Bab 2
Mobil mewah yang membawa tubuh tak berdaya seorang bocah itupun memecah keramaian jalan protokol kota Sukabumi. Dengan sangat tergesa-gesa supir eksekutif muda itu menjalankan mobil bosnya.
“Bertahanlah nak, perjalanan ini akan segera sampai,” kata Pria berjas tersebut. Pria itu memangku tubuh mungil bocah umur 5 tahun tersebut. Ada sedikit kekhawatiran yang melanda hatinya.
Entah mengapa, pria yang terlihat seperti seorang bos besar itu sangat mengkhawatirkan bocah kecil tersebut. Mungkinkah karena ia takut dituntut telah menabrak anak itu ?
Rumah Sakit Umum, seperti rumah sakit pada umumnya. Dari luar bangunan yang terlihat berdiri dengan kokoh yang sudah menampung beberapa pasien setiap harinya selama berpuluh-puluh tahun.
Tak ada yang spesial di Rumah sakit ini. Sama seperti rumah sakit pada umumnya yang menjadi tempat persinggahan para pasien sebelum dinyatakan sembuh ataupun berpulang kembali ke sisiNya.
Tubuh mungil Kalen sudah diantarkan oleh petugas yang menangani Kalen, lalu membawanya ke Instalasi Gawat Darurat.
Pria dan beberapa anak buahnya tersebut tak diperbolehkan perawat untuk masuk kedalam IGD tersebut.
“Siapa walinya ?” tanya Salah seorang dokter di IGD tersebut pada Guru Kalen dan juga Pria yang sudah menabrak Kalen dengan mobilnya.
“Orang tuanya segera kemari, saya gurunya bisakah saya saja yang mengurus administrasi dok ?” pinta Bu Fatimah Guru kelas Kalen.
“Biarkan saya yang bertanggung jawab, sayalah yang sudah menabraknya,” ujar Eksekutif muda tersebut dengan langkah tegasnya menuju bagian administrasi.
“Pasien hanya shock saja Tuan anda tak perlu khawatir,” ucap dokter tersebut menenangkan Pria tersebut.
Pria itu kemudian berjalan berdampingan bersama dengan dokter untuk mengisi data administrasi bagi pasien dan membayar administrasinya.
Kesadaran Kalen berangsur-angsur pulih, oleh karena itu, dokter membawanya ke ruang perawatan.
“Terimakasih Tuan, saya akan menjaga Anak ini hingga orang tuanya datang. Kesalahan ini murni bukan karena anda, namun kami sebagai pengajarlah yang lalai pada tugas kami karena membiarkan anak didik kami berlarian ke jalan raya,” ungkap Bu Guru Kalen
Pria itu akhirnya bisa mengeluarkan napas lega setelah mengetahui kondisi bocah tersebut makin membaik dan orangtuanya segera datang kemari.
“Baiklah, saya pamit undur diri dulu Bu,” ucap Pria itu dengan sopan meninggalkan wanita yang berprofesi menjadi Guru tersebut.
Seorang wanita berlari tergesa-gesa menuju ruang dimana sang putra sedang dirawat. Wanita itu tak bisa membayangkan bagaimana dirinya akan melanjutkan hidup bila tak ada Kalen disampingnya.
Dunianya kini serasa mempermainkan dirinya, setelah ia mulai akrab dengan resiko yang sudah ia ambil, kini ia harus menghadapi pil pahit yang sedang ia telan mentah mentah.
“Kalen, bertahanlah nak.. bertahanlah demi Mami !” suara gemuruh hari Carmen diiringi langkah lebarnya dalam berlari.
Carmen membuka pintu rawat inap tersebut. Di sana sudah terduduk wanita yang memberikan informasi padanya tadi.
“Bagaimana keadaan Anak saya Bu ?” seloroh Carmen mencerca guru Kalen dengan tiba-tiba.
“Alhamdulilah, Kalen sudah membaik dia baru saja tertidur setelah diberi obat,” jelas Guru anaknya tersebut.
Manik Carmen terlihat berkaca-kaca, namun ia merasa sangat lega setelah mendengar apa yang sudah terjadi.
“Dari kecil tubuh Kalen memang sangat lemah Bu, saya tidak menyalakan anda ini semua terjadi atas kehendakNya.” Ucap Carmen dengan isaknya.
“Kalau begitu, saya titip anak saya dulu Bu saya akan mengurus keperluan administrasi,” pamit Carmen kemudian.
“Tak perlu Bu, orang itu sudah bertanggung menjawab dengan membayar seluruh pengobatan putra anda.”
“Lalu bagaimana cara saya membalas perbuatan baiknya ? saya akan ke bagian administrasi dan menanyakan nama Serta alamat beliau agar saya bisa berterimakasih,” ucap Carmen lalu berbalik menuju pintu keluar dari ruang perawatan anaknya.
Carmen berjalan menyusuri lorong rumah sakit menuju bagian administrasi, sesampainya di bagian administrasi ia pun segera mengisi daftar wali bagi Kalen.
Ia pun berinisiatif untuk meminta data si penolong anaknya. Karena rasa penasarannya dan juga ingin mengucapkan rasa terimakasih.
Seorang petugas administrasi kemudian memberikan data seorang yang sudah bertanggungjawab membayari seluruh pengobatan Kalen.
“Anggar Wasesa,” Carmen mengeja nama itu dengan seksama. Jantungnya kembali bergemuruh dengan cepat. Aliran darahnya mendesir kencang.
Tanpa menunggu lama, Carmen buru-buru meminta ijin memindahkan Putranya ke rumah sakit lain. Dengan alasan rumah sakit ini terlalu jauh dari rumahnya. Atau kalau boleh Carmen ingin merawat luka memar Kalen dirumah saja.
Petugas itupun kemudian menghubungi dokter yang menangani kondisi Kalen. Dan dokter tersebut ingin berbicara langsung pada Carmen.
Gundah
Terbangun dari mimpi malam
Tiada tanda Sang Mentari menyapa
Mendung masih menguasahi bumi
Ditemani dingin hembusan bayu
Tergolek letih dalam bimbang
Raga seakan tak bernyawa
Otak kusut entah apa yang terpikir
Gelisah dan resah semakin menghujam
Dalam pelukan kekasih hangat terasa
Kemesraan dan kebisuan kini berteman
Embun netra menangis pilu
Mengingat jalan yang kan ditempuh
Gundah hati tiada obat
Mencibir aksara yang telah terucap
Akankah semua ini musnah
Dalam kerjap mata tanda tanya
Coba menelaah arti perpisahan
Banyak hati yang kan terluka
Namun hatiku kini sungguh sengsara
Karena perbedaan yang begitu mendalam