Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 10 Hari Minggu Petaka

Aku terdiam cukup lama lalu tertawa.

"Hahahahahaha, kamu becanda kak?" Tanyaku sambil tertawa karna berfikir jika dia hanya ingin aku tercengang saja, ya.. dia berhasil.

Brian tak berekspresi apa-apa. Aku masih tertawa terbahak-bahak dan tersadar bebarapa detik kemudian setelah melihatnya hanya diam memandangku, tersadar bahwa dia tidak sedang main-main dengan ucapanya.

"Gimana?" Dia mengulangi pertanyaanya yang belum ku jawab.

"Kamu serius kak, lagian sejak kapan kamu suka sama aku" tanyaku tak percaya.

"Sudah lama" jawabnya singkat

Lagi-lagi aku dibuatnya tertegun tak percaya. Ku kira selama ini hanya aku saja yang menyukainya sendirian dan tanpa berbalas, tapi aku harus waspada denganya, mengingat Randy benar-benar memberi peringatan untuk tidak dekat denganya.

"Oh ya?, tepatnya sejak kapan?" Tanyaku ingin dia berbicara lebih jelas.

"Aku bakal ceritain semuanya nanti"

"Yasudah, aku juga jawabnya nanti"

Dia berjalan beberapa langkah mendekatiku, bahkan menurutku itu terlalu dekat.

Aku mulai gugup dan takut dia akan macam-macam, dia memegang jemariku sambil menatapku.

"Re, aku suka sama kamu, kamu juga suka sama aku kan. Lantas apa lagi yang kamu tunggu?. Atau kamu udah gak suka lagi sama aku?" Dia melepaskan tanganya.

"Aku masih suka" tanpa sadar dengan cepat aku meraih tanganya.

Dia memandangku lalu tersenyum. Aku tersadar melihat tanganku memeganginya dengan erat, lalu ku lepaskan dengan canggung.

"Jadi?"

Aku diam sejenak, berifikir apa yang harus ku jawab tepatnya. Jujur saja aku masih menyukainya, mungkin ini salah satu keinginanku, keinginanku untuk memiliki pacar saat aku SMA, atau lebih tepatnya menjadi pacarnya, pacar seorang Brian. Tapi.. begitu banyak hal yang masih belum terjawab dikepalaku, mengapa saat itu dia berkelahi dengan Randy, mengapa dia baru akhir-akhir ini mendekatiku jika memang sudah lama, dan ekspresi macam apa saat diparkiran dia hanya meliriku dingin dan mengapa juga dia tiba-tiba ada di dekat toko buku dan masih banyak pertanyaanku yang lain. Tapi..

"Aku.. em.. aku.., ya aku mau" kufikir mungkin ini kesempatan terakhirku dan aku tak mau kehilangan moment ini.

"Makasih, makasih Re" dengan cepat dia memelukku.

Tanpa sadar akupun tersenyum.

"Aku pulang dulu, masuk sana" suaranya pelan sambil melepaskan pelukanya.

"Iya, hati hati ya"

Dia tersenyum sambil melihatku memasuki pintu pagar.

Aku berlari ke dalam rumah, ingin cepat-cepat masuk kamarku.

"Assalamualaikum" salamku lalu berlari

"Walaikumsalam, makan dulu re" jawab mama seraya bingung menatapku.

Setelah masuk kamar, ku rebahkan tubuhku di tempat tidur.

"Apa yang barusan ku lakukan??!!, duh Re.. kenapa lu terima sih. Gimana lu jelasin sama Randy, sama Ema juga. Bisa aja kan dia cuman maen-maen sama lu, bisa ajakan dia mikir lu terlalu gampang di dapetin, trus besok gue mesti gimana pas ketemu dia, aaaaaaa !!!!" Grutuku pada diri sendiri.

Terdengar suara pintu kamarku di ketuk.

"Kok dikunci, Nak kamu kenapa?" Suara mama khawatir

"Engga ma, ngga kenapa kenapa kok. Iya.. rena lagi ganti baju" jawabku berbohong agar mama tenang

"Ohh.. yaudah. Makan siang dulu nak"

"Ya ma, bentar lagi" teriakku.

Aku melanjutkan aktifitasku seperti biasa di rumah meskipun aku masih tak bisa melupakan kejadian hari ini.

Tak terasa hari sudah larut malam, ku tutup buku pelajaranku dan ku lihat jam yang sudah menunjukan pukul 21.25.

Kurapihkan mejaku dan berganti piyama lalu bersiap untuk tidur.

Hp-ku berbunyi tanda ada pesan whatsapp masuk, ku kira itu Randy ternyata Brian, i love you tulisnya.

Aku tersenyum membacanya, wajahku memerah, aku memikirkan sedang apa dia disana.

Tanpa sadar aku mengetik balasan untuknya, i love you too.

"Ah tidak tidak" aku mengapus kembali ketikanku lalu meletakkan kembali HP-ku di meja dan kembali tidur.

Alarm pagi membuatku terbangun, itu menandakan sekarang pukul 6 pagi.

Aku bangun lalu duduk sebentar dan teringat sesuatu.

"Gue sama Brian jadian, so gue pacar Brian sekarang" gumamku lalu menampar pipiku.

"Gimana tar gue ketemu sama dia disekolah" Gumamku sedih.

"Ah, sekarang hari minggu. Aman" kataku sembari ku jatuhkan lagi badanku di kasur.

Aku melanjutkan tidurku, kelemahanku yang lain adalah aku slalu bangun siang di hari minggu dan jarang sekali olahraga.

Apakah kalian juga sama?, ku sarankan jangan, olahraga itu penting buat kesehatan, meskipun aku sendiri juga males hehehe.

Aku terbangun kembali diiringi dengan hujan deras, sangking derasnya sampai aku mendengar suara gemuruh dari dalam kamar. Pemalang tidak seperti kota besar yang sering terkena banjir, jadi hujan tetap anugrah dimata kami.

Ku langkahkan kaki keluar kamar, ku lihat mama sedang menonton acara TV dengan papa, kaka sedang menelepon pacarnya.

Aku menghampiri mama dan papa dan tiduran dipangkuan mama.

"Duh duh duh, anak gadis kok bangunya jam 11 siang" papa meledek.

Aku hanya senyum dan masih memejamkan mata.

"Mandi sana" sambung mama.

"Bentar ma, Rena masih ngumpulin nyawa"

Sontak saja mama dan papa tertawa mendengarnya.

"Emang nyawanya kececer dimana sih, biar papa bantu kumpulin" saut papa sambil terkekeh tertawa

"Ah papa ini, iya deh iya. Rena mau mandi dulu" kataku sembari bangkit dari pangkuan mama.

Syukurlah hari ini aku tak bertemu dengan Brian, jadi tak perlu merasa canggung ataupun malu.

Setelah selesai mandi ku perhatikan kakiku yang mulai ditumbuhi bulu kaki dan ingin menghilangkanya dengan obat waxing namun saat ku cari aku tak menemukanya.

Aku keluar kamar mandi karna putus asa mencari obat waxing, aku fikir mama pasti tau dimana letaknya. Dengan rambut yang basar berantakan dan hanya memakai kimono handuk aku keluar mendatangi mama papa yang ku kira masih duduk di ruang TV.

"Ma, obat waxing dimana sih. Ini bulu kaki kenapa cepet amat panjangnya Perasaan baru Rena bersihin minggu lalu" aku berbicara sambil bejalan ke ruang TV sambil melihat kakiku dengan seksama.

Setelah di ruang tv aku tak mendengengar sautan mama menjawab pertanyaanku, justru aku malah melihat pemandangan yang benar-benar membuatku ingin pinsan.

Aku berdiri kaku saat aku melihat di ruang TV tak ada papa dan mama melainkan kakaku dan Brian.

Mereka menatapku dengan tatapan yang... ah aku juga tak tau. Seperti itu. Akupun hanya membeku, ingin menghilang saja dari dunia saat ini juga.

"Nak, ini obat waxingnya" mama menghampiriku.

Aku langsung membekap mulut mama berharap Brian tak mendengar apapun yang mama bicarakan meskipun, kalian tau itu percuma.

Aku berlari ke kamar, berbarengan dengan suara mama, kaka dan Brian yang tertawa.

"Apa apaaan ini???!!!" Grutuku dibalik pintu kamar.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel