

"Habis jalan, lah." Sahut Tere tanpa takut dengan tatapan abangnya.

"Sini!" Renaldo menarik gadis itu untuk berdiri di belakangnya, kemudian beralih menatap lelaki di depannya. "Buka helm, lo!"

Mau tidak mau, lelaki itu membuka helm. Nampak raut wajah takut saat Renaldo menatapnya. Renaldo melirik lelaki itu dari atas sampai bawah.

"Lo siapanya adek gua?"

"Pacar," celetuk Tere yang dihadiahi Renaldo jitakan.

"Sakit!" geram Tere seraya memukul pelan bahu Renaldo.

"Beneran lo pacar adek gua?" tanya Renaldo sekali lagi.

"I-iya, Bang." Sahutnya ragu-ragu, "nama gue Alfin."

"Alfin and the chipmunks?" Renaldo masih menatap lelaki itu tajam.

"Abang!"

"Diem!" Renaldo melotot.

"Heh, chipmunks. Kenapa lo mau sama adek gua?" tanya Renaldo.

"Karena Tere baik, Bang," jawab Alfin yang membuat Renaldo mengangguk-angguk.

"Yah, itu di depan lo aja. Udah gue duga, nggak mungkin lo naksir dia karena mukanya, jelek gini." Renaldo tertawa geli yang kemudian mendapatkan pukulan bertubi-tubi dari Tere.

"Ngeselin!" teriak gadis itu seraya terus memukuli Renaldo.

"Durhaka lo mukulin abang," ancam Renaldo yang membuat Tere berhenti.

Alfin yang sejak tadi memerhatikan kedua makhluk di hadapannya itu hanya bisa menggaruk kepala karena bingung harus bertindak bagaimana.

Ia kira, Renaldo akan menghajarnya karena sudah memacari Tere dan membawa gadis itu pulang malam. Yah, walaupun jam baru menunjukan pukul setengah delapan malam.

"Heh, chipmunks!" Panggil Renaldo membuat Alfin mendongak ke arahnya.

"Iya, Bang?"

"Jagain Tere bener-bener. Anaknya manja, suka sok kuat. Kalau ngambek beliin es krim cornetto yang rasa red velvet, itu kesukaannya." Renaldo menepuk kepala adiknya, "jangan disakitin, apalagi dibikin nangis, cuman gua yang boleh bikin adek gua nangis."

"O-oke, Bang," ucap Alfin.

"Sampe gue denger dia galau gara-gara, lo," Renaldo mendekat, "jangan harap hidup lo tenang."

Tanpa sadar, Bella yang sejak tadi memerhatikan dari belakang tersenyum tipis.

* Jangan katain cerita ini partnya pendek mulu, atuh. Kalau aku kesel ini cerita aku gantung ga tau sampe kapan?

**

"Jangan katakan semua lelaki itu sama. Ingat, kau punya Ayah dan ia adalah seorang lelaki. Wahai kaum hawa, kau tidak ingin menyamakan lelaki terhebat dalam hidupmu dengan barisan lelaki brengsek yang telah menyakitimu, kan?"

Renaldo berdiri di depan pagar rumahnya seraya menghentakkan kaki pelan dengan tidak sabaran. Waktu sudah hampir menunjukkan pukul tujuh, namun tidak ada satupun batang hidung anggota kelompoknya yang muncul.

Sebenarnya Renaldo tidak benar-benar menunggu mereka. Ia hanya menanti Bella. Gadis yang berhasil membuat Renaldo mandi sebanyak 5 kali hari ini, dan menggunakan hampir setengah botol parfum yang membuat seisi rumah hendak muntah mencium baunya yang menyengat.

Sebuah benda besar berwarna putih tulang berhenti tepat di depan Renaldo. Lelaki itu tersenyum lebar saat gadis yang ia tunggu sejak tadi telah tiba.

Aroma parfum vanila yang tercampur sedikit dengan bau manis yang sepertinya aroma strawberry menyambut hidung Renaldo saat gadis itu berjalan ke arahnya dengan wajah datar.

"Cantik," gumam Renaldo.

Bella mengernyitkan dahi, "apa?"

Renaldo segera menggelengkan kepalanya, kemudian tersenyum kikuk pada Bella. "Hehe, nggak papa."

"Kerja kelompoknya di sini?" tanya gadis itu.

"Di dalem, Bel. Tapi mereka pada belum dateng, kebiasaan emang. Janjian jam 7, dateng sejam kemudian."

Bella menghela napasnya, lagi-lagi bertemu dengan segelintir orang yang tidak menghargai waktu. Apa sih susahnya datang sesuai jadwal? Tidak merugikan diri sendiri, kan?

Sabar Bella, sabar. Tinggal beberapa bulan lagi dan kamu akan meninggalkan semua budaya buruk ini. Batin Bella dalam hati.

"Apa mau masuk duluan, Bel? Di sini banyak nyamuk," tawar Renaldo yang dijawab gelengan kepala oleh Bella.

"Di sini aja," ujarnya. Di dalam hanya berdua dengan Renaldo? Tidak terima kasih, cukup menyiksa Bella.

Hening selanjutnya sehabis Bella menolak ajakan Renaldo untuk masuk ke dalam. Renaldo yang tengah pusing untuk mencari topik pembicaraan seketika mendapatkan ilham, baru saja ingin berucap, derum kenalpot motor besar yang berhenti di hadapannya membuat lelaki itu mengurungkan niat.

Tere, adik perempuan Renaldo baru saja turun dari boncengan seorang lelaki di hadapan Renaldo. Itu cukup untuk membuat insting ke-abang-an Renaldo keluar untuk menghampiri kedua manusia di hadapannya.

"Dari mana?" tanya Renaldo dengan tatapan galak, berbeda saat ia menatap Bella.

"Habis jalan, lah." Sahut Tere tanpa takut dengan tatapan abangnya.

"Sini!" Renaldo menarik gadis itu untuk berdiri di belakangnya, kemudian beralih menatap lelaki di depannya. "Buka helm, lo!"

Mau tidak mau, lelaki itu membuka helm. Nampak raut wajah takut saat Renaldo menatapnya. Renaldo melirik lelaki itu dari atas sampai bawah.

"Lo siapanya adek gua?"

"Pacar," celetuk Tere yang dihadiahi Renaldo jitakan.

"Sakit!" geram Tere seraya memukul pelan bahu Renaldo.

"Beneran lo pacar adek gua?" tanya Renaldo sekali lagi.

"I-iya, Bang." Sahutnya ragu-ragu, "nama gue Alfin."

"Alfin and the chipmunks?" Renaldo masih menatap lelaki itu tajam.

"Abang!"

"Diem!" Renaldo melotot.

"Heh, chipmunks. Kenapa lo mau sama adek gua?" tanya Renaldo.

"Karena Tere baik, Bang," jawab Alfin yang membuat Renaldo mengangguk-angguk.

"Yah, itu di depan lo aja. Udah gue duga, nggak mungkin lo naksir dia karena mukanya, jelek gini." Renaldo tertawa geli yang kemudian mendapatkan pukulan bertubi-tubi dari Tere.

"Ngeselin!" teriak gadis itu seraya terus memukuli Renaldo.

"Durhaka lo mukulin abang," ancam Renaldo yang membuat Tere berhenti.

Alfin yang sejak tadi memerhatikan kedua makhluk di hadapannya itu hanya bisa menggaruk kepala karena bingung harus bertindak bagaimana.

Ia kira, Renaldo akan menghajarnya karena sudah memacari Tere dan membawa gadis itu pulang malam. Yah, walaupun jam baru menunjukan pukul setengah delapan malam.

"Heh, chipmunks!" Panggil Renaldo membuat Alfin mendongak ke arahnya.

"Iya, Bang?"

"Jagain Tere bener-bener. Anaknya manja, suka sok kuat. Kalau ngambek beliin es krim cornetto yang rasa red velvet, itu kesukaannya." Renaldo menepuk kepala adiknya, "jangan disakitin, apalagi dibikin nangis, cuman gua yang boleh bikin adek gua nangis."

"O-oke, Bang," ucap Alfin.

"Sampe gue denger dia galau gara-gara, lo," Renaldo mendekat, "jangan harap hidup lo tenang."

Tanpa sadar, Bella yang sejak tadi memerhatikan dari belakang tersenyum tipis.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel