Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6

Pov Author

Setelah mendengar pintu ditutup, segera Remon keluar dari persembunyian. Duduk ditepi ranjang sambil menatap Lira yang kelihatan sangat bingung

“Gue nggak bisa balik, kan?” terdengar ada kebahagiaan tersendiri dari cara ngomongnya. Remon merebahkan tubuh dengan pelan keatas kasur.

“Mana gue tau, kalau Mama bakalan masuk. Untung aja tadi belom pergi. Kalau udah pergi, sama aja ke gep lagi. Huufft ....” hembusin nafas resah.

Sama-sama terdiam, Lira memutar otak, mencari ide agar Remon bisa keluar dari kamarnya. Nggak mungkin juga nyuruh Remon tidur dikamarnya. Mulai beranjak, ngambil beberapa buku dan memasukkan kedalam tas.

“Nggak ada jalan lain. Lo bisa keluar dari sini Cuma besok pagi. Itu pun harus bangun petang biar Mama nggak liat elo.”

Diam tak ada tanggapan dari Remon. Lira menoleh, terlihat Remon yang sudah merem dengan nyamannya. Remon tidur meringkuk tepat ditengah-tengah ranjang.

Lira jalan mendekat, mengamati Remon yang tertidur. Kali aja kan, si Remon Cuma pura-pura. Terdengar nafas yang teratur, bahkan ada dengkuran halus juga. Remon benar-benar tertidur.

Lira menepuk kaki Remon kasar. “Wooi, bangun! Geser ke pinggir!”

Remon tak bergerak, sama sekali tak ada tanggapan.

Lira menggeser duduknya, diam mengamati wajah Remon yang terlelap.

Tampan. Itu kesan pertama. Alis yang tebal, hidung mancung, bibirnya sexi dan bentuk wajahnya sangat mempesona. Tanpa sadar Lira tersenyum menikmati pemandangan didepannya.

Sadar akan yang dilakukan, Lira beringsut. Memukul keningnya pelan, lalu menggelengkan kepala. Beranjak, keluar dari kamar. Menuruni anak tangga menuju ruang tv. Menggulung kasur lantai dan menggotongnya menaiki tangga.

“Eh, tikus! Ngapain ngeboyong kasur lantai?” tanya Linxi yang baru aja keluar dari kamar.

“Kasur gue kurang empuk.” Jawab lira sekenanya. “Jurik! Itu radio volumenya kecilin! Gue nggak bisa tidur, besok ada ujian.”

“Brisik lo!” Linxi cuek, membuka kulkas, ngambil sebotol air dingin lalu kembali kekamarnya.

Lira segera masuk ke kamar. Membuka gulungan kasur dilantai, ngambil selimut dan mulai merebahkan tubuh kekasur. Bangun lagi, mengunci pintu kamarnya. Takut jika Mama atau Linxi tiba-tiba buka pintu dan melihat penampakan.

Ketap-ketip nggak bisa tidur, tapi akhirnya tetap merem karna ini sudah sangat malam.

Merasa Lira sudah tertidur, Remon bangun. Menatap Lira yang meringkuk dilantai bawah.

Tersenyum miring. “Beneran takut gue kelonin ternyata.” Beranjak, mendekati Lira. Membuka selimut dan ikutan masuk kedalam. Dengan santainya langsung melingkarkan tangan keperut Lira. “Kita kelonan ya, Sayang.” Mengecup kepala Lira bagian belakang.

“Wangi, cantik dan gue suka.”

Merasa ada yang lupa, Remon bangun lagi. Ngambil remote AC dan menaikkan suhunya. Sengaja membuat agar Lira merapat padanya.

Kembali lagi berbaring disamping Lira, mendekapnya pelan dari belakang. Ternyata Lira benar-benar merasa kedinginan. Berbalik dan ngusel didada Remon. Santai, Remon tersenyum senang. Mengecup kening Lira, lalu ... Tidur.

**

pukul 5.45 am

Kring ... Kring ... Kring ....

Suara alarm dari jam beker terdengar sangat nyaring. Lira mulai terusik, menggeliatkan tubuhnya pelan. Tangannya terulur, mencari jam beker yang ada diatas meja. Namun tak menemukan apapun, mejanya tak ada.

Berusaha menggeser tubuhnya, tapi terhalang sesuatu. Membuka matanya pelan, tepat didepan mata, terlihat wajah Remon yang masih terlelap dengan nyaman.

Mata Lira membulat sempurna. Dia yang ngusel, tangan Remon yang melingkar kepinggang dengan sempurna dan mereka berdua berada dalam satu selimut.

Kapan Remon pindahnya? Itu yang ada diotak Lira.

“Eh, Setan. Bangun!” lira nabok lengan Remon. Yang ditabok nggak bereaksi, kembali menabok dada Remon. Karna tetap nggak bangun, Lira mencubit perut Remon.

“Aaww!” Remon lepasin pelukan, mengelus perut bekas cubitan Lira. “Yaampun, Lir. Bisa nggak sih, banguninnya manis dikit? Sakit tauk!”

Lira buru-buru bangun, ngambil jam beker dan mematikannya. “Yaah, kesiangan deh. Jam segini pasti Mama udah bangun.” Mulutnya mengerucut. “Gimana elo pulangnya?” menatap Remon dengan kesal.

Remon bangun, duduk ditepi ranjang, mengucek mata. “Gue balik sekarang, ya.”

“Kita udah kesiangan. Mama udah bangun dari tadi.” Lira mengetuk-ngetuk dagu, mencoba mencari ide lain. “Pikir nanti lagi, gue mau mandi dulu. Takut telat, nanti ada ujian.”

Baru mau masuk ke kamar mandi, Remon narik lengan Lira. “Pinjem hape, dong. Gue harus kabari Kristan.”

Lira mendegus. “Tuh, dimeja. Pakai aja.” Segera masuk ke kamar mandi.

**

Lira keluar dari kamar mandi sudah dengan seragam kaos teamnya. Karna memang jam pertama adalah olahraga.

Remon segera berdiri. “Gue numpang mandi sekalian, ya.” Tanpa nunggu persetujuan dari Lira, Remon langsung masuk dan nutup pintu.

Nggak nyampai sepuluh menit, Remon keluar dengan handuk ditangan yang sibuk mengeringkan rambut.

Sempat melotot, karna yang dipakai Remon adalah handuknya. Tapi, yasudahlah. Memang Remon mau pakai handuk siapa? Linxi? Cari mati itu.

Remon ngambil sisir dan mulai menyisir rambut. Setelah rapi, ia duduk ditepi ranjang. Mengamati Lira yang sibuk mengikat rambut. Lalu memakai sepatu kets.

“Apa lo liat-liat! Gue colok lo, ya!” sembur Lira. Meraih tas ranselnya, lalu menyampirkan kebahu. “Gue mau berangkat dulu, ntar gue suruh Mama keluar rumah, baru lo keluar.”

Remon tersenyum manis, mengangkat jari membentuk huruf O. “OK.”

Lira segera keluar dari kamar, menuruni tangga. Celikukan mencari Mamanya, didapur, ruang tv, sampai keluar rumah, tapi nggak ada. Balik lagi naik kelantai atas, mengintip kamar Mamanya yang terbuka sedikit.

Segera berlari kecil menuju kamarnya sendiri. Membuka pintu pelan. “Buruan, Mama ada dikamar.” Melambaikan tangan agar Remon segera mengikutinya keluar.

Remon pun nurut, segera keluar dari kamar Lira. Sigap, Lira menggandeng tangan Remon, jalan mengendap-endap seperti maling. Menuruni tangga dan segera berlari kecil untuk sampai kepintu depan.

“Lira, kamu ngapain?” suara Mama Fhika membuat langkah kaki Remon dan Lira terhenti.

Lira dan Remon berpandangan, berbalik menatap kearah tangga. Terlihat Fhika yang jalan menuruni tangga dengan sangat santai.

Sedangkan perasaan kedua anak berstatus pelajar ini sudah nggak karuan.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel