Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Pertemuan yang Tak Diinginkan

Mobil Arka melaju dari kediaman mewahnya. Di dalam mobil terdapat tiga orang, dan dua di antaranya hanya terdiam sambil memikirkan kata-kata apa yang tepat untuk mereka ucapkan kepada adik dan anak dari kedua orang tersebut.

Sarah dan Rangga hanya bisa duduk termenung, pikirannya terus berpikir. Sementara Arka terus melakukan mobilnya agar sampai di kediaman Rama.

Suasana pun sepertinya sangat hening karena tak ada satu orang pun yang memulai percakapan untuk mencairkan suasana.

***

Malam pun semakin larut tapi tak menyurutkan niat pemuda lima belas tahun ini untuk tidak mengikuti balap motor yang diadakan malam ini.

Pemuda itu pergi keluar rumah dengan mengendap-endap takut kalau adiknya melihat ia sering keluar malam apalagi ingin balapan bersama teman-temannya.

Dengan tampang dingin dan sorot mata yang tajam, Reyhan kini  sudah berada di depan pintu rumahnya yang megah.

'Entah kenapa gue ngerasa nggak yakin gitu. Padahal udah biasa gue keluar malam jam segini dan itu juga gue ngendap-ngendap, takut kalau  gue ketahuan sama adik gue,' batin Reyhan.

Reyhan nampak ragu untuk melangkah menuju pintu yang sudah ada di hadapannya. Reyhan berpikir, apa ia akan celaka dalam balapan itu? Justru hal itulah yang ia inginkan. Seolah hidupnya tak berarti lagi, dan nyawa tidak ada harganya. Reyhan juga tidak peduli pada semua apa yang ia dapat sekarang. Tentang hidupnya yang berada dalam rumah megah nan mewah, atau segala yang ia dapatkan dari Rama.

Perlakuan Rama pada Reyhan, membuatnya seperti ada dalam neraka dan tidak berada di dalam rumah. Keluarga yang seharusnya bisa menjadi tempat pulang, nyatanya selalu menjadi tekanan dan beban pikiran.

Harus Reyhan akui, kalau Rama memang memiliki jiwa pebisnis yang cukup bagus. Uang hasil judi yang berjumlah sepuluh juta, bisa dibuat modal untuk membuat perusahaan yang baru.

Rama terus merintis dari awal hingga sebesar sekarang. Mengacuhkan orang-orang di sekelilingnya, dan menyingkirkan orang yang dibencinya. Mungkin Reyhan termasuk.

Tak peduli itu anaknya atau bukan, karena yang ada dalam pikirannya hanyalah uang, uang dan uang. Reyhan tak pernah mendapatkan kasih sayang dari Rama semenjak bercerai dari Sarah. Ia seperti anak yang dibuang, dan dianggap penyebab keduanya bercerai.

Dengan ragu ia pun membuka pintu depan rumah. Namun seseorang yang ia tak inginkan hadir kembali di hadapannya saat ini.

Ibu yang telah melahirkannya dan kakak yang tak peduli dengannya, sungguh menyakitkan melihat kembali orang yang telah membuatnya terluka kembali lagi.

Luka yang telah kering kini kembali hadir dan membuka luka lama yang telah membuatnya seperti ini. Yang telah membuat nya menjadi anak geng motor, dan brandal seperti sekarang. Yang telah membuatnya tak kenal rasa sakit, yang tak lagi mengenal belas kasihan.

Reyhan hanya menatap ketiga orang itu dengan tatapan dinginnya.

"Reyhan ini Ibu, Nak. " Seketika air mata Sarah pun langsung keluar dari matanya. Dan memeluk Reyhan erat seolah tak ingin ia lepaskan kembali, tapi berbeda dengan Reyhan ia tak kembali memeluk Ibunya yang jujur selama ini ia rindukan.

Reyhan pun merasa ingin sekali agar ia bisa dipeluk seperti ini setiap saat. Namun logika mengalahkan semuanya, Reyhan segera melepaskan pelukan Sarah dan mendorongnya. Hingga Sarah terhuyung ke belakang dan berhasil ditangkap oleh Rangga dan Arka.

"Buggg!"

Satu bogem mentah dilayangkan Rangga kada Reyhan. Tepat pujukan itu mendarat di ujung bibir Reyhan. Membuat cowok itu menyeka ujung bibirnya yang sedikit mengeluarkan darah.

Rangga berusaha untuk memukul Reyhan kembali, namun Arka dengan sigap menahannya. Sementara Reyhan hanya bisa tersenyum sinis sambil memperhatikan kebodohan ibu dan kakaknya ini.

"Kenapa lo ketawa hah?!" bentak Rangga emosi, ia tak terima bila ibunya yang paling ia sayangi disakiti oleh siapa pun termasuk adiknya.

"Kurang ajar ya lo kita kesini itu buat nengok lo!" geram Rangga. "Apa lo masih hidup atau mati!" tunjuk Tangga tepat di wajah Reyhan.

"Keliatannya aja gimana?" Reygan berusaha tidak peduli. Mereka ke sini pun ye tu kembali membuatnya merasakan sakit yang sama. Beberapa kali ia mendapat sikap kasar pada fisik juga hatinya, dan mereka kembali mengulang hal yang sama. Apakah itu termasuk hal yang bodoh?

"Reyhan, Ibu sama Kakak kamu ke sini mau ketemu sama kamu, sama Kesha juga Nak. Ibu rindu sama kalian berdua." Air mata Sarah tumpah. Reyhan bisa melihat ketulusan di mata itu. Tapi mata itu juga, yang mengiranya enggak untuk menatapnya lama. Seolah mengobati rindu, tapi sekaligus membawa luka.

Sarah yang terhitung dan sempat jatuh karena dorongan Reyhan, kini maju selangkah untuk mendekati putra keduanya. Tangannya terukur ke atas untuk mengusap puncak kepala anaknya, yang jauh lebih tinggi darinya.

Reyhan melihat hal itu, rasanya tidak sudi untuk kembali diusap oleh tangan yang telah menyakitinya. Perempuan seperti Sarah tak boleh menyentuhnya barang seujung kuku pun. Meski di dalam lubuk hati Reyhan, cowok itu menginginkannya.

Reyhan yang merasa enggan pun langsung menampik tangan Sarah kasar. Awalnya Sarah cukup terkejut karena tingkah Reyhan, tapi sebisa mungkin perempuan itu menerima.

"Plakk!"

Tamparan keras tanpa ragu, Rangga layangkan pada Reyhan. Ini kali kedua cowok itu berbuat kasar pada adiknya sendiri. Setelah tadi memukul dan kini menampar. Kakak macam apa Rangga ini?

'Apa ini yang pantes gue dapetin dari mereka. Setelah mereka sakitin gue dan kini hadir untuk meminta maaf, mereka malah sakitin gue lagi? Apa ini yang namanya keluarga?' batin Reyhan.

'Jelas-jelas mereka datang untuk meminta maaf ke gue. Tapi bukannya mereka berusaha untuk mendapat maaf dari gue, tapi mereka malah membuat gue semakin sulit untuk memaafkan!' jerit Reyhan dalam hati.

'Sejak lama, gue hanya mau mati. Hidup gue nggak berarti apa-apa lagi. Tapi setiap gue yakin kalau gue harus mati, di situ gue selalu inget sama Kesha. Nggak ada yang bakal urus dia seperti gue yang urus dia. Ayah, atau Ibu nggak ada yang sayang sama Kesha,' batin Reyhan.

Perih rasanya menerima nasib seperti ini. Air mata Reyhan hampir keluar, tapi buru-buru cowok itu mengedipkan matanya, dan memalingkan wajah seolah tak ingin melihat Sarah dan Rangga yang berada di hadapannya.

"Rangga apa-apaan kamu?!" bentak Sarah.

'Apa Ibu masih peduli sama gue? Atau ini cuma drama? Jujur gue udah nggak tahan, hadapi semua drama yang bikin gue muak!' batin Reyhan. 'Basi, gue udah benci. Mau se peduli apa pun Ibu sama gue, mau seberapa pun dia sayang dan minta maaf ke gue. Percuma, rasa sakit ini nggak akan pernah bisa hilang. Dan selamanya akan tetap gue ingat!'

"Reyhan kamu nggak apa-apa 'kan?" tanya Sarah.

'Sepertinya aksi drama yang diperankan Ibu memang cukup bagus, dan sukses buat gue jijik anggap dia adalah wanita yang telah ngelahirin gue!'

"Nggak usah pada peduli sama saya, hidup saya itu lebih baik kalau nggak ketemu sama kalian." ucap Reyhan yang selalu bersikap dingin terhadap ibu dan kakaknya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel